Pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pematangsiantar Selasa (13/7). (Analisadaily/Fransius Hartopedi Simanjuntak)
Analisadaily.com, Simalungun - Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pematangsiantar, diduga menerbitkan sertifikat ganda untuk sebidang tanah seluas 300 meter persegi di jalan Kerukunan, Kelurahan Bah Kapul, Kecamatan Siantar Sitalasari.
Akibatnya, pemilik tanah yang telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas tanah itu merasa sangat dirugikan, karena haknya dirampas dan dikuasai orang yang juga mengaku memiliki sertifikat atas tanah itu.
“Sebagai warga negara yang baik, saya telah menempuh prosedur yang telah ditetapkan instansi terkait, namun hasilnya tetap merugikan dan hak saya masih dirampas hingga hari ini. Kepada BPN, saya bertanya apakah penindasan itu akan dibiarkan berlarut-larut. Masihkah ada keamanan bagi warganegara untuk memiliki tanah di negeri ini,” sebut Rinto Lumbok Sinaga, selaku pemilik tanah, Selasa (13/7).
Menurut Rinto, tahun 2010 tanah itu dibelinya dari kerabatnya Umar Purba dan 9 Desember 2014, SHM tanah itu diterbitkan BPN dengan No. 6076/Bah Kapul. Seiring berjalannya waktu, Rinto yang merantau ke Jakarta, kembali ke Pematangsiantar pada Desember 2019, namun Rinto sangat kecewa, karena tanah miliknya sudah digarap orang lain.
Melihat keadaan itu, Rinto bertanya kepada Ketua RT 002/003 Kel. Bah Kapul Abidin dan Abidin menyatakan tanah Rinto sudah dikuasa oknum pegawai Badan Narkotika Nasional (BNN) Pematangsiantar Simponi Bangun secara sepihak. Menurut Abidin, Simponi Bangun mengakui tanah itu miliknya tanpa menunjukkan surat hak milik.
Tidak terima dengan ketidakadilan itu, Rinto mengajukan pengukuran ulang dan pengembalian batas atas tanahnya itu dan berdasarkan surat tugas pengukuran No. 1/St-02.03/I/2020 bertanggal 6 Januari 2020, BPN menugaskan Adiguna Samosir sebagai petugas untuk pengukuran ulang tanah itu.
Pengukuran dan pemetaan kegiatan pengembalian batas dilaksanakan pada 6 Maret 2020. Eksekusi itu juga dihadiri dan disaksikan Sakiman (batas sebelah Barat), Endang (batas sebelah Timur), Suyanto (batas sebelah Selatan), Abidin (Ketua RT) dan Hendra Sembiring (Sekretaris Lurah).
Setelah pengkuran ulang, Rinto merasa masalah tanahnya itu telah selesai, karena hasil pengukuran, disimpulkan bidang tanah itu memang sesuai dengan bidang tanah yang tertera di SHM No. 6076/Bah Kapul milik Rinto.
Sejak wabah Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) melanda, Rinto tidak pernah pulang, hingga akhirnya berkunjung ke Pematangsiantar pada akhir Juni 2021 untuk mengobati kerinduan melihat tanah yang begitu bermakna baginya dan isterinya.
Namun, Rinto sangat terkejut ketika menemukan tanahnya sudah dipagar dengan kawat berduri dan lagi-lagi pelakunya Simponi Bangun.
“Hati saya hancur, sedih dan bercampur marah mengapa saya diperlakukan tidak adil. Saya bertanya, apakah tidak ada lagi keamanan bagi warga negara sipil untuk memiliki tanah di republik ini. Di mana bentuk perlindungan BPN kepada orang lemah, rakyat kecil yang tidak punya pangkat seperti saya," tuturnya.
Rinto mengatakan telah melakukan somasi terhadap Simponi Bangun, namun tidak ada jawaban.
“Walau saya diperlakukan tidak adil, saya masih berharap ada kebijaksanaan dari BPN. Bersama kuasa hukum saya, AM. Rizki Sitio, telah mengajukan pengaduan penyelesaian sengketa ke Kantor BPN pada 5 Juli 2021. Saya mengetuk pintu hati BPN untuk mendengar keluhan saya, yang merasa sangat dirugikan atas kelalaian BPN," ujarnya.
BPN Pematangsiantar yang ditemui di ruangannya, Selasa (13/7), dan diterima Humas, Mhd. Laksamana Maulana.
Sebelumnya, Kasi Survei dan Pemetaan Eko Pramono, yang didampingi beberapa orang stafnya sempat bertanya ada urusan apa.
Namun ketika ditanya apakah sudah ada pendelegasian dari Kakan BPN, Eko menjawab belum dan segera pergi bersama stafnya.
Menurut Laksamana, Kakan BPN Pematangsiantar, Sarwin, meminta waktu untuk mempelajari masalah tanah Rinto dan mediasi akan dilakukan atas pengaduan penyelesaian sengketa tanah yang diajukan Rinto ke BPN.
Secara terpisah, Simponi Bangun yang dihubungi melalui seluler malah bertanya apa salahnya. Karena menurutnya, tanah itu dibeli ayahnya Nabar Bangun dari Jhoni Wilson Sitopu, dosen Universitas Simalungun (USI) tahun 2016 dan saat tanah dibeli sudah ada sertifikatnya.
“Tahun 2017 sertifikat tanah itu sudah balik nama atas nama ayah saya. Kalau saya dikatakan menyerobot, lapor ke polisilah," ucapnya
(FHS/CSP)