Senada dengan Prof Ridha, Pengamat Ekonomi: Indonesia Jangan Cuma Jadi Target Pasar

Senada dengan Prof Ridha, Pengamat Ekonomi: Indonesia Jangan Cuma Jadi Target Pasar
Prof Ridha (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Hadirnya E-Commerce yang sempat menghebohkan karena Indonesia menjadi serbuan barang-barang impor, turut menarik perhatian pengamat ekonomi dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Gunawan Benjamin.

Dirinya menilai, ke depan tantangan yang tak kalah besar yaitu bahwa E-Commerce tetap akan menjadi perusahaan yang akan menjadi pintu masuk konsumen untuk bisa membeli barang-barang impor.

"Kehadiran teknologi dalam sistem perdagangan akan merubah tatanan sosial ekonomi masyarakat. Kalau dulu struktur pasar itu dimulai dari produsen, pedagang besar, distributor, pedagang kecil atau pengecer baru ke konsumen. Namun dengan adanya platform transaksi perdagangan menggunakan smartphone, maka produsen akan bisa secara langsung menjual barangnya ke konsumen," ujar Benjamin kepada awak media, Jumat (20/10).

Rantai pasok yang sebelumnya eksis sambung Benjamin, akan menjadi kurang efektif untuk menjajakan barang dagangan.

"Toko-toko konvensional akan ditinggalkan. Fungsi pusat perbelanjaan tidak akan lagi seperti dahulu. Akan bergeser menjadi tempat nongkrong bagi kebanyakan orang. Sehingga aktifitas transaksi (perdagangan) dengan sendirinya akan bergeser menjadi ruang publik sebagai sarana hiburan," ucapnya lagi.

Dengan kehadiran sosial media, bilang Benjamin, bukan tidak mungkin perusahaan E- Commerce yang menjadi rekanan media tersebut akan dengan mudah menjajakan barang dagangannya lewat platform lain.

"Algoritma yang sebelumnya dikuatirkan akan bersifat monopoli pasar, dan telah dibendung dengan serangkaian regulasi. Bukan berarti algoritma itu akan berakhir di platform social media saja," tutur Benjamin.

"Konsumen yang masuk dalam database media sosial tetap bisa diarahkan untuk menggunakan platform transaksi E-Commerce, yang merupakan bagian dari perusahaan (media) yang sama. Dan yang lebih mengkuatirkan adalah, bahwa sebuah negara yang mampu menghasilkan barang yang kompetitif (murah), akan tetap lebih mudah menjajakan barang dagangannya lewat platform social media maupun E-Commerce yang berasal dari entitas perusahaan di negara tersebut," ujarnya melanjutkan.

Jadi pelaku UMKM maupun produsen barang lokal sebut Benjamin, tetap menghadapi ancaman dengan bentuk globalisasi perdagangan digital.

"Dan lagi-lagi regulasi yang akan dijadikan senjata dalam melindungi pasar domestic dari serbuan barang barang impor. Bentuk proteksi seperti ini juga akan dengan mudah dibalas negara lain dengan regulasi proteksi yang sama. Sehingga mau tidak mau, kita harus bisa membuat industri di tanah air agar kompetitif, agar kita tidak hanya menjadi target pasar," tegasnya.

Sebelumnya Inisiator Gerakan Gadget Sehat Indonesia (GGSI), Prof. Dr. dr Ridha Dharmajaya juga berharap Indonesia harus bisa bergerak ke arah negara produsen, tidak hanya menjadi negara pasar atau konsumen saja. Sebagai guru besar di Faklutas Kedokteran USU, dirinya memandang E-Commerce adalah suatu keniscayaan.

Kehadiran afiliator sebagai suatu profesi yang juga ada di dunia nyata mampu memotong tangan-tangan pihak ketiga, di mana konsumen berhadapan langsung dengan produsen, atau paling tidak memotong panjangnya jalur distribusi, adalah sesuatu yang diharapkan dengan E-Commerce.

"Yang menjadi masalah, ketika data konsumsi kita diketahui oleh pihak platform E Commerce. Selanjutnya pihak platform tadi menjadi produsen dari barang konsumsi kita tadi. Mereka menjual dengan harga dumping, atau dikenal dengan istilah predator pricing, untuk dapat mematikan produsen lainnya. Selanjutnya mereka akan menguasai pasarnya. Harga akan kembali normal. Ini perangnya!" tutur Prof Ridha.

Untuk itu Prof Ridha menilai, sebagai negara, Indonesia harus bergerak ke arah negara produsen, tidak hanya menjadi negara pasar atau konsumen saja.

"Industrialisasi harus dipacu, digerakkan untuk memperkuat fundamental dari produk yang akan dikonsumsi. Mau tidak mau kita harus kembali meningkatkan produksi dalam negeri, walaupun dengan kebijakan yang tidak populer di mata internasional dengan memberi privilege (keistimewaan) bagi produk-produk dalam negeri," ungkapnya mengakhiri.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi