Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko saat menerima audensi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Gedung Bina Graha, sebagaimana siaran pers diterima di Jakarta, Kamis (3-11-2022). (ANTARA/HO-Kantor Staf Presiden)
Analisadaily.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, mengatakan substansi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak berubah dan tetap berlaku meskipun Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memerintahkan Pemerintah dan DPR untuk memperbaiki UU tersebut dalam 2 tahun.
"Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) lebih pada persoalan formil belum ke substansi," kata Moeldoko saat menerima audiensi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dilansir Antara, Kamis (3/11).
Moeldoko mengatakan bahwa pembuat undang-undang tersebut, yakni Pemerintah dan DPR, akan memperbaiki UU Cipta Kerja yang mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022, kata dia, mengatur berbagai hal, di antaranya tentang metode omnibus dalam pembentukan perundang-undangan, memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna, pembuatan perundang-undangan secara elektronik, hingga kemudahan akses bagi penyandang disabilitas.
"Terkait dengan partisipasi publik, kami akan dorong dan lakukan supaya masyarakat tidak lagi skeptis terhadap UU CK," kata dia.
Moeldoko juga menjelaskan pemerintah telah berupaya keras untuk menarik banyak investor agar dapat memberikan manfaat kepada masyarakat.
Ia berharap kedatangan investor tersebut dapat membuka lapangan kerja. Terkait dengan itu untuk menjaga iklim investasi yang baik dibutuhkan stabilitas politik, efisiensi birokrasi, dan kepastian dalam berbagai hal.
"Dengan UU Cipta Kerja ini, kita memberikan kepastian-kepastian itu, seperti kepastian izin usaha dan lainnya," kata Moeldoko.
Sebelumnya, menurut keterangan Kantor Staf Presiden (KSP), Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani mengatakan bahwa putusan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat banyak diterjemahkan sebagai keputusan hukum yang menjadikan UU tersebut tidak berlaku.
Padahal, menurut Hariyadi, banyak hal baik yang diatur dalam UU Cipta Kerja seperti soal pengupahan yang menipiskan kesenjangan upah antardaerah karena disesuaikan dengan tingkat konsumsi daerah.
"Formula pengupahan UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 adalah rumusan yang baik sehingga pekerja di masing-masing daerah dibayar dengan layak dan sesuai," kata dia.
Ia juga menyebut soal aturan waktu kerja dalam UU Cipta Kerja yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kondisi ketenagakerjaan Indonesia saat ini.
"Sayang sekali kalau sesuatu yang baik dan dibuat bersama ini kemudian diganti sebab dengan status inkonstitusional bersyarat dari MK itu menuntun opini bahwa UU CK tidak berlaku. Saya harap pemerintah meluruskan hal ini," ujar Hariyadi.
MK dalam putusan nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 tahun sejak putusan itu ditetapkan pada bulan November 2021. Hal ini terkait dengan MK yang dalam putusan yang sama menyatakan MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
"Menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'. Menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini," kata Ketua MK Anwar Usman seperti dikutip di laman resmi MK.
(CSP)