Mengangkat Ketokohan Sanusi Pane

Mengangkat Ketokohan Sanusi Pane
Kepala Balai Bahasa Sumut, Maryanto, memberikan keterangan usai seminar nasional 'Bahasa dan Sepeda Bangsa' bertema 'Dari Barus ke Barus: Pemusatan Kebudayaan Melayu di Sumatera Utara Menangkal Gelombang ‘Tsunami’ Kebahasaan. (Analisadaily/Reza Perdana)

Analisadaily.com, Medan – Balai Besar Sumatera Utara menggelar seminar nasional 'Bahasa dan Sepeda Bangsa' bertema 'Dari Barus ke Barus: Pemusatan Kebudayaan Melayu di Sumatera Utara Menangkal Gelombang ‘Tsunami’ Kebahasaan.

Pesan utama yang disampaikan dalam seminar tersebut, yaitu menyambungkan mata rantai kebahasaan yang terputus, dan mengangkat ketokohan Sanusi Pane.

Kepala Balai Bahasa Sumatera Utara, Maryanto mengatakan, masih jarang terdengar nama putra asli daerah Sumut, Sanusi Pane, sebagai penggerak kelahiran Bahasa Indonesia pada tahun 1926 ketika Kongres Pemuda Indonesia Pertama berlangsung.

Pada saat berlangsungnya kongres, Sanusi Pane hadir mengatasi kebuntuan dalam perdebatan sengit dengan Muhammad Yamin, yang pada saat itu ‘naik pitam’ karena isi pidatonya tidak disepakati secara utuh dua mitra perjuangannya.

“Saat itu, Mohammad Tabrani yang sepakat dengan Sanusi Pane, mengatakan kalau belum ada Bahasa Indonesia, harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama,” kata Maryanto di Medan, Kamis (20/2).

Ketokohan Sanusi tidak hanya dalam gerakan melahirkan Bahasa Indonesia untuk mempersatukan Bangsa Indonesia, tetapi juga gerakan mendirikan lembaga kebahasaan yang pada tahun 1983 dinamakan Institut Bahasa Indonesia.

“Gagasan kelembagaan itu sekarang salah satunya berwujud unit kerja Balai Bahasa Sumut sebagai UPT Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,” terangnya.

Selain itu, seminar nasional ini secara umum bertujuan membahas eksitensi bahasa persatuan Indonesia dan kelembagaannya atas prakarsa tokoh Sumut terhadap konstelasi geopolitik bahasa di kawasan Nusantara.

“Gerakan supranasiona dengan isu kemelayuan sudah sangat gencar agar kawasan ini terbentuk secara linguistis homogen, Padahal, UNESCO di PBB sejak 2000 menggiatkan promosi keberagaman, dalam hal bahasa dan budaya manusia,” terangnya.

(RZD/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi