Warga Dairi Menangkan Gugatan Soal Izin Lingkungan Tambang

Warga Dairi Menangkan Gugatan Soal Izin Lingkungan Tambang
Direktur Eksekutif Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), Tongam Panggabean, saat memberikan penjelasan dalam konferensi pers 'Kemenangan untuk Warga Dairi' di Kota Medan, Kamis (27/7) (Analisadaily/Cristison Sondang Pane)

Analisadaily.com, Medan – Rainin Purba, salah satu perempuan yang menggugat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, merasa gembira dan lega setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menyatakan KLHK gagal melindungi hak masyarakat dan lingkungan, saat tahun 2022, lembaga negara itu memberikan persetujuan lingkungan ke tambang seng dan timbal milik PT Dairi Prima Mineral.

Pada Senin, 24 Juli 2023, (24/7) (24/7), Pengadilan mengabulkan gugatan warga secara keseluruhan, dan memerintahkan kementerian untuk membayar biaya perkara.

“Saya dan masyarakat lain senang pengadilan setuju, perusahaan tambang dan KLHK telah bertindak tidak adil kepada kami, juga kepada lingkungan,” kata warga Dairi itu saat berbicara dalam konferensi pers di Kota Medan, Kamis (27/7).

Menurut dia, sudah jelas tambang akan mengakibatkan bencana. Jadi sekarang pengadilan harus memastikan pemerintah menarik persetujuan itu.

Direktur Eksekutif Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), Tongam Panggabean, menyampaikan sudah ada pakar teknik dan lingkungan bertaraf dunia yang bersaksi sejak 2019 bahwasanya tambang yang diusulkan itu akan membahayakan keselamatan dan juga lingkungan.

“Laporan pakar tersebut sudah diserahkan ke KLHK. Namun, kementerian menyetujui. Masyarakat memprotes dan membuat petisi. Kementerian tetap menyetujuinya. Sungguh tidak bisa dipercaya. Sekarang, lega rasanya PTUN bisa memperbaiki hal itu. Ini kemenangan besar bagi masyarakat,” kata Tongam.

Tidak hanya Rainin dan Tongan, warga Dairi lainnya, seperti Saudur Sitorus, juga menyatakan hal yang sama, apalagi dia sudah puluhan tahun bertani di daerah tersebut.

“Kami sudah melakukan pertanian produktif di wilayah ini puluhan tahun lamanya. Kami menyumbang kepada perekonomian provinsi dan nasional. Kami ingin pemerintah mendukung kami, bukan memperbolehkan tanah dan sungai kami dirusak. Kami tidak mau ada penambangan di wilayah kami. Kami ingin tetap bisa melanjutkan pertanian kami,” tegas Saudur.

“Saya berterima kasih pengadilan memutuskan Persetujuan Lingkungan itu tidak sah. Itu sudah benar. Nah, kami tidak mau kementerian atau perusahaan naik banding. Sudah tidak ada pertimbangan lain lagi jika menyangkut penambangan daerah kami,” kata warga Dairi, Mangatur Lumbantoruan.

Koordinator Nasional Jaringan Advocacy Tambang (JATAM), Melky Nahar, keputusan ini harus ditaati, terutama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Persoalannya jauh lebih kompleks, melampaui kasus hukum itu sendiri. Mestinya pemerintah kalau punya kesadaran politik untuk kemudian bagaimana menyerap aspirasi atau tuntutan warga, sejak awal penerbitan izin lingkungan telah lama dievaluasi,” kata Melky.

Pada kesempatan itu, Tongam lanjut menjelaskan, pakar teknis sudah memberi tahu pengadilan bahwa seluruh wilayah tidak memiliki sifat geologis yang stabil, dengan tak satu pun lokasi yang cocok untuk membangun bendungan tailing. Kementerian sebaiknya tidak lagi mempertimbangkan proposal penambangan apapun untuk wilayah tersebut.

“Terhadap putusan pengadilan saat ini hendaknya tidak dilakukan banding dan DPM sebaiknya tidak diizinkan untuk mulai beroperasi,” tuturnya.

Dia yakin ini adalah kasus terpenting bagi bangsa Indonesia, negara yang memiliki Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyetujui tambang yang bisa membawa bencana.

“Bukan bencana yang diinginkan warganya,” tegasnya.

Tongam menambahkan dunia tengah beralih ke nol emisi karbon. Listrik dan baterai yang bisa diperbarukan akan menggantikan penggunaan minyak berbahan fosil. Dalam situasi ini, pemerintah Indonesia ingin negara ini menjadi pusat penambangan mineral penting dan memproduksi baterai yang bisa diisi ulang.

Namun demikian, Indonesia hanya bisa menyatakan dirinya negara penambang yang bertanggung jawab dengan jalan menyingkirkan proyek-proyek penambangan yang tidak bertanggung jawab.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi