Seminar Film FIB USU: Digitalisasi Kebudayaan Penting untuk Dilakukan

Seminar Film FIB USU: Digitalisasi Kebudayaan Penting untuk Dilakukan
Sutradara Film, Garin Nugroho saat menjadi pembicara di Seminar Daring Film, FIB USU. (Analisadaily/Bambang Riyanto)

Analisadaily.com, Medan- Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara (USU) menggelar seminar daring bertema Pembuatan Film Dokumenter Kebudayaan.

Kegiatan yang diketuai Bambang Riyanto, MSi tersebut menghadirkan narasumber Prof Mukhlis Paeni yang merupakan sejarawan, Garin Nugroho yang merupakan sutradara film terkemuka dan Onny Kresnawan yang merupakan pekerja film dokumenter Sumatera Utara serta moderator Lestari Dara Cinta Utami Ginting, MA.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) USU Dr Budi Agustono mengatakan, film dokumenter menjadi bagian dari upaya digitalisasi kebudayaan.

"Film pendek atau film dokumentar akan membuat nilai-nilai budaya terus berkembang di tengah pesatnya kemajuan zaman," ujarnya saat membuka seminar, Sabtu (26/9).

Dekan FIB USU Dr Budi Agustono saat membuka seminar daring Pembuatan Film Dokumenter Kebudayaan.
Proses digitalisasi kebudayaan ini, imbuhnya harus dirumuskan, disepakati dan dipikirkan kembali agar kehadirannya benar-benar dapat membawa kebermanfaatan bagi pelestarian dan pengembangan kebudayaan lokal, maupun nasional.

"Kehadiran tiga narasumber pada seminar daring ini diharapkan mampu melahirkan sumbangsih pemikiran terkait pembuatan film dokumenter, khususnya tentang tema kebudayaan," ujar sejarawan yang produktif menulis opini di media massa ini.

29 Warisan Nasional

Sejarawan, Prof Mukhlis Paeni mengatakan Sumatera Utara mengatakan aset Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Sedikitnya saat ini ada 29 yang diakui sebagai Warisan Nasional dan berpotensi menjadi WBTB dari UNESCO.

"Tapi sayangnya sampai saat ini dari 29 itu belum ada yang menjadi WBTB, ini seharusnya menjadi kita bersama, khususnya warga Sumatera Utara," ujarnya.

Prof Paeni merinci, 29 Warisan Nasional yang berpotensi menjadi WBTB UNESCO itu antara lain, Tor Tor, Gordang Sembilan, Rumah Adat Karo, Huda Huda, Omo Hada, Bola Nafo, Serambang 12, Berahoi, Merdang Medem, Ulos Batak Toba, Pustaha Laklak, Erpangir Ku Lau, Sipaha Lima (Ugamo Malim), Ni'owuru.

Paparan Sejarawan Nasional, Prof Mukhlis Paeni.
Dayok Binatur, Genderang Sisibah, Holat, Toge Panyabungan, Tari Gubang, Babae, Tari Dulang, Sinandong Asahan, Guro-guro Aron, Pelleng, Gotong, Itang Poul Poul, Kalabubu, Mangantas dan Tor Tor Somba.

Selain itu, imbuh Prof Paeni mengatakan, ada pahlawan yang begitu berjasa di Sumatera Utara yang perlu difilmkan karena jasa-jasanya sangat besar dalam memperjuangkan Kemerdekaan RI.

"Ia adalah Tuan Rondahaim dari Simalungun. Rondahaim merupakan pahlawan yang besar jasanya, khususnya di Sumatera Utara. Ia anti Belanda dan pejuang kemerdekaan yang gigih pada masanya. Belanda sendiri menggelarinya Napoleon Der Bataks.

Maka akan sangat menarik bila kisahnya difilmkan. Bukan hanya film dokumenter atau pendek, tapi juga film layar lebar. Saya harap Mas Garin mau menyutradarainya," ujar Prof Paeni.

Garin Nugroho mengaku cukup tertarik dengan aneka kebudayaan yang ada di Sumatera Utara. "Sangat unik dan menakjubkan, saya kira cukup menarik bila difilmkan," ujarnya.

Ia juga menjelaskan, sejak Era Industri 1.0 kamera menjadi senjata untuk merekam kebudayaan dan peradaban bangsa. Misalnya kisah tentang penduduk Eskimo.

"Film dokumenter dalam perkembangan Revolusi Industri mengamalami kemajuan yang pesat. Bagaimana kehidupan peradaban suatu masyarakat atau bangsa direkam untuk kemudian dipelajari," ujarnya.

Sayangnya, saat bangsa-bangsa lain menggunakan pendekatan film dokumenter dalam strategi pengembangan kebudayaannya, Indonesia malah tertinggal.

"Saat ini kita memasuki era 4.0 dan sebentar lagi 5.0. Maka jangan sampai Indonesia tertinggal lagi," ujarnya.

Saat ini semua orang memiliki ponsel pintar untuk memproduksi sebuah film. Kamera yang canggih ada di genggaman para generasi mileneal. Mahasiswa sangat mahir menggunakan itu.

"Maka pertanyaannya, bagaimana kamera itu digunakan? Bagaimana strategi kebudayaan yang dilakukan lewat digitalisasi itu? Jangan sampai, era digital yang lebih banyak adalah sampah digitalnya. Seperti melek huruf tapi tak bisa membaca," ujarnya.

Onny Kresnawan mengatakan bahwa apa yang dikatakan Garin Nugroho dan Prof Mukhlis merupakan lecutan bagi sineas Sumatera Utara untuk bisa menjadikan 29 Warisan Nasional menjadi WBTB UNESCO.

"Film dokumenter dikatakan menjadi salah satu upaya untuk menggali warisan budayanya itu. Ini akan menjadi pekerjaan rumah bersama, baik sineas maupun akademisi atau siapapun yang bergulat dengan kebudayaan Sumatera Utara," tegasnya.

Turut hadir dan mendukung kegiatan tersebut, Wakil Dekan I Prof Mauly Purba, Wakil Dekan II Dra Heristina Dewi MPd dan Wakil Dekan III Prof Ikhwanuddin Nasution.

(BR)

Baca Juga

Rekomendasi