Fenomena E Commerce dan Pelaku UMKM, Prof Ridha: Negara Ini Harus Bergerak ke Arah Produsen

Fenomena E Commerce dan Pelaku UMKM, Prof Ridha: Negara Ini Harus Bergerak ke Arah Produsen
Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI) Prof. Dr. dr Ridha Dharmajaya (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Perdagangan melalui E Commerce atau platform digital belakangan ini menjadi peluang baru para afiliator dalam meraih cuan. Namun, ada dampak lain yang terkena imbas akan keberadaannya. Yakni para pelaku UMKM atau pedagang kecil di pasar.

Selain harga yang ditawarkan jauh di bawah harga pasar, prosesnya cukup mudah dan dapat memotong jalur produksi tanpa harus datang ke lokasi penjualan. Fenomena itu pun turut menarik perhatian Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI) Prof. Dr. dr Ridha Dharmajaya.

Sebagai guru besar di Faklutas Kedokteran USU, Prof Ridha memandang E Commerce adalah suatu keniscayaan.

"Bukan barang baru lagi ketika Bezos sukses dengan Amazonnya, diikuti dengan pemain-pemain lainnya. Bahkan pemain di dunia nyata juga membuka perdagangannya di dunia maya," ujar Prof Ridha kepada awak media, Selasa (17/10).

Sementara kehadiran afiliator sebagai suatu profesi yang juga ada di dunia nyata sambung Prof Ridha, mampu memotong tangan-tangan pihak ketiga, di mana konsumen berhadapan langsung dengan produsen, atau paling tidak memotong panjangnya jalur distribusi, adalah sesuatu yang diharapkan dengan E Commerce.

"Yang menjadi masalah, ketika data konsumsi kita diketahui oleh pihak platform E Commerce. Selanjutnya pihak platform tadi menjadi produsen dari barang konsumsi kita tadi. Mereka menjual dengan harga dumping, atau dikenal dengan istilah predator pricing, untuk dapat mematikan produsen lainnya. Selanjutnya mereka akan menguasai pasarnya. Harga akan kembali normal. Ini perangnya!" tutur Prof Ridha.

Untuk itu Prof Ridha menilai, sebagai negara, Indonesia harus bergerak ke arah negara produsen, tidak hanya menjadi negara pasar atau konsumen saja.

"Industrialisasi harus dipacu, digerakkan untuk memperkuat fundamental dari produk yang akan dikonsumsi. Mau tidak mau kita harus kembali meningkatkan produksi dalam negeri, walaupun dengan kebijakan yang tidak populer di mata internasional dengan memberi privilege (keistimewaan) bagi produk-produk dalam negeri," ungkapnya.

Selanjutnya bilang Prof Ridha, dengan membuat aturan yang memastikan pengambilan barang dari platform tersebut harus dari produk lokal.

"Keputusan pemerintah saat ini sudah tepat dengan menutup platform yang tricky (seperti Tik Tok Shop) tersebut. Harapannya ini akan diikuti dengan penguatan produk dalam negeri seperti yang saya sampaikan di atas," sebutnya lagi.

Hanya saja, jika menyangkut sepinya UMKM, pasar-pasar tradisional, pasar Tanah Abang, Prof Ridha tak melihat itu akibat E Commerce tadi.

"Tapi cenderung karena memang daya beli masyarakat kita yang sangat menurun. Ini fakta yang kita lihat di masyarakat. Tentu lebih berharap ada nasi hangat di atas meja, ketimbang baju baru, bukan begitu?" ujarnya.

Pandangan Prof Ridha sejalan dengan apa yang pernah disampaikan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki beberapa waktu lalu.

Dilansir dari sejumlah laman, Teten menilai adanya tuntutan penutupan semua platform perdagangan digital (e-commerce) tidak tepat, dengan alasan sepinya pasar-pasar yang menjual produk dalam negeri seperti Tanah Abang Jakarta, dan ITC Kebon Kalapa Bandung.

"Itu tidak tepat, tapi kita bisa merasakan, itu kan ekspresi kemarahan mereka (pedagang) karena produk-produk UMKM dalam negeri yang dijual, tidak bisa bersaing dengan masuknya barang dari luar jadi bukan soal offline dan online," kata Teten di Gedung Sabuga Bandung, beberapa waktu lalu.

Teten menjelaskan bahwa pedagang di pasar tradisional pun sudah lama berjualan daring di hampir semua channel E Commerce, bahkan sudah ada sekitar 22 juta UMKM yang turun langsung berjualan daring.

"Termasuk mereka melakukan live shopping, tapi bagaimanapun, live shopping tanpa menggunakan influence figure yang banyak followersnya kan enggak ada yang nonton, jadi di online pun kalah bersaing," ucapnya.

Teten mengaku untuk mengatur masalah itu, pemerintah melakukan tiga hal, pertama adalah mengatur platform digital dengan melakukan pemisahan antara e-commerce dan sosial commerce.

Yang kedua, lanjut dia, pemerintah akan mengatur arus barang impor, terutama consumer goods, agar jangan sampai memukul produk dalam negeri.

Dan yang ketiga, pengaturan perdagangan secara daring, dengan tujuan mencegah adanya aksi bakar uang (burning money) yang dilakukan oleh platform untuk memperbesar valuasi bisnis mereka yang disebut Teten merupakan bisnis model yang tidak berkelanjutan (sustain).

"Karena nanti hanya akan ada platform yang dengan kekuatan kapital yang besar, raksasa, dan global yang akan menguasai platform di dunia ini. Enggak boleh juga bakar uang untuk naikin Market Share," ujarnya.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi