Workshop Jurnalistik dengan tema “Depth News Era Digital” di Grand Antares Hotel, Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan, Sabtu (21/10). (Analisadaily/Reza Perdana)
Analisadaily.com, Medan - Media pemberitaan, baik cetak, radio, televisi, maupun online, penting untuk menerapkan berita mendalam atau indepth news di tengah era digital seperti saat ini.
Hal itu dikatakan Pengajar Jurnalistik, Nurhalim Tanjung, saat menjadi narasumber dalam Workshop Jurnalistik dengan tema “Depth News Era Digital” di Grand Antares Hotel, Jalan Sisingamangaraja, Kota Medan.
Workshop dilaksanakan Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Sumatera Utara (PWI Sumut) kerja sama Serikat Perusahaan Pers (SPS) Cabang Sumut, dalam rangka penguatan jurnalistik.
Dijelaskan Nurhalim, indpeth news penekanannya adalah analisis. Berbeda dengan straight news yang hanya mengandalkan piramida terbalik, kalau indepth news pola penulisannya jam pasir.
“Kita perlu tim, khusus untuk menulis indepth news di media masing-masing,” ucapnya, dihadapan puluhan peserta yang hadir, berasal dari berbagai media pemberitaan.
Bahkan, lanjutnya, indepth news bisa saja menjadi berita di halaman utama. Dan berita-berita di halaman utama juga bisa dijadikan indepth news untuk terus diperdalam.
“Penekanannya juga, di media perlu adanya sumber daya manusia yang mumpuni untuk mengerjakannya. Perlu juga rubrik untuk mendorong wartawan menulis indepth news, sehingga berita media tidak melulu straight news,” sebutnya.
Menurut Nurhalim, agar seorang jurnalis bisa menulis indepth news dengan baik, harus menguasai tekniknya, dan harus dipraktikkan. Mengutip kata-kata Mohammad Said, pendiri Surat Kabar Harian Waspada, “Kalau kau mau jadi penulis yang baik, maka menulislah. Percuma kalau tidak.”
Nurhalim juga mengatakan, saat ini juka melihat seorang jurnalis menulis berita cepat, itu karena konsumen atau masyarakat menginginkan berita-berita atau informasi-informasi yang cepat.
“Saat ini sangat banyak orang memproduksi berita. Apalagi di era digitalisasi, sangat banyak juga orang-orang mengetik berita di gadget dan menerbitkannya di media-media online, lalu di-share ke media sosial,” sebutnya.
“Tantangan seperti ini harus kita hadapi. Karena, banyak juga berita hoaks, fake news, dan ini harus kita hadapi. Kalau kita menuliskan berita indepth news, maka kita bisa jadi penjernih,” sambungnya.
Ditegaskan Nurhalim, jika media memperbanyak indepth news, maka menjadikan media-media semakin berkualitas. Apalagi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) seperti ini, banyak berita hoaks berseliweran. Peran jurnalis untuk menulis indepth news akan sangat penting, supaya informasi bisa disterilkan melalui tulisan indepth news.
“Saran saya, media-media pemberitaan harus mulai membuat rubrik indpeth news, harus ada halaman-halaman yang disiapkan,” ujarnya.
Wartawan Harus Paham Posisi di Tengah Era Digitalisasi
Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengajak para peserta untuk mencoba mendekati masalah pemberitaan dari sisi lain. Wartawan harus memahami posisinya di tengah era digitalisasi.
Sebab, ucapnya, teknologi memengaruhi lini kehidupan. Media massa, jurnalisme, juga demikian. Ada manfaat dan dampak yang disebut disrupsi digital.
“Kita selalu berpikir, Google, Meta, Yahoo, YouTube, dan lain-lain kuat, dan media massa lemah. Tapi, kalau ditelaah mendalam, mereka punya kelemahan, yaitu bagaimana mereka bekerja sepenuhnya diserahkan ke mesin,” ungkapnya.
Agus meyakini, platform punya kelemahan, yaitu iklan yang masuk tidak bisa menentukan target yang baik. Konten-konten negatif tidak bisa disortir. Pertanyannya, setelah mengetahui kelemahan platform, apakah media massa diarahkan menjadi sesuatu yang berbeda atau sama saja?
“Kalau di medsos, hoaks dan konten-konten negatif banyak, sayangnya di Indonesia banyak media massa mengikuti medsos. Karena, media online ikut-ikutan algoritma medsos, sehingga jadi clickbait,” bebernya.
“Kalau seperti itu, apakah pengiklan suka dengan model-model begitu. Ingat, pengiklan semakin kritis. Hari ini media massa sami mawon dengan medsos, dalam hal menyakikan informasi serba instan, serba banyak, serba cepat,” lanjutnya.
Dikatakan Agus, platform sebenarnya teman dan musuh. Mereka teman karena menyajikan apa yang dibutuhkan, dan musuh karena porsi iklan diambil mereka.
“Kita harus menjadi media yang baik dari medsos. Sajikan informasi yang baik, dan jurnalisme yang juga baik. Karena, kalau kita mau meraih perhatian iklan, mereka membutuhkan konten yang baik,” paparnya.
Digital Memengaruhi Media Cetak
Ketua Umum SPS Pusat, Januar P. Ruswita menuturkan, 10 tahun terakhir disrupsi menghinggapi semua. Ini berasal dari perkembangan teknologi digital. Media ikut berdampak, sehingga banyak yang dari cetak bertransformasi ke digital.
“Sekarang kita mengenal media baru, daring, portal berita, jumlahnya sangat luar biasa. Lalu ada juga platform medsos yang juga berbagai jenis,” ujarnya.
Januar juga menjelaskan bagaimana digital memengaruhi media cetak, sehingga menjadikan media cetak harus bertahan. Strategi yang biasa dilakukan, adalah mengembangkan platform, bisnis, dan redaksional.
“Masuk ke ekosistem digital. Harus mengambil pasar generasi baru, karena generasi lama masih baca cetak. Saat ini, populasi didominasi generasi baru, milenial, y, dan z, dan lain-lain,” ucapnya.
Diakui Januar, sebagian besar media cetak sudah banyak juga yang memiliki media online. Juga sudah banyak yang punya platform medsos. Maka, pengembangan bisnis media cetak harus terus dilakukan.
“Brand media cetak sangat kuat, caranya terus berinovasi dan berkreasi. Kolaborasi dengan berbagai pihak, pemerintah, anak-anak muda. Saya suka kerja sama dengan anak-anak muda. Mereka out of the box, terkadang nyeleneh, tapi betul-betul bermanfaat dan bagus,” pungkasnya.
(RZD/RZD)