Analisdaily.com, Medan, Di tengah derasnya arus tantangan era digital, ketika Generasi Alpha kerap menghadapi tekanan akademik, kelelahan akibat paparan gawai, dan kesulitan mengelola emosi, Kelompok 20 Mata Kuliah Wajib Kurikulum (MKWK) Kehidupan Sehat dan Sejahtera Universitas Sumatera Utara (USU) hadir membawa angin segar.
Melalui program bertajuk “Awareness & Action: Membangun Kesadaran Karakter dan Etika Generasi Alpha terhadap Orang Tua melalui Pojok Ekspresi dan Relaksasi”, mahasiswa USU berhasil menyentuh hati 95 siswa SMP Swasta Santa Lusia Sei Rotan.
Kegiatan yang berlangsung pada Jumat, 7 November 2025 lalu, tidak hanya menjadi agenda edukatif, tetapi juga ruang aman tempat para remaja dapat mengekspresikan diri, memahami etika, dan memperkuat hubungan dengan orang tua. Program ini sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya peningkatan kesehatan mental, pendidikan berkualitas, serta pengurangan ketimpangan sosial.
Fasilitator program, Dra. Nikmah Marpaung, MA dalam keterangan persnya, Rabu (3/12/2025) di Medan menyampaikan bahwa topik yang diangkat sangat relevan dengan kondisi remaja saat ini.
“Siswa kelas IX ini tumbuh sebagai Generasi Alpha dan Z. Mereka perlu ruang untuk memahami bahwa smartphone dan media sosial bukan satu-satunya bekal untuk sukses. Kemampuan bersosialisasi, kesiapan mental, dan etika juga sama pentingnya,” ujarnya.
Tim mahasiswa yang terdiri dari berbagai fakultas—mulai dari Pertanian, Hukum, Teknik, Ekonomi hingga Ilmu Sosial—mengawali kegiatan dengan mengenalkan konsep dasar etika dalam kehidupan sehari-hari, seperti kesantunan berbahasa, rasa hormat, tanggung jawab, serta penghargaan terhadap orangtua.
Kegiatan ini menjadi istimewa karena menghadirkan Pojok Ekspresi—zona aman bagi siswa untuk menyampaikan perasaan dan aspirasi tanpa takut dihakimi. “Ini bukan sekadar ruang bicara, tetapi tempat di mana suara setiap individu dihargai,” tutur mentor program Dyna Farica.
Siswa terlihat antusias mengikuti beragam aktivitas, mulai dari permainan tebak gaya, kuis tematik, hingga diskusi kelompok. Dalam sesi diskusi, banyak siswa berbagi kisah tentang kesulitan berkomunikasi dengan orang tua, terutama terkait penggunaan gadget dan tugas sekolah.
Seorang siswa laki-laki dengan jujur mengungkapkan: “Saya sering marah kalau ayah melarang main game. Sekarang saya tahu caranya bicara baik-baik dan jelasin alasannya.”
Pada bagian paling emosional, siswa diajak menulis jurnal, menggambar simbol perasaan, dan berbicara dalam kelompok kecil. Banyak yang akhirnya berani mengakui hal-hal yang selama ini mereka pendam.
Seorang siswi bercerita: “Lewat gambar, saya bisa bilang kalau saya stres karena ujian. Teman-teman mendengarkan dan tidak menertawakan. Saya lega.”
Efektivitas kegiatan diukur melalui pretest dan posttest, yang dianalisis secara statistik oleh tim mahasiswa. Hasilnya mengejutkan sekaligus membanggakan: Skor pemahaman etika & kontrol emosi meningkat dari 50/100 menjadi 90/100.
Koordinator lapangan, Amsal Maharaja P. Panjaitan, menyatakan bahwa hasil ini membuktikan pendekatan kreatif mampu menembus hambatan psikologis siswa. “Mereka tidak hanya belajar secara kognitif, tetapi juga menunjukkan perubahan sikap—lebih sopan, lebih tenang, dan lebih menghargai orang tua,” sebutnya.
Guru dan pihak sekolah mengapresiasi penuh kegiatan ini dan berharap dapat menjadi model nasional. “Kami sangat terkesan. Pojok Ekspresi membantu siswa lebih komunikatif, peduli, dan siap menghadapi tantangan zaman. Kegiatan seperti ini harus direplikasi di sekolah lain,” ungkap seorang guru senior SMP Santa Lusia.
Program ini memberikan dampak multidimensi. Bagi siswa untuk meningkatkan kontrol emosi. Menumbuhkan keberanian mengekspresikan diri. Menguatkan etika dan sikap hormat terhadap orang tua dan guru
Bagi sekolah dapat menjadi inovasi pendidikan karakter. Dapat diintegrasikan ke kurikulum literasi dan kesehatan mental. Sementara bagi mahasiswa USU dapat melatih kepemimpinan, komunikasi, dan keterlibatan sosial.
Dengan dokumentasi lengkap berupa foto, video, dan laporan lapangan, program ini berhasil menciptakan pengalaman transformasional bagi semua pihak. Respon positif para siswa—yang menyebut kegiatan ini “menyenangkan, bermanfaat, dan membuka wawasan”—menjadi bukti kuat bahwa pendidikan karakter berbasis kreativitas dan interaksi sosial sangat dibutuhkan di era digital.
Inisiatif Kelompok 20 USU ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain di Indonesia, sebagai langkah konkrit mencetak Generasi Alpha yang sehat, sejahtera, beretika, dan siap menghadapi dunia modern tanpa kehilangan jati diri.
Kelompok mahasiswa yang terdiri dari 20 anggota ini, dengan latar belakang yang beragam, bukan hanya pelaksana program, tetapi juga penerima manfaat pengalaman berharga. Mereka belajar keterampilan keterlibatan masyarakat, merancang program sosial berbasis pendidikan, dan merefleksikan teori akademik dengan praktik lapangan yang nyata.
Anggota kelompok lainnya uakni Fadhil Muhammad Risyad, Lupita Timothy Simangunsong, Arga Valentinus Matondang, Winanda Fitri Br Ginting , Raushan Simamora, Talitha Salsabila, Tasya Ryantina Harahap, Aurelia Hadassah, Aqillah Rianti Assyfa Pasaribu, Sintia Amanda Br Barus, Magdalena Alprayani Br Tarigan, David Christian Marbun, Cecilia Maharani, Febby Wulan Dari, Evi Arnisah Siregar, Allya Azzahra, Dhayu Datin Kamila, Daradira Vonna , dan Nur Iman Izzati Binti Mahadir.
(NAI/NAI)










