Suharso Monoarfa: PPP Harus Jadi Tempat Pendidikan Politik

Suharso Monoarfa: PPP Harus Jadi Tempat Pendidikan Politik
Plt. Ketua Umum DPP DPP, Suharso Monoarfa didampingi Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah menghadiri Mukerwil DPW PPP Aceh di Hotel Kryad Muraya Banda Aceh, Sabtu (13/3) (Analisadaily/Muhammad Saman)

Analisadaily.com, Banda Aceh - Plt. Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (DPP), Suharso Monoarfa menegaskan, PPP merupakan partai yang punya ideologis dan kehadirannya bukan hanya sebatas menyongsong Pemilihan Umum (Pemilu) semata.

Suharso berharap PPP menjadi partai yang bisa dijadikan tempat melakukan proses pendidikan politik. Apalagi tahun 2024 diyakini akan menjadi masa yang paling sensitif bagi republik ini.

Tahun tersebut diprediksi sebagai titik potong generasi dari generasi reformasi berhadapan dengan generasi milenial. Untuk itu, pendidikan politik dia anggap sangat penting.

"Kita belum bisa meramalkan wajah politik kita akan seperti apa," ujar Suharso Monoarfa saat membuka Musyawarah Kerja Wilayah (Mukerwil) DPW PPP Provinsi Aceh di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Sabtu (14/3).

Mukerwil yang diikuti oleh pengurus wilayah, pengurus kabupaten/kota, dan seluruh anggota legislatif PPP se-Aceh, akan berlangsung hingga 15 Maret 2020. Acara ini juga diisi dengan bimbingan teknis (bimtek) bagi anggota legislatif (DPRD kabupaten/kota, DPRD Aceh dan DPR RI asal Aceh) dari PPP.

Turut hadir Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, Anggota DPR RI dari Fraksi PPP, Anwar Idris dan Illiza Sa'aduddin Djamal, Ketua DPP PPP Rusli Efendi, Ketua DPW PPP Sumatera Utara, Yulizar Parlagutan Lubis, Bupati Aceh Tamiang, Wakil Bupati Pidie, serta pimpinan beberapa partai politik di Aceh.

Suharso Monoarfa menyarankan Mukerwil PPP Aceh bisa mengembangkan gagasan untuk peningkatan kapasitas partai dan pendidikan politik. Terutama dalam mendesain lahirnya kader-kader ideologis yang akan duduk di parlemen.

Karena, menurutnya, sejauh ini, proses rekrutmen politik bentuknya tidak by design. Tapi cenderung by accident, atau kombinasi dari faktor-faktor kebetulan. Misalnya, kebetulan bapaknya PPP, jadi anaknya PPP, dan seterusnya.

Itulah sebabnya, kata Suharso, kualitas dari parlemen akhirnya tidak sesuai dengan ekspektasi.

"Diskusi atau perdebatan antara legislatif dan eksekutif menjadi sangat jomplang (tidak berimbang). Tidak terjadi satu intensitas perdebatan yang bermutu yang bisa melahirkan kebijakan berkualitas," jelas Suharso Monoarfa yang juga Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas ini.

Suharso menilai hal ini terjadi antara lain karena hampir semua partai politik di Indonesia tidak mempunyai lembaga politik atau sekolah politik untuk melahirkan kader-kader idiologis.

Padahal sekolah politik ini berperan penting menyiapkan calon-calon anggota parlemen. Seperti Partai Republik dan Demokrat di Amerika telah menerapkan hal itu jauh-jauh hari.

"Di sana mereka dididik dengan pengetahuan politik sehingga melahirkan kader yang benar-benar siap dan berkualitas, karena rekrutmen kader politiknya benar-benar didesain sedemikian rupa, sehingga saat memasuki parlemen mereka benar-benar siap dan berkualitas," tandasnya.

(MHD/EAL)

Baca Juga

Rekomendasi