Inisator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof. Ridha Dharmajaya (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI) tak pernah lelah menyampaikan pesan ke masyarakat tentang bahaya penggunaan gadget. Jika selama ini banyak pihak mengedukasi dampak penggunaan gadget secara konten, GGSI justru melihat dampak negatif yang lebih fatal dari segi fisik.
Salah satu alasannya, yakni banyaknya para pengguna gadget yang salah secara fisik menyebabkan kelumpuhan, bahkan bisa berujung kematian.
Hal itu diungkapkan inisator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof. Ridha Dharmajaya, saat mengisi materi kepada ibu pengajian Aisyiyah, di Masjid Taqwa Jalan Halat, Medan, Selasa (12/9).
Sebagai ahli bedah syaraf, Ridha mengaku banyak menemukan kasus syaraf terjepit pada bagian leher. Rata-rata disebabkan oleh penggunaan gadget yang salah, yakni akibat tekukan leher.
"Saat menggunakan gadget terkhusus handphone, kita menanggung beban lima kilogram saat posisi leher 0 derajat. Saat tekukan leher menjadi 30 derajat beban yang kita tanggung bertambah menjadi 18 kilogram, dan ketika tekukan mencapai 60 derajat, maka beban yang ditanggung mencapai 27 kilogram. Tekukan leher tentunya menanggung beban yang signifikan. Jika dilakukan lama dan terus menerus bahkan kebiasaan hingga bertahun-tahun yang terjadi adalah saraf kejepit pada leher," katanya.
Yang paling sering terjadi dari dampak syaraf terjepit di leher yakni leher sakit, pusing, tangan kesemutan, pegel, dan pundak berat.
"Itu baru awal. Tapi jika ini terus dilakukan dan dalam waktu yang lama, bisa dirasakan kelumpuhan tangan dan kaki, seksualitas hilang, buang air besar dan kecil tak terasa atau loss dan lainnya. Gejala awalnya biasanya kaki kita akan menyeret saat berjalan," ujar Ridha.
Dan penanganan yang bisa dilakukan adalah dengan tindakan operasi, yang tentunya bisa menimbulkan kecacatan.
"Karena tak ada obat yang menyembuhkan dan tak ada operasi yang bisa mengembalikan," ungkap pria yang juga menjabat sebagai guru besar di USU itu.
Hal itu dulunya, bilang Ridha, sering ditemui pada orang tua berusia 50 tahun ke atas. Namun, saat ini sudah banyak dialami para generasi muda.
"Itulah alasan kenapa kita terus bergerak meneriaki dampak negatif penggunaan gadget secara fisik. Kita gak mau generasi muda di Indonesia dengan jumlah yang cukup tinggi untuk usia produktifnya (15-74) mencapai 70 persen dari jumlah penduduk harus rusak akibat penggunaan gadget yang salah," tegasnya.
Apalagi tingginya jumlah usia produktif menjadi bonus demografi bagi Indonesia yang harus dimanfaatkan dengan sebaiknya jika tidak ingin melahirkan generasi cacat.
"Jadilah raja atas dirimu, bukan hamba dari gadgetmu," tuturnya.
Ridha turut menyampaikan beberapa pencegahan agar generasi muda bisa selamat dari ancaman tersebut.
"Yakni dengan disiplin penggunaan gadget. Mau berhasil itu kesungguhan adik sendiri dan izin Allah. Gunakanlah pada saat perlu (2 jam per hari). Jika kerja menggunakan hp, pindahkan data ke personal computer (PC), tablet ataupun laptop dan layarnya ratakan dengan wajah. Pastikan satu jam sekali break time," tandasnya.
Selain mengisi materi di Masjid Taqwa, Prof Ridha juga memberikan edukasi penggunaan Gadget Sehat kepada masyarakat Medan Area yang berlangsung di Kantor Lurah Kota Matsum III.
(JW/RZD)