Pakar Resolusi Konflik: Ada yang Menarik Untung dari Konflik ITM

Pakar Resolusi Konflik: Ada yang Menarik Untung dari Konflik ITM
Unjuk rasa mahasiswa ITM (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Unjuk rasa mahasiswa Institut Teknologi Medan (ITM) berlanjut hingga Kamis (9/7) kemarin. Mahasiswa pengunjuk rasa menutup gerbang ITM.

Bahkan para guru-guru yang mengajar pagi hari tidak dapat memasuki ITM yang juga dijadikan gedung sekolah SMK oleh Yayasan Pendidikan dan Sosial Dwiwarna. Beberapa sepeda motor bernomor kepolisian terparkir di luar pagar ITM.

Seorang mahasiswa pengunjuk rasa yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, akan memblokir ITM sampai dualisme kepemimpinan dihentikan. Mereka tidak akan membayar uang kuliah, karena menurutnya ITM dikelola seperti perusahaan komersil.

"Mau cari untung saja. Masa iya, gaji dosen dan pegawai tidak bisa dibayar. Kemana semua uangnya. Tak pernah kami baca laporannya. Kami punya hak untuk tahu itu semua. Yayasan harus bertanggungjawab," ucapnya.

Sebagian mahasiswa pengunjuk rasa berjaga-jaga di pintu gerbang, sebagian lainnya berada di Jalan Gedung Arca dan membakar ban bekas sambil membagi-bagikan selebaran yang berisikan tuntutan mahasiswa.

Tertulis dalam selebaran itu unjuk rasa mahasiswa ini dengan mengatasnamakan Kesatuan Aksi Mahasiswa Institut Teknologi Medan (KAM-ITM). Saat ditanyakan siapa yang menjadi penanggungjawab untuk diwawancarai, mereka menjawab semuanya bertanggung jawab.

Di tempat terpisah, pakar resolusi konflik, Zahedi, ketika dimintai pendapatnya tentang aksi unjuk rasa mahasiswa ITM menyatakan, biasanya dalam suatu konflik, pihak-pihak yang bertikai sudah punya alternatif solusi yang dapat diterima masing-masing.

"Kalau terkait sistem, tentu masing-masing pihak akan menawarkan solusi sistem yang menguntungkannya. Sistem yang diterima tentu harus mewakili kepentingan keduanya. Turunannya, eksekutor sistem adalah orang yang bisa diterima keduanya pula," kata Zahedi, Sabtu (11/7).

Doktor matematika dengan disertasi model matematika resolusi konflik ini lebih jauh menguraikan, orang yang ditawarkan untuk bisa diterima kedua pihak biasanya orang yang tak menonjol dipermukaan, tetapi sesungguhnya sudah dipersiapkan oleh masing-masing pihak.

Biasanya, lanjut Zahedi, orang-orang ini sangat berambisi untuk menduduki jabatan pimpinan ITM. Dia bisa berada dalam salah satu pihak, bisa juga tidak dan bisa pula menjadi pembisik ke dua belah pihak. Karena ambisinya, orang-orang ini akan merekayasa situasi dan proses konflik.

"Tak muncul di permukaan. Sesekali mengeluarkan pernyataan terkesan bijak dan berilmu. Dalam masyarakat, ini manusia licik sebetulnya. Dalam ilmu matematika, itu strategi sebagai salah satu variabel pengambil keputusan," sebutnya.

"Supaya efektif bekerja maka harus punya tim juga dengan tipikal karakter yang sama. Karena itu, mereka ini sesungguhnya merupakan pula akar masalah konflik, selain dua pihak yang berkonflik secara terbuka," sambungnya.

Ketika didesak untuk mengidentifikasi siapa yang dimaksud, Zahedi mengatakan, "Kalau mau konfirmasi, silakan ambil acak dosen di ITM, tetapi yang rajin baca Whats App grup dan sudah lama mengajar di ITM. Kau dapat lah jawabannya. Tetapi, menurut saya orang-orang ini semua akan gigit jari karena keputusan akhir bukan di tangan pihak yang berkonflik."

Menurut Zahedi, sepanjang menyangkut kepentingan akademis, dosen dan mahasiswa, maka Kementerian PendidIkan dan Kebudayaan yang akan jadi penentu keputusan.

"Ada banyak pula pakar resolusi konflik perguruan tinggi di Kementerian dan muskil pula bisa dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkonflik. Kecenderungan zaman kan sudah berubah," tutup Zahedi yang mengaku sudah lebih 30 tahun mengajar di ITM.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi