Sidang kasus penggelapan Posko Kebakaran di Jalan Sentosa Lama, Kelurahan Sei Kera Hulu, Kecamatan Medan Perjuangan ()
Analisadaily.com, Medan - Kejaksaan Negeri Medan melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rambo Loly Sinurat menuntut 4 bulan penjara terhadap BSS yang merupakan terdakwa dugaan tindak pidana penggelapan secara bersama-sama Posko Kebakaran di Jalan Sentosa Lama, Kelurahan Sei Kera Hulu, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan.
Dalam tuntutannya jaksa menyatakan jika terdakwa terbukti bersalah menyuruh melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana penggelapan secara bersama-sama.
"Menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 4 bulan dan mengembalikan 1 unit becak yang digunakan dalam perkara a quo kepada pemiliknya a.n Darwin," kata jaksa penuntut umum.
LBH Medan selaku penasihat hukum korban merasa kecewa dan menduga adanya kejanggalan dalam tuntutan jaksa yang dinilai 11 kali lipat lebih ringan dari ancaman hukumanya yaitu 4 tahun penjara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 372 KUHPidana.
"Hal ini jelas telah mencederai keadilan dan hak asasi masyarakat, khususnya korban," kata Wakil Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, SH, MH, diterima
Analisadaily.com, Jumat (4/3).
Sebelum dilakukanya sidang penuntutan, LBH Medan telah menyurati secara resmi Kajari dan Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Medan perihal 'Mohon Tuntutan Maksimal' terhadap terdakwa.
Menurut Irvan permohonan tersebut bukan tanpa alasan, dikarenakan sidang yang dipantau langsung LBH Medan sejak awal hingga saat ini banyak terjadi kejanggalan.
"Hal tersebut terlihat ketika pemeriksaan saksi yang dihadirkan jaksa atas nama Iskandar Zulkarnaen (DPO perkara a quo) diduga memberikan keterang berbeda dengan BAP nya. Begitu juga dengan saksi yang dihadirkan terdakwa a.n Mansyur yang notabenenya seharunya dihadirkan JPU juga memberikan keterangan berbeda dengan BAP. Hal ini jelas menggambarkan adanya kejahatan terdakwa yang dicoba ditutup-tutupi," ungkapnya.
Irvan menyebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sudah seharusnya atas perkara a quo jaksa penuntut umum dalam tuntutannya yang telah menyakini terdakwa bersalah menuntut maksimal terdakwa.
Ditambah lagi terdakwa merupakan mantan narapidana tindak pidana korupsi proyek pengerjaan MCK (Mandi, Cuci, Kakus) PU Tebingtinggi tahun 2014.
"Keadaan tersebut juga diakui terdakwa pada saat sidang pemeriksaan keterangan terdakwa di hadapan majelis hakim. Maka sudah barang tentu tidak ada alasan JPU menuntut terdakwa dengan sangat ringan," sebutnya.
LBH Medan menilai adanya disparitas tuntutan yang sangat nyata dengan membandingkan tuntutan JPU yang sama saat itu (Rambo Loly Sinurat) ketika LBH Medan sebagai penasihat hukum Zainal Arifin yang merupakan terpidana pencurian barang posko kebakaran sentosa lama yang dilaporkan Iskandar Zulkarnanen.
Saat itu Zainal Arifin dituntut 3 tahun penjara dan akhirnya diputus 1,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan berdasarkan putusan nomor: 891/Pid.B/2020/PN Mdn.
"Disparitas tuntutan tersebut menjadi potret preseden buruk penegakan hukum yang diduga dilakukan Kejaksaan Negeri Medan sehingga menimbulkan prespektif negatif masyarakat khususnya korban. Dimana tuntutan lebih berat terhadap si miskin dan sebaliknya lebih ringan terhadap si kaya. Hal ini menggambarkan adanya dugaan tebang pilih terhadap penegakan hukum dan seolah-olah hukum dengan mudah dipermainkan. Namun dengan begitu LBH Medan tetap meyakini jika majelis hakim dalam perkara a quo sebagai garda terakhir penegakan hukum akan memberikan keadilan terhadap korban," papar Irvan.
LBH Medan menduga Kejaksaan Negeri Medan telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Pedoman Penuntutan Jaksa, Peraturan Jaksa Agung R.I Nomor: PER-014/A/JA/11/2012 Pasal 5 huruf (a), (g) dan Pasal 9 huruf (a) tentang Kode Etik Perilaku Jaksa dan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).
"Oleh karena itu patut secara hukum jika LBH Medan melaporkan Kajari, Kasi Pidum dan JPU Kejaksaan Negeri Medan kepada Jaksa Agung RI guna terciptanya keadilan dan kepastian hukum," tukas Irvan Saputra.
(EAL)