Bacakan Pledoi, Aris Yudhariansyah Akui Tidak Pernah Terima Rp700 Juta

Bacakan Pledoi, Aris Yudhariansyah Akui Tidak Pernah Terima Rp700 Juta
Aris Yudhariansyah saat membacakan pledoi (Analisa/istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Persidangan soal dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri Covid-19 di Dinas Kesehatan Sumatera Utara Tahun Anggaran 2020 dilanjutkan dengan agenda pembacaan pledoi oleh terdakwa Aris Yudhariansyah dan kuasa hukumnya pada Kamis, (27/2/2025) malam.

Aris Yudhariansyah menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima uang hasil korupsi seperti tuduhan JPU sebesar Rp700 juta pada sidang tuntutan sebelumnya.

"Saya tidak pernah menikmati uang tersebut, apalagi memberikannya kepada keluarga saya. Tuduhan ini sangat berat bagi saya, terlebih lagi kepada istri saya tercinta. Bagaimana saya dapat menjelaskan uang yang seharusnya tidak pernah ada pada saya?" tuturnya.

Diakuinya telah mengalami dan merasakan langsung bagaimana proses penegakan hukum, dari tahap penyelidikan hingga penuntutan, dalam perkara ini. Sebagai seseorang yang juga memiliki pengetahuan hukum, ia sangat kecewa dengan proses yang terjadi. Perasaan ini semakin mendalam ketika ia membaca tuntutan JPU yang tidak mencerminkan fakta-fakta selama persidangan.

"Saya menyadari bahwa jaksa, polisi, pengacara, dan hakim adalah penegak hukum yang seharusnya memfokuskan tugas dan tanggungjawab mereka untuk menegakkan hukum dengan cara yang benar dan tidak tendensius. Namun, jika jaksa sudah bersikap tendensius, bagaimana kami, sebagai pihak yang terlibat, bisa berharap hukum ditegakkan dengan adil?" ungkap dia.

Tuduhan menerima uang Rp700 juta kepadanya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menurutnya jelas merupakan fitnah. Tuduhan ini tidak didasarkan pada bukti yang sah dan relevan.

"Tidak ada bukti yang dapat membuktikan saya menerima uang tersebut. Saya sangat menyesalkan kenyataan bahwa keterangan saksi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan—seperti keterangan saksi David yang tidak didukung bukti lain—dijadikan sebagai dasar untuk menuduh saya menerima aliran dana yang tidak pernah saya terima," papar mantan sekretaris Dinkes Sumut ini.

"Tuduhan ini bahkan lebih dipaksakan lagi dengan menganggap keterangan saksi sebagai bukti petunjuk, yang dalam hukum harus disertai dengan bukti lain untuk menjadi sah. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip pembuktian yang berlaku dalam hukum kita, sebagaimana diatur dalam Pasal 183 KUHAP, yang menyatakan bahwa untuk membuktikan seseorang bersalah, harus ada minimal dua alat bukti yang sah, relevan, dan saling mendukung.

Saya memohon agar Majelis Hakim dapat melihat perkara ini dengan objektif dan memperhatikan hak saya untuk didengar dan dipertimbangkan dalam proses hukum ini. Saya hanya ingin memperoleh keadilan dan kebenaran yang sebenarnya," sambung dr Aris.

Sebelumnya dalam tuntutan yang dibacakan pada 13 Februari 2025, JPU menuntut terdakwa Aris Yudhariansyah dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp500 juta, dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, JPU juga menuntut agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp700 juta. Jika tidak membayar, harta benda terdakwa akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Namun, dalam pledoi ini, tim kuasa hukum dengan tegas menolak tuntutan tersebut dan menyatakan bahwa berdasarkan bukti yang ada, dakwaan terhadap Aris Yudhariansyah tidak terbukti. Mereka berharap Majelis Hakim dapat mengambil keputusan yang adil dan memulihkan hak-hak terdakwa.

Sidang dipimpin Hakim Ketua, Sarma Siregar bersama Hakim Anggota, Cipto Hosari Nababan dan Bernard Panjaitan, serta Erick Sarumaha selaku JPU.

Sidang akan dilanjutkan dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh Majelis Hakim yang akan memutuskan nasib terdakwa dalam waktu dekat.

Baca Juga

Rekomendasi