Dahnil Ginting: Penundaan Pemilu 2024 Berdampak Luas dan Berakibat Polemik

Dahnil Ginting: Penundaan Pemilu 2024 Berdampak Luas dan Berakibat Polemik
Dahnil Ginting (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Deliserdang - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, melalui Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) untuk seluruhnya dan pada salah satu amarnya menyatakan bahwa menghukum Tergugat (Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari. Hal tersebut menimbulkan gejolak.

"Ini berarti berarti Hakim tersebut menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024," kata salah seorang deklarator Partai Gerindra Kabupaten Deliserdang, Muhammad Dahnil Ginting, Minggu (5/3).

Menurut Dahnil, penundaan pemilu akan memiliki dampak yang luas dan berakibat pada pelaksaan Pemilu yang telah ditetapkan oleh KPU. Sengketa antara Prima dan KPU merupakan jenis sengketa contentiosa, dimana antara kedua pihak yang berperkara, putusannya hanya berlaku dan mengikat pada para pihak yang berperkara saja.

"Hal ini menunjukkan bahwa seyogyanya dalam perkara tersebut hakim tidak memiliki wewenang menjatuhkan putusan yang berdampak terhadap pelaksanaan pemilu yang bukan hanya berhubungan dengan para pihak saja melainkan dengan dengan seluruh warga negera Republik Indonesia," ucapnya.

Kata Dahnil, Undang-undang Dasar 1945 juga menjelaskan bahwa pemilihan umum wajib dilaksanakan setiap lima tahun sekali, lebih lanjut dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum hanya terdapat dua istilah dalam penundaan Pemilu yaitu Pemilu lanjutan dan Pemilu susulan sebagaimana tertuang dalam Pasal 431 dan 433 UU Pemilu.

"Hal ini menunjukkan bahwa UU Pemilu tidak memberikan ruang sama sekali untuk menunda Pemilu secara nasional," tuturnya.

Terhadap Putusan tersebut, kata Dahnil sudah seharusnya KPU mengambil langkah yang tepat dengan melakukan perlawanan hukum melalui pengajuan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi sampai dengan kasasi dan peninjauan kembali di Mahkamah Agung sebelum putusan tersebut berkekuatan hukum tetap/inkracht.

"Melalui upaya hukum ini diharapkan nantinya Hakim Tinggi dapat memeriksa ulang fakta-fakta hukum dan bukti-bukti yang sudah diajukan sebelumnya (judex factie) taupun Hakim Agung yang dapat memeriksa penerapan hukum terhadap fakta yang sudah diputusakan pengadilan tingkat pertama dan banding (judex jurist)," jelasnya.

Hakim pada dasarnya memang memiliki independensi dalam membuat atau menjatuhkan putusan suatu perkara, namun dalam menjatuhkan putusannya tersebut hakim tidak boleh melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim. Untuk itu, selain melakukan perlawanan melalui upaya hukum, KPU juga dapat melakukan perlawanan hukum lainnya dengan melaporkan Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut jika terdapat dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim kepada Komisi Yudisial (KY).

"KY memiliki wewenang untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim (Pasal 13 UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial)," ujar Dahnil.

Berdasarkan Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Ketua Mahkamah Yudisial RI Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim terdapat 10 aturan perilaku yang harus diimplementasikan oleh Hakim. Salah satunya pada poin 10.4., di mana Hakim wajib menghindari terjadinya kekeliruan dalam membuat keputusan, atau mengabaikan fakta yang dapat menjerat para pihak atau dengan sengaja membuat pertimbangan yang menguntungkan para pihak dalam mengadili suatu perkara yang ditanganinya.

"Jika memang terhadap putusan tersebut diduga terdapat kekeliruan Majelis Hakim dalam membuat keputusan maka KPU dapat menjadikan poin tersebut sebagai dasar untuk melaporkan Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut kepada Komisi Yudisial atas dugaan adanya pelanggaran kode etik," tambah Dahnil.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi