Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni’am Sholeh (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Jakarta - Menjelang Hari Raya Idul Fitri atau pada akhir bulan suci Ramadan, zakat fitrah diwajibkan kepada setiap muslim yang memiliki kecukupan kebutuhan pokok, yang didasarkan kepada jiwa.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, zakat juga digunakan untuk mensucikan jiwa bagi umat muslim yang berpuasa selama Ramadan.
“Zakat fitrah diwajibkan untuk kepentingan konsumtif, untuk kepentingan mensucikan jiwa bagi orang yang berpuasa, tuh rotanlil soim, juga to’matan lil masakin, memberi makan bagi orang yang miskin,” jelas Asrorun, Selasa (19/5).
Dijelaskannya, waktu untuk menunaikan zakat tidak terikat waktu, fleksibel, bisa kapan saya, mulai awal Ramadan sampai menjelang salat Idul Fitri. Dalam kondisi di tengah pandemi Covid-19, Asrorun mengimbau agar umat muslim dapat segera melaksanakannya.
Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi penumpukan orang, sehingga anjuran protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19 dengan menjaga jarak aman dapat tetap diterapkan.
“Kami mengimbau kepada masyarakat muslim untuk segera menunaikan zakat fitrah, tanpa harus menunggu malam Idul Fitri tiba. Setidaknya memiliki dua hikmah, pertama agar manfaat zakat bisa segera diterima mustahik yang membutuhkan, dan kedua agar tidak terjadi penumpukan orang dan barang di satu waktu, sehingga potensial terjadinya penularan,” jelas Asrorun.
Kemudian Asrorun juga mengimbau kepada para amil zakat, laz, baz untuk proaktif dalam menyosialisasikan teknik kewajiban membayar zakat dengan senantiasa mempertimbangkan, dan juga memperhatikan protokol kesehatan.
“Agar seluruh amil juga memfasilitasi cara pembayaran berbasis digital, serta meminimalisir interaksi secara fisik,” ujarnya.
Dalam hal ini, pembayaran zakat tidak harus ketemu fisik. Sebagaimana yang dijelaskan di dalam keterangan fiqih, menunaikan zaakat tidak harus ada ijab qobul secara fisik bertemu.
Asrorun juga meminta amil agar kreatif, melakukan diagnosis-diagnosis atas kebutuhan riil yang dihadapi oleh mustahik atau penerima zakat, dengan harapan harta zakat yang diberikan kepada mustahik, dapat menjadi solusi yang substantif atas masalah yang dihadapi.
“Bisa untuk mengatasi masalah kesehatannya, jika mustahik atau penerima zakat sedang terbaring sakit, baik terkena Covid-19, maupun sakit yang lain, masalah kebutuhan pokoknya, dan juga masalah ekonominya,” terang Asrorun.
(RZD)