Ilustrasi Fenomena Penurunan Attention Span. (Analisadaily/Istimewa)
Oleh: Boy Chandra Nababan dan Prof. Dr. Elisabet Siahaan, M.Ec.*
MEDIA sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari serta membawa perubahan besar terhadap cara manusia berkomunikasi. Akses mudah terhadap informasi dan interaksi antar individu melalui platform digital seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan TikTok telah menyebabkan perubahan dalam pola komunikasi hingga menciptakan berbagai tren baru. Salah satu efek yang perlu diperhatikan adalah fenomena penurunan
attention span atau rentang perhatian.
Attention span merujuk pada kemampuan seseorang untuk tetap fokus pada satu aktivitas tanpa terganggu oleh rangsangan dan gangguan dari luar. Memiliki kemampuan
Attention span ini sangat krusial dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam proses belajar, bekerja, dan berinteraksi dengan orang lain. Memiliki
attention span yang baik memungkinkan seseorang untuk menyelesaikan tugas dengan lebih efektif dan efisien, serta memahami informasi secara lebih mendalam.
Attention span manusia bergantung pada tujuan penggunaannya, serta dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kelaparan, kebisingan, dan tekanan emosional. Anak-anak umumnya memiliki rentang perhatian sekitar 2-3 menit per tahun usia mereka. Sebagai contoh, remaja berusia 14 tahun biasanya memiliki rentang perhatian antara 28-42 menit, sedangkan remaja berusia 16 tahun memiliki rentang perhatian sekitar 32-48 menit. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hollander pada 2023, rentang perhatian manusia saat ini telah berkurang sebesar 25% dibandingkan dengan 15 tahun yang lalu.
Bagaimana Media Sosial Mempengaruhi Attention Span?
Karakteristik konten yang sering ditemui di media sosial meliputi video berdurasi pendek, memberikan cerita, visual yang jelas,
subtitles, video vertikal,
hashtag, serta
call-to-action. Gaya komunikasi di media sosial yang singkat, cepat, dan penuh visual membuat otak terbiasa dengan rangsangan singkat dan cepat berpindah dari satu informasi ke informasi lain. Hal ini bisa mengurangi kemampuan seseorang untuk fokus dan membuat lebih sulit berkonsentrasi pada satu hal untuk waktu yang lama. Paparan informasi secara berlebihan dan terus-menerus dari media sosial juga dapat meningkatkan tingkat kecemasan dan mengganggu fokus. Pengguna cenderung terjebak dalam siklus obsesi untuk selalu memeriksa notifikasi dan
update terbaru, membuat sulit untuk fokus pada hal-hal lain.
Media sosial memicu komunikasi yang cepat dengan memanfaatkan kata-kata singkat, akronim, serta emoji. Pola komunikasi semacam ini umumnya didorong oleh keterbatasan karakter dan kebutuhan untuk merespons informasi secara instan. Penggunaan konten visual seperti gambar, video, dan GIF makin meraih popularitas karena dianggap lebih menarik dan mudah dipahami daripada teks tulisan. Selain itu, interaksi melalui
like,
share, dan komentar turut menjadi elemen penting dalam mengembangkan percakapan di platform tersebut. Fenomena ini memicu para pengguna terbiasa dengan konten yang terus berubah dengan cepat.
Di platform media sosial, pengguna juga dapat menjalankan berbagai aktivitas secara simultan, seperti membaca pesan, mengakses berita, atau menonton video, semuanya dalam satu tempat. Komunikasi di sini juga tidak mengikat waktu, sehingga memungkinkan pengguna untuk merespons pesan kapan pun mereka mau. Berpindah-pindah antara aktivitas sering kali mengurangi efektivitas kerja dan mengganggu konsentrasi. Fenomena lain berupa rasa takut ketinggalan atau FOMO (
Fear of Missing Out) dari informasi dan tren terbaru di media sosial dapat menimbulkan stres dan mengganggu. Pengguna cenderung terus memeriksa notifikasi dan pembaruan terkini, sehingga sulit untuk sepenuhnya fokus pada hal lain.
Dampak Penurunan Attention Span
Ketika seseorang memiliki perhatian yang singkat, mereka cenderung kesulitan dalam memusatkan perhatian pada suatu tugas dalam waktu yang lama tanpa terganggu. Hal ini bisa mengurangi minat seseorang untuk menggali lebih dalam pada suatu topik, yang pada akhirnya menghambat kemampuannyaa dalam berpikir secara kritis dan memahami materi yang kompleks dengan baik.
Kurangnya kemampuan untuk fokus bisa menghambat efisiensi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari urusan pekerjaan, belajar, sampai aktivitas sehari-hari. Ketika sulit untuk fokus pada materi pembelajaran, penyerapan informasi pun terganggu. Selain itu, paparan berlebihan informasi dan FOMO bisa menimbulkan kecemasan, depresi, dan stres. Ketika seseorang kesulitan memusatkan perhatian saat berkomunikasi, hal ini bisa memunculkan kesalahpahaman dan konflik dalam hubungan interpersonal.
Upaya Mengatasi Fenomena Penurunan Attention Span
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menangani fenomena penurunan
attention span adalah dengan mengendalikan penggunaan media sosial, perbanyak membaca dan mendengar konten berdurasi Panjang, jadi pendengar aktif, mengatur waktu aksesnya, dan menghindari
scrolling timeline secara berlebihan, focus pada satu tugas dan hindari muktitasking. Selain itu, meningkatkan
mindfulness melalui praktik meditasi dan fokus dapat membantu memperbaiki konsentrasi. Penting juga untuk menetapkan prioritas dalam tugas-tugas kita, fokus pada yang paling penting, dan menghindari distraksi.
Pola komunikasi media sosial kekinian dan fenomena penurunan
attention span adalah dua hal yang sangat berkaitan. Meskipun media sosial memberikan kita kemudahan akses informasi dan kesempatan untuk berinteraksi, ada sisi lainnya di mana hal ini bisa berdampak buruk terhadap fokus dan kesehatan mental kita. Untuk mengatasi masalah ini, perlu mengambil pendekatan yang menyeluruh, baik dari segi individu maupun platform media sosial itu sendiri. Dengan lebih memperhatikan dan menggunakan strategi yang tepat, kita bisa mendapatkan manfaat maksimal dari media sosial tanpa harus terjerat dengan dampak negatifnya.
*Penulis adalah mahasiswa dan dosen S2 Ilmu Manajemen FEB USU(BR)