Persolaan Lahan Eks PTPN III, KSP: Menunggu Perpres Reforma Agraria

Persolaan Lahan Eks PTPN III, KSP: Menunggu Perpres Reforma Agraria
Sahat Lumban Raja bersama warga gurilla, Kecamatan Siantar Martoba, Pematangsiantar (Analisadaily/Fransius Hartopedi Simanjuntak)

Analisadaily.com, Pematangsiantar - Persoalan lahan HGU PTPN III yang masih dikuasai masyarakat kembali dibahas oleh Asisten Personalia Kebun, PTPN III Bangun Doni Manurung dengan Kantor Staf Presiden (KSP) Sahat Lumban Raja dan Imanta Ginting, Kepala BPN Pematangsiantar Imansyah serta Kabag Tapem Pemko Pematangsiantar, Robert Sitanggang di ruang Bappeda Pemko Pematangsian?ar, Kamis (30/3).

Doni menerangkan program perusahaan, termasuk hal-hal yang sudah dilakukan perusahaan sampai tanggal 20 Maret 2023, seperti pembayaran sugu hati dan menanam sawit di lahan yang sudah selesai di suguh hati. Namun ada yang kembali di duduki oleh warga.

"Ada 3 gubuk berdiri di lahan yang sudah di suguh hati, termasuk posko yang dibuat kelompok tani. Kami juga meminta agar pihak KSP mempertegas ini kepada masyarakat. Tentunya hal-hal seperti ini jangan dibiarkan terjadi agar tindakan yang sama dikemudian hari tidak terulang," kata Doni usai rapat.

Adapun sejumlah kesempatan dalam pertemuan itu, pertama, PTPN III Bangun diminta untuk tidak lagi mengganggu bangunan yang masih berdiri, yang mana pemiliknya menolak sugu hati, sampai ada penyelesaian yang akan disepakati kemudian hari.

Kedua, masyarakat juga dilarang untuk menanami kembali, mengusahakan kembali atau pun mendirikan bangunan di lahan yang sudah ditanami kepala sawit dan sudah disuguhi hati.

Dia mengatakan, dalam satu bulan pihaknya akan bekerja sama dengan Pemko Pematang siantar, BPN atau pun tim yang terlibat untuk mendata kembali sekitar 80 sampai 90 bangunan rumah yang sudah berdiri. Namun ia memastikan bahwa pemilik dari semua bangunan tersebut tidak lebih dari 40 Kepala Keluarga (KK), dan diyakini semuanya bukan petani atau masyarakat kecil.

"Itu akan kami data, meskipun memang dalam pendataan kami hanya dimiliki sekitar 20 hingga 30 KK. Karena ada satu orang memiliki 3 sampai 5 bangunan. Contoh, ada marga Siagian sudah mendaftar untuk menerima sugu hati, tapi setelah dia sudah mengetahui nilainya, tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia mundur. Dia mendaftar 4 bangunan dan itu kos-kosan. Pemiliknya tinggal di Siantar, ujarnya.

Memastikan data kepemilikan bangunan itu, lanjut Doni Manurung, pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak BPN Pematangsiantar dan KSP. Selama proses pendataan ini, PTPN III Bangun juga tetap diperbolehkan melakukan pendekatan untuk pembayaran sugu hati.

"Manakala ada yang bersedia menerima suguh hati sesuai kesepakatan, maka kami sampaikan kepada KSP dan kepada para pihak. Namun kami akan komit dengan kesepakatan di kantor walikota bahwa kami tidak akan mengganggu bangunan yang belum di sugu hati," terangnya dengan menambahkan bahwa setelah pertemuan ini, sekitar satu bulan akan ada pendataan warga, apakah cocok atau tidak cocok .

"Kemudian, menurut KSP tadi akan dipertemukan pihak PTPN beserta dengan datanya. Kami juga bisa menawari sugu hati, kalau pun tidak terjadi kesepakatan, KSP akan membawa ini ke kantor pusat. Itu menurut KSP, meskipun bagi kami banyak aspek yang harus dilihat, aspek pemerintahan agraria, pidana dan perdatanya.

Usai rapat di kantor Bappeda Pemko Pematangsiantar, KSP dan pihak PTPN III Bangun bersama warga tinjau bangunan yang masih berdiri. Namun sebelum meninjau, pihak KSP justru menyampaikan pernyataan yang berbeda dari hasil rapat, dimana KSP menyinggung soal lahan.

"Kami harus tegaskan seusai kesepakatan di kantor walikota, mungkin tadi KSP tidak punya banyak waktu menjelaskan dihadapan masyarakat (mengenai lahan) atau mungkin KSP punya program lain, kami tidak paham. Apa yang disampaikan (KSP) kepada warga tidak sesuai dengan kesepakatan di kantor walikota," kata Doni.

Jika apa yang disampaikan KSP dilakukan, Doni khawatir kedatangan KSP justru menimbulkan kekisruhan baru. Karena berdasarkan peninjauan hari ini, warga justru menunjukkan areal yang sudah ditanami kepala sawit.

"Kalaulah itu ditunjuk sebagai tanahnya, kami juga butuh verifikasi dokumen, apa mungkin mereka memiliki sertifikat di atas sertifikat. Apa mungkin mereka bisa membuktikan bahwa itu batas batas tanahnya. Ini kan menjadi potensi masalah dikemudian hari apabila ruang itu dibuka. Ini yang kami sayangkan. Tapi mungkin itu nanti bisa dijelaskan pihak KSP," tegasnya lagi.

Sahat mengatakan, poin yang mau disampaikan kehadiran KSP. Poin pertama menciptakan situasi kondusif di lapangan agar kesepakatan di Kantor KSP bisa berjalan.

"Peninjuan ke lapangan baik perumahan serta lahan garapan. KSP sudah cek dan akan kita kompilasi. Namun ada beberapa perbedaan data dan kami lihat langsung data dari masyarakat walaupun belum kita jumlah. Ini menjadi pegangan dan itu yang pertama," kata Sahat.

Kemudian ada tiga poin yang menjadi catatan. Yang pertama, terhadap yang menolak dan PT PN III tidak boleh lagi melakukan penggusuran. Dan sebaliknya, pihak masyarakat tidak boleh memperluas atau menggarap lahan yang baru.

"Di lapangan kami minta, tanaman yang sudah ditanam oleh perkebunan jangan diganggu. Perkebunan juga tidak boleh mengganggu, jadi kalau belum ada yang ditanam dan itu kalau mau ditanam silahkan. Supaya situasi dilapangan ini aman dulu," ucap Sahat.

Jelasnya lagi, sembari KSP dan juga Kementrian terkait akan terus mendorong supaya ini agar diselesaikan. Terutama setelah ada peraturan Presiden mengenai Reforma Agraria itu ditandatangani. Itu nanti menjadi acuan

"Karena ada disitu skema-skema. Ini memang belum bisa disampaikan kerena belum final. Skema itu diharapkan bisa menjawab, karena masing-masing pihak ini membutuhkan pegangan hukum. Karena memang khusus di PT PN ini HGU atau eks HGU masih tercatat sebagai aset yang proses pelepasannya dan itu prosesnya panjang," ujar Sahat.

"Nah lewat Peraturan Presiden yang baru ini. Nanti diharapkan ada titik tengah untuk menyelesaikan di masyarakat, kira kira gitu. Perpres ini tinggal harmonisasi, diharapkan April ini sudah ditandatangani.

Ini nanti kita harapkan ada berita acara kesepatakan-kesepakatan yang sudah dirembukkan di Jakarta itu dipegang masing-masing terutama ini menyangkut rumah. Kira kira gitu, supaya warga ini aman," ujarnya lagi.

Tetapi keterkaitan soal keamanan, Sahat mengatakan lagi jangan dulu diganggu. Karena nanti jadi mundur lagi kebelakang. Tetapi ini akan kita dorong terus. Kalau berdasarkan kesepakatan ini kita harapkan masing-masing pihak menjaga.

"Baik PT PN dan Masyarakat Gurilla, karena ini kita konfirmasi terus. Nah ini bisa saja ada pandangan satu bilang sudah ada tali asih dan yang lain juga bilang belum. Soal deadline, ini memang kerena masalah tanah ini. Kami juga gak bisa memberikan deadline, persoalan tanah ini kompleks kira kira begitu. Jadi adanya pegangan bersama," ucapnya.

Terkait permasalahan lahan, Sahat pun menyampikan dan negosiasi antara PT PN III dan Futasi. Kalau misalnya bisa diselesaikan dengan tali asih segala macam itu silahkan. "Tetapi kalau tidak, misalnya warga ini bertahan itu juga harus dihargai oleh PT PN. Nanti itu kita dorong ke pusat dengan dasar-dasar peraturan yang ada," pungkasnya.

(FHS/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi