Kisah Dedi Iskandar Batubara yang Mengharukan: Tak Malu Jualan Kue, Sedih Kalau Ada yang "Nembak"

Kisah Dedi Iskandar Batubara yang Mengharukan: Tak Malu Jualan Kue, Sedih Kalau Ada yang
Dedi Iskandar Batubara. (Analisadaily/Bambang Riyanto)

SIAPA sangka masa kecil Dedi Iskandar Batubara (DIB), anggota DPD RI asal Sumatera Utara dua periode itu penuh liku. Ia harus rela menyisihkan waktu bermainnya demi membantu ekonomi keluarga dengan berjualan kue.

Segala perjuangan itu selalu menjadi pengingat baginya dalam melangkah. Dan tanpa sadar, hasil dari kerja keras dan ketekunannya telah mengantarkannya ke parlemen. Padahal jauh di masa silam, Dedi 'kecil' punya kisah yang mengharukan.

Dulu ada tetangga sebelah rumahnya yang membuat kue jajanan untuk dijual keliling. DIB pun menjualnya dengan harapan dapat uang jajan lebih.

“Bahagia sekali jika ada yang memanggil ‘kue’," kenang pria kelahiran 1978 ini.

Tapi ada kalanya, sudah lelah menjajakan kue, tapi kuenya tak habis. Belum lagi, kalau ada yang 'nembak' alias tidak bayar.

"Jika ada abang-abang yang memanggil, lalu memakan kuenya dan 'nembak' sungguh sangat menyedihkan," kenangnya penuh haru.

"Tapi saya memilih untuk tidak melawan," imbuh pria berewokan ini.

Biasanya, DIB kecil berjualan kue di kawasan Jalan Bromo, Jalan Pancasila, Jalan Rawa Cangkuk, Jalan Denai, dan sekitar Kecamatan Medan Denai.

Dia sudah melakoninya sejak SD setiap pulang sekolah.

Walaupun sering berjumpa dengan kawan-kawan sekolah, namun ia tak malu. Sebab, apa yang ia lakukan adalah pekerjaan baik.

Dedi 'kecil' dikenal tak pernah berkelahi dengan teman-teman sekolahnya, tapi teman yang sangat kompak juga tidak ada. Sebab ia lebih sering belajar dan berjualan kue, sehingga mengurangi waktu bermainnya.

Adapun kenakalan remaja yang pernah dilakukannya, mencoba-coba merokok. “Waktu itu, masih di pesantren (madrasah tsanawiyah) saya sudah belajar merokok dan tempat favorit di atap kamar santri,” ungkap senator asal Sumut ini sambil tersenyum.

Sejak di pesantren pula, dia sudah mulai tertarik dengan lawan jenis. Waktu itu, eranya pakai surat menyurat dengan kertas yang berwarna warni dan wangi.

Satu kali, dia tertangkap basah oleh ustaz sedang berbicara dengan santri perempuan.

“Akhirnya saya masuk ke ruang sidang dan dihukum," ujar bapak dari tiga anak ini.

Dalam keluarga, Dedi merupakan anak yang patuh. Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, ia selalu membantu orang tuanya dan tak jarang mengajari adik-adiknya belajar.

Ayahnya seorang tukang kayu yang mengambil upahan. Sedangkan ibunya siang malam cari uang untuk biaya sekolah Dedi. “Kadang membuat keripik yang diletakkan di warung-warung atau 'mencatur' tilam,” ucapnya dengan mata yang berbinar.

Latar belakang keluarganya bisa disebut miskin. Setiap pembagian zakat fitrah, mereka selalu dapat sebagai penerima zakat.

Dengan saudara kandung, dia selalu kompak.

“Apalagi kalau sedang bermain kelereng. Kalau saya kalah, adikku akan membela dan membantu 'mati-matian'," cetusnya.

Waktu di pesantren, dia sudah membayangkan akan jadi anggota parlemen. Keinginannya menyala-nyala karena setiap melihat sidang MPR di televisi, presiden selalu datang ke lembaga DPR/MPR.

"Sempat terbersit di hatiku, satu waktu nanti saya akan ikut bersidang di gedung itu,” katanya. Impiannya pun kini terkabul.

Berita kiriman dari: Iqbal Nasution

Baca Juga

Rekomendasi