Ilustrasi (Pixabay/EmAji)
Analisadaily.com, Medan - Muhammad Fadil Samosir sampai saat ini belum mendapatkan keadilan dan kepastian hukum. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan selaku kuasa hukumnya, sebelumnya telah membuat pengaduan kekurangan upah yang diduga dilakukan PT BAE, tempatnya bekerja.
Fadil, seorang buruh di PT BAE mengadu kepada Kepala Disnaker Provinsi Sumatera Utara pada 2 September 2020 atau terhitung satu tahun lalu. Dalam aduan, LBH Medan telah memberikan bukti-bukti surat dan pihak Disnaker Provinsi Sumut telah memanggil buruh untuk diperiksa dan diambil keterangannya.
"Telah diperiksanya buruh dan diterimanya bukti-bukti surat terkait dugaan kekurangan upah, pihak Disnaker secara tegas mengatakan jika telah terjadi kekurangan upah yang diduga dilakukan PT BAE," kata Kuasa Hukum Fadil, Irvan Saputra dalam siaran persnya, Senin (6/9).
"Pengaduan kekurangan upah itu saat ini ditangani MS selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Namun sampai sekarang, pengaduan a quo tidak kunjung ada penyelesaian, sehingga menimbulkan pertanyaan besar buruh apakah dikerjakan atau tidak?," sambung Irvan.
Masih kata Irvan, LBH Medan telah berulang kali mendatangi dan menghubungi MS untuk mempertanyakan pengaduan kekurangan upah tersebut.
Akan tetapi, bukan mendapatkan kabar tindak lanjutnya/penyelesaian, melaikan MS hanya mengatakan, ia masih diluar kota dan penyidik terkena Covid-19, dan ia sedang rapat.
Menurut Irvan, alasan-alasan tersebut sangat merugikan buruh dalam mencari keadilan dan kepastian hukum terhadap hak-haknya.
Irvan lanjut menjelaskan, belum adanya penyelesaian pengaduan a quo, LBH Medan telah mengirimkan surat kepada Gubernur Sumut dengan Nomor : 82/LBH/PP/III/2021, perihal pengaduan terhadap Dinasnaker Provinsi Sumut.
Atas surat tersebut pihak Sekda Pemprovsu mengatakan pengaduan telah diberikan ke Disnaker Provinsi dan langsung saja koordinasi kepihak Disnaker Provinsi Sumut.
Berdasarkan arahan itu, buruh kembali mendatangi Disnaker Provinsi Sumut untuk koordinasi, tetapi pihak Disnaker Provinsi Sumut mengatakan langsung saja kepenyidik yaitu MS, setelah ditanyakan ke MS, alasan tetap sama yaitu Covid-19 serta tidak ada penyidik, sedang rapat.
"Kemudian kami juga berulang kali menjumpai kepala dinas guna mempertanyakan pengaduan a quo. Namun selalu jawaban staf mengatakan bapak tidak ada, bapak rapat," ujar Irvan.
Irvan mengatakan, berlarut-larutnya pengaduan tersebut diduga membuktikan ketidakprofesionalan Disnaker Provinsi Sumut menangani pengaduan a quo.
Ia menilai, pihak Disnaker kurang humanis dalam memberikan pelayanan, tidak hanya permaslahan tersebut LBH Medan juga menyampaikan keperihatinanya terhadap mediator yang pernah mengeluhkan terkait tidak adanya anggaran untuk pengiriman surat undangan/panggilan bahkan mediator mengatakan pengiriman surat undungan/panggilan menggunkan uang pribadi mereka.
LBH Medan, berdasarkan temuan di lapangan saat ini masih menjumpai ada perusahaan yang tidak mendaftarkan buruh/karyawanya ke BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan serta upahnya tidak sesuai UMK Kota Medan.
"Oleh karena banyaknya permasalahan di Disnaker Provinsi Sumut maka sudah sepatutnya secara hukum Gubernur Sumut selaku pimpinan tertinggi di Sumut untuk mengevaluasi kinerja kepala dinas ketenagakerjaan Provinsi Sumut seraya memberikan tindakan tegas karana diduga tidak serius menyelesaikan permasalahan a quo dan bertanggung jawab atas masih adanya perusahaan yang tidak mendaftarkan buruh/karyawanya ke BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan dan upahnya tidak sesuai UMK Kota Medan," tegas Irvan.
Dia menambahkan, LBH Medan menduga pihak Disnaker telah melanggar Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D, Pasal 7 DUHAM, Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM, Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesaran International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) dan Hak-hak buruh.
(CSP)