Pemuda Lintas Agama Sumut Desak Kapolri Copot Kapoldasu (Analisadaily/istimewa)
Anakisadaily.com, Medan - Sejumlah organisasi pemuda lintas agama di Sumatera Utara mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mencopot Kapolda Sumut. Desakan ini muncul dalam sebuah dialog kecil yang diadakan di Medan Baru, yang dihadiri oleh Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Sumut M. Syarif, Ketua DPD GAMKI Sumut Swangro Lumbanbatu, dan Ketua Pemuda Katolik Sumut Parulian Silalahi.
Dalam pertemuan tersebut, para pemuda lintas agama menyoroti meningkatnya angka kriminalitas, peredaran narkoba yang semakin meluas, serta dugaan ketidaktransparanan dalam penanganan kasus hukum di Sumatera Utara. Mereka menilai Kapolda Sumut gagal membawa perubahan positif selama menjabat.
Swangro Lumbanbatu menyoroti kasus kematian Pandu Brata Siregar di Asahan, yang diduga akibat kekerasan oleh anggota Polri. Ia menilai bahwa tidak ada tindakan tegas dari Kapolda terhadap kasus ini.
"Kapolda Sumatera Utara harus adil dan berdiri untuk semua golongan. Namun, dalam kasus ini, terlihat ada pembiaran," ujar Swangro.
Selain itu, Parulian Silalahi mengkritik pernyataan Kapolda terkait kasus pidana di Bank Sumut, yang dinilai tidak pantas.
"Masa beliau berkata 'tak boleh seorang pun intervensi perkara ini, akan kita sikat.' Ada apa dengan Pak Kapolda ini?" ujarnya.
Parulian juga menilai Kapolda Sumut tidak menunjukkan prestasi selama bertugas, malah menghadirkan berbagai persoalan internal yang mencoreng citra kepolisian. Ia menyoroti kasus kriminalisasi terhadap anggota polisi bernama RS, yang dipindahkan ke Jakarta dengan alasan yang tidak jelas.
Senada dengan itu, Ketua PW Pemuda Muhammadiyah Sumut, Syarif Lubis, menilai langkah-langkah Kapolda dalam pemberantasan narkoba hanya bersifat pencitraan.
"Menangkap pengguna narkoba tidak akan menyelesaikan persoalan jika bandar besarnya tidak disentuh. Bahkan, ada pengakuan dari Endar Muda Siregar di Labuhanbatu yang mengaku menyetor uang ke sejumlah jajaran kepolisian. Namun, Polda Sumut justru mengklaim bahwa pengakuan ini tidak dapat dibuktikan," ujar Syarif.
(NAI/NAI)