Diduga Aniaya Warga Terpapar Covid-19, Pelaku Diminta Diproses Secara Hukum

Diduga Aniaya Warga Terpapar Covid-19, Pelaku Diminta Diproses Secara Hukum
Sejumlah kader Surveilans Berbasis Masyarakat (SBM) berjalan menuju rumah warga yang sedang menjalani isolasi mandiri di Antapani Kidul, Bandung, Jawa Barat, Kamis (22/7). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.)

Analisadaily.com, Medan - Pasien terpapar Covid-19 seharusnya ditangani secara persuasif, dengan cinta kasih dan siapa pun pasien terinfeksi virus tersebut tidak seharusnya mengalami tindakan diskriminasi, perundungan, apalagi kekerasan.

"Kita seharusnya membangun semangat gotong royong dalam pengendalian Covid-19. Menggalang solidaritas dari seluruh komponen masyarakat," kata Koordinator Gotong Royong Nasional Pengendalian Covid-19, Sutrisno Pangaribuan, Minggu (25/7).

Ia mengatakan itu terkait dengan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan warga Dusun Bulu Silape, Desa Pardomuan, Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba, Provinsi Sumatera Utara, pada Kamis, 22 Juli 2021, terhadap seorang di desa itu, Selamar Sianipar.

Kata dia, tindakan itu tidak mewakili upaya pencegahan, penanganan, maupun pembinaan, yang sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021, tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berbasis Mikro dan Pembentukan Posko Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Tingkat Desa dan Kelurahan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019.

"Langkah tersebut adalah tindakan perundungan, kekerasan, yang dapat memicu konflik horizontal. Kekerasan dalam penanganan pasien terpapar Covid-19, apa pun alasannya adalah tindak pidana. Oleh karena itu, sebagai negara hukum, demi mewujudkan kepastian hukum dan memberi efek jera, semua pelaku yang diduga melakukan kekerasan harus diproses secara hukum," tegas anggota DPRD Sumatera Utara periode 2014-2019 ini.

Dia lanjut mengutarakan, Pemerintah Toba, memberikan penjelasan terkait adanya seorang pria yang disebut dalam kondisi positif Corona dianiaya warga kampung.

Mereka mengatakan pria itu bukan dianiaya, namun diamankan karena lari saat menjalani isolasi mandiri (Isoman). Bukan untuk kekerasan, hanya mengamankan.

"Saya lihat masyarakat desa juga sangat peduli dengan pak Salamat Sianipar ini," kata Bupati Toba, Poltak Sitorus, pada Sabtu 24 Juli 2021.

Sutrisno menilai, pernyataan Pemerintah Kabupaten Toba tersebut sebagai upaya memberi perlindungan kepada para terduga pelaku kekerasan terhadap Salamat Sianipar.

"Bupati Toba seharusnya terlebih dahulu minta maaf karena mereka tidak mampu menjalankan Instruksi Menteri Dalam Negeri," ujar politisi PDI Perjuangan itu.

Kata dia, pilihan kata 'mengamankan' sebagai upaya meyakinkan publik bahwa Salamat Sianipar, sebagai pasien terpapar Covid-19, mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat. Mereka berupaya membangun narasi 'mengamankan' seorang pasien terpapar Covid-19 karena mengancam keselamatan warga lain, sementara Salamat Sianipar adalah korban kekerasan.

"Tindakan kekerasan ini membuktikan, Pemerintah Toba beserta seluruh jajarannya hingga tingkat dusun belum memiliki rencana aksi yang jelas terkait penanggulangan Covid-19. Pemerintah Pusat telah menerbitkan berbagai regulasi dalam pengendalian, namun secara operasional kita bermasalah," paparnya.

"Pendekatan “top down” tanpa pelibatan masyarakat secara partisipatif, akan membuat pengendalian Covid-19 berjalan lamban. Kita semua harus bergotong royong, bergandengan tangan agar kita segera dapat mengendalikannya. Libatkan dan berdayakan masyarakat dalam rencana aksi penanggulangan," tegasnya lagi.

Dia meminta Pemerintah Kabupaten hingga Posko Penanggulangan Covid-19 diminta transparan dalam aksi penanggulangan Covid-19.

"Transparan terkait program, kegiatan, dan pengelolaan dana penanggulangan Covid-19, sehingga akan muncul partisipasi seluruh komponen masyarakat," ucapnya.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi