Persidangan kasus salah obat di Pengadilan Negeri Medan, Rabu (21/10) (Analisadaily/Istimewa)
Analisadaily.com, Medan - Kasus salah obat yang mengakibatkan korbannya mengalami kelumpuhan, kini memasuki babak baru dengan digelarnya persidangan di Pengadilan Negeri Medan.
Setelah pekan lalu mendengarkan keterangan dari keluarga korban dan saksi yang membeli obat di apotek, pekan ini majelis hakim giliran mendengar keterangan dari pemilik apotek, apoteker hingga dokter yang memberikan resep obat.
Ada fakta mengejutkan terungkap dalam persidangan yang sudah beberapa kali digelar itu. Seperti apa yang diterangkan pembeli obat, Freddy Harry Tehupeiory.
Ketika ditanya kuasa hukum terdakwa apakah saksi mengenal kedua terdakwa, Freddy mengaku tidak mengenalnya karena bukan kedua terdakwa yang memberikan obat tersebut kepadanya.
Tetapi ketika ditunjukkan foto seorang perempuan, Freddy mengungkapkan orang dalam foto itulah yang memberikan obat di apotek kepadanya.
Sementara dalam persidangan di Ruang Cakra 2 PN Medan, Rabu (21/10), majelis hakim melontarkan sejumlah pertanyaan kepada pemilik apotek, Etika Surbakti, termasuk alasannya memakai jasa apoteker yang dinilai sudah renta.
"Coba lihat dengan alasan kemanusiaan, apa tidak ada lagi apoteker yang patut dipekerjakan di apotek saudara? Coba bapak (apoteker) jalan kemari (meja majelis hakim)," ujar hakim Sri Wahyuni.
Dengan tubuh gemetar dipandu sebuah tongkat, apoteker Darwin Pardede (71) berusaha bangkit dari kursinya. Namun karena kesulitan, hakim kemudian menyuruhnya tetap duduk dan membaca resep obat.
Dalam keterangannya, Darwin mengaku baru mengetahui kasus salah obat tersebut setelah Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan pemeriksaan di apotek tempatnya bekerja.
Darwin juga menerangkan bahwa kedua terdakwa, OR dan SR, tidak melakukan konsultasi dengannya saat memberikan obat tersebut.
Tentu saja keterangan itu memunculkan pertanyaan majelis hakim terkait tanggung jawab apoteker dalam sistem penjualan obat di apotek.
"Kami juga tahu SOP-nya Pak. Zaman sudah canggih. Kalau asisten apoteker tidak bisa membaca resep, kan bisa (resepnya) difotokan lewat handphone atau video call ke saudara," tanya Sri Wahyuni.
Menjawab pertanyaan itu, Darwin menyebut tugasnya sebagai apoteker merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Apa yang disampaikan itu justru bertentangan dengan aturan hukum yang digunakannya. Sebab dalam Pasal 21 ayat 2 PP 51/2009 jelas disebutkan bahwa penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker.
Menyikapi persidangan tersebut, kuasa hukum korban, Iqbal Sinaga mengatakan, telah terjadi penyelundupan hukum dalam perkara tersebut.
"Dalam penanganan perkara ini jelas terjadi penyelundupan fakta-fakta hukum, penggalian fakta hukum secara materill tidak dilakukan JPU dan penyidik. Sehingga yang seharusnya bertanggung jawab di muka hukum justru menjadi saksi yang dapat membenarkan tindakannya dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan demi mengejar keuntungan tanpa ada penyesalan," kata Iqbal, Kamis (22/10).
Ironisnya, sambung Iqbal, pemilik apotek mengorbankan pihak yang tidak bersalah dan melindungi pelaku sebenarnya yang harus bertanggung jawab.
"Jelas salah satu terdakwa menyatakan belum bekerja pada saat kejadian, kok bisa dijadikan terdakwa. Bahkan apotekernya saja belum pernah ketemu. Nah, sekarang salah satu saksi yang menerima resep dan menyerahkan obat sebagaimana yang disampaikan oleh saksi Freddy dan terdakwa, justru tidak dapat dihadirkan JPU meski sudah dua kali persidangan," ungkapnya.
Menurutnya tidak bisa keterangan saksi yang disinyalir sebagai pemberi obat dibacakan dengan alasan tidak bisa dihadirkan.
"Harus dilakukan upaya membawa paksa dan hakim harus berani menetapkan hal tersebut demi terwujudnya rasa berkeadilan. Janganlah JPU bermain-main dalam perkara ini yang sudah jadi atensi pemangku kepentingan di daerah ini," tegasnya.
"Kami harap hakim majelis yang memeriksa perkara ini agar memerintahkan dilakukan penyidikan kembali untuk terang benderangnya perkara ini dan yang seharusnya bertanggung jawab dihadirkan sebagai pesakitan dalam persidangan ini," tukas Iqbal.
Dalam persidangan kemarin, kedua terdakwa juga ikut menyaksikan dan memberi keterangan melalui konferensi video. Sementara di ruang persidangan turut hadir kuasa hukum terdakwa, Maswan Tambak.
Seperti diketahui, Fitri Octavia Pulungan Noya membuat laporan ke Polresrabes Medan tanggal 21 Desember 2018 dengan Nomor: STTLP/2817/K/XII/YAN: 2.5/2018/SPKT Restabes Medan.
Dia melaporkan sebuah apotek yang berada di Jalan Iskandar Muda, Medan, karena diduga salah memberikan obat yang mengakibatkan ibunya, Hj. Yusmaniar, mengalami kelumpuhan dan tidak bisa bicara.
Hingga kini kondisi Yusmaniar sangat memprihatinkan. Dia kerap mengalami kejang dan tak sadarkan diri.
(EAL)