Warga Lembongan Kembali Budidayakan Rumput Laut

Warga Lembongan Kembali Budidayakan Rumput Laut
Seorang ahli selam, Gede Darma Putra, yang kehilangan pekerjaannya, bersiap untuk menanam rumput laut di Nusa Lembongan, Bali, Indonesia, 25 Sep 2020. (Reuters/Nyimas Laula)

Analisadaily.com, Nusa Lembongan - Sebelum pandemi virus Corona melanda Indonesia, pantai-pantai alami pulau Lembongan dipenuhi turis berjemur dari seluruh dunia.

Sekarang, dengan banyaknya pengunjung yang pergi dan ekonomi tidak stabil, penduduk setempat sering terlihat membawa keranjang berisi rumput laut ke pantai di tengah pergeseran kembali ke cara mencari nafkah sebelumnya.

“Saya sedih karena kami kehilangan pekerjaan dan sekarang kami harus mulai dari awal,” kata I Gede Darma Putra (43), penduduk asli Lembongan, yang biasa memandu wisatawan sebagai ahli selam dilansir dari Channel News Asia, Kamis (1/10).

Seperti banyak penduduk setempat di pulau yang berjarak sekitar 50 km dari Bali ini, dia dan istrinya, Kadek Kristiani sekarang mengarungi perairan yang masih asli untuk mengumpulkan rumput laut yang tumbuh di jalur.

Bali biasanya menarik jutaan pengunjung setiap tahun, banyak yang tertarik dengan pantai di tempat-tempat seperti Lembongan, tetapi rencana untuk membuka kembali wisatawan asing telah ditunda tanpa batas waktu karena meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia.

Dengan banyak restoran dan bar tutup di pulau itu, pengeringan rumput laut memenuhi jalan-jalan ketika pekerja pariwisata kembali ke industri yang mati satu dekade lalu, meskipun status Indonesia sebagai produsen rumput laut terbesar kedua di dunia setelah China.

“Para petani mulai menanam rumput laut lagi,” kata Boedi Sarkana Julianto dari Jaringan Sumber Daya Alam Indonesia (JASUDA), sebuah lembaga swadaya masyarakat pembudidaya rumput laut.

"Awalnya saya bingung, bertanya-tanya, 'Apa yang harus saya lakukan? Tapi dalam perjalanan kami menemukan pekerjaan ini, menanam rumput laut dan mendapatkan penghasilan untuk membeli makanan dan barang-barang untuk anak-anak kami,” kata Kadek.

Seorang manajer restoran, Wali Putra (50), yang telah bertani rumput laut hampir sepanjang hidupnya, mengatakan pandemi tersebut mengingatkannya pada masa kecilnya.

"Sebelum pariwisata booming yang memberi kehidupan bagi masyarakat Lembongan adalah rumput laut," ujarnya.

Namun, budidaya rumput laut adalah pekerjaan yang melelahkan dan kurang menguntungkan dibandingkan pariwisata, terutama karena pandemi telah menurunkan permintaan.

Para petani mengatakan rumput laut kering, yang ditujukan untuk diproses dan diekspor untuk digunakan sebagai makanan, saat ini harganya sekitar Rp 12.000 (US $ 0.80) per kilo, memberikan penghasilan hingga US $ 400 sebulan.

Itu hanya lebih dari setengah dari hasil tangkapan yang sama sebelum pandemi, perkiraan Boedi dari JASUDA.

Kepala Dinas Pariwisata Bali, Puput Astawa mengatakan, pengunjung tetap dibutuhkan karena pertanian saja tidak bisa mengembalikan perekonomian Bali normal

Namun beberapa warga setempat, seperti guru dan petani rumput laut Wayan Ujiana, 51 tahun, mengambil pandemi sebagai pelajaran untuk tidak terlalu bergantung pada pariwisata.

"Jangan lupa untuk mendiversifikasi pendapatan, agar ketika masalah terjadi kita tidak roboh,” kata Wayan.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi