DPRD Palas Temukan Kejanggalan Proyek Dek Penahan Tebing

DPRD Palas Temukan Kejanggalan Proyek Dek Penahan Tebing
Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Padanglawas meninjau dek penahan tebing sungai galanggang yang roboh, Sabtu (1/2). (Analisadaily/Atas Siregar)

Analisadaily.com, Padanglawas - Robohnya bangunan rehabilitasi rekonstruksi dek penahan tebing bantaran sungai galanggang Kecamatan Barumun tahun 2018, senilai Rp 3.4 milyar mendapat tanggapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Padanglawas.

Pasalnya, proyek yang dikerjakan PT Asa Cipta Sarana ini, saat dikunjungi Komisi C Sabtu (1/2), terdapat kejanggalan, termasuk alat bangunan yang digunakan tidak sesuai postur bangunan.

"Secara kasat mata saja, kalau kita perhatikan besi yang digunakan tidak pas, tidak seimbang dengan postur bangunan yang cukup berat," kata Wakil Ketua Komisi C DPRD Padanglawas, Raja P Nasution.

Ia mengungkapkan, fungsi dek penahan itu mestinya bisa menahan gelombang pasang surut air. Namun, dilihat lebih detail konstruksi bangunan, jangankan untuk menahan tebing dan debit air, untuk menanggung beban bangunan yang ada saja, dikhawatirkan tidak akan mampu.

"Jadi kita heran bagaimana dulu konsultan perencanaan proyek ini, kok bisa seperti ini, juga pengawasannya," tambah Raja, yang juga politisi dari Partai Persatuan Pembangunan.

Raja mengaku khawatir, jika tidak segera diperbaiki dek penahan sungai gelanggang, bisa memakan korban karena biasa digunakan anak-anak untuk bermain dan mandi.

“Baiknya jangan sampai memakan korban, baru diperbaiki," pintanya.

Ike Taken Hasibuan, juga Anggota komisi C Palas, menyayangkan kondisi dek penahan tebing sungai galanggang itu. Menurutnya, secara teknis ada beberapa hal yang mestinya dilakukan pada konstruksi.

Misalnya, pada bagian belakang turap diurug dengan material urugan. Sehingga beban horizontal dari arus air tidak murni hanya diterima oleh konstruksi turap. Selain itu pada umumnya konstruksinya dibuat miring keluar, bukan tegak lurus dengan permukaan tanah.

"Dari fisik bangunannya saja, khususnya, terhadap penulangan/pembesiannya, saya jadi bertanya. Jangan-jangan konsultan perencana tidak menghitung beban yang akan diterima konstruksi. Atau mungkin ada spek yang dilanggar pada saat pelaksanaan," ujar Ike.

Sebelumnya, Salvator Sitorus, selaku PPK Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Palas mengatakan, sesuai Peraturan Menteri PU, untuk ukuran bangunan dek penahan harus mampu bertahan 10 tahun pasca selesainya bangunan dikerjakan.

"Iya memang itu aturannya, untuk kategori bangunan dek penahan tebing itu umur bangunannya 10 tahun, setelah selesai 10 tahun, bukan lagi tanggungjawab rekanan yang mengerjakannya," kata Salvator.

Salvator mengungkapkan, dalam perjanjian kontrak antara rekanan selaku pelaksana proyek dengan pemerintah juga ditulis, ketahanan bangunan atau umur bangunan selama 10 tahun.

"Itu jelas diatur dalam Peraturan Menteri PU, tapi saya sudah lupa pasalnya," tuturnya.

Memang tidak semua jenis bangunan konstruksi yang diatur masa ketahanannya. Tapi ada bebera jenis konstruksi yang sangat jelas untuk umur bangunannya. Seperti ukuran jembatan, umur bangunannya selama 25 tahun, dek penahan tebing 10 tahun begitu juga jalan.

"Memang masa jaminan pemeliharaan selama enam bulan. Tapi pemeliharaan itu kan hanya duitnya yang ditahan sekian persen di bank. Tapi jika ada kerusakan selama 10 tahun, itu masih menjadi tanggungjawab kontraktornya," tegas Salvator.

Terkait masalah pondasi, lanjut Salvator, kedalamannya 2.6 meter dari dasar air.

(ATS/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi