Kasus Salah Obat, Wagubsu: Pakai Nurani Kita

Kasus Salah Obat, Wagubsu: Pakai Nurani Kita
Wakil Gubernur Sumut, Musa Rajekshah, memanggil sejumlah pihak untuk membahas kasus salah obat (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajekshah, memanggil sejumlah pihak untuk membahas kasus salah obat yang mengakibatkan korban mengalami kelumpuhan.

Sejumlah pihak yang dipanggil untuk membahas masalah ini antara lain Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan anak korban, Fitri Octavia Noya, didampingi kuasa hukumnya, Iqbal Sinaga.

Dalam kesempatan itu Wagub meminta pihak-pihak terkait agar mengedepankan hati nurani dalam menyikapi kasus ini. Apalagi ini menyangkut nyawa manusia.

"Tolonglah pakai nurani kita. Andai orang tua kita yang mengalami hal ini," kata Wagubsu.

Wagub mengaku prihatin atas kasus yang dialami Hj. Yusmaniar. Akibat obat yang salah diberi oleh pihak apotek, korban mengalami kelumpuhan dan tak sadarkan diri hingga saat ini.

Lebih jauh dia mengungkapkan bahwa kasus seperti ini sudah sering terjadi namun jarang terpublikasi karena korban memiliki keterbatasan akses untuk mendapatkan keadilan.

"Ada puluhan bahkan mungkin ratusan kasus serupa di luar sana. Namun karena mereka tidak memiliki kekuatan sehingga tidak tau mau mengadu," sebutnya.

Sementara Fitri Octavia Noya mengungkapkan bahwa ibunya mengalami kelumpuhan setelah mengkonsumsi obat yang dibeli dari salah satu apotek di Jalan Iskandar Muda Medan. Padahal obat tersebut tidak terdapat dalam resep yang diberikan dokter.

Fitri sudah mengadukan kasus ini ke Polrestabes Medan sejak Desember 2018 lalu. Namun hingga kini polisi hanya menetapkan asisten apoteker sebagai tersangka.

"Kami merasa ada yang janggal karena polisi hanya menetapkan dua orang asisten apoteker sebagai tersangka. Apakah mereka bekerja tanpa koordinasi dengan apoteker? Lalu dimana peran penanggung jawab apotek dalam masalah ini," ujar Fitri.

Bahkan menurutnya hingga kini polisi juga belum menahan kedua tersangka meski ancaman pidananya di atas lima tahun.

Ketika dimintai tanggapan mengenai tindakan apotek yang salah memberi obat, I Gusti Ngurah Bagus dari Balai Besar POM Sumut mengatakan pihaknya hanya memiliki wewenang atas pengawasan dan pembinaan.

"Mengenai izin ada di Pemkab/Pemko. Sarana apotek ada di Dinas Kesehatan, mengenai etik apoteker ada di Ikatan Apoteker Indonesia," sebut I Gusti Bagus.

Sementara perwakilan DPD IAI Sumut, Imam Bagus, mengatakan pihaknya sudah memanggil pemilik apotek, apoteker hingga tenaga teknis terkait permasalahan ini.

Menurutnya dalam sidang etik yang dilakukan Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) Sumut, disimpulkan bahwa tulisan dokter dalam resep yang diberikan kepada korban multitafsir.

"Kami lakukan sidang etik (terhadap apoteker), bulan Oktober keluar hasilnya dan kita serahkan ke Polrestabes," ujarnya.

Menanggapi perihal itu, kuasa hukum pelapor, Iqbal Sinaga, mengatakan pengawasan dari IAI, baik Pengurus Daerah Sumut maupun Pengurus Cabang Medan sangat lemah.

"Banyak apotek di Sumut khususnya Kota Medan yang apotekernya bertugas sesuai ketentuan, hanya nama saja. Umumnya tenaga apoteker tidak berada di tempat sesuai dengan jadwal praktiknya," ungkap Iqbal, Rabu (1/6).

Bahkan menurutnya PC IAI Medan maupun PD IAI Sumut terkesan melindungi oknum apoteker yang harusnya bertanggungjawab dalam kasus salah obat tersebut.

"Karena sebagai apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien (konsumen apotek). Bentuk interaksi tersebut antara lain pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan. Selain itu juga apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi dan farmasi sosial (sociopharmacoeconomy)," papar Iqbal.

Dia juga mengkritik sidang etik terhadap apoteker tersebut yang dilakukan oleh MEDAI.

"Kok bisa putusan sidang menyatakan tulisan dokter jelek, tidak bisa dibaca. Ini kan pembodohan publik, yang namanya sidang tentu putusannya bersifat positif atau negatif, bukan pendapat. Ini bukti jika pihak IAI melindungi oknum apoteker yg tidak pernah ada di tempat praktiknya. Bukan memberikan sanksi agar ada efek jera, justru seolah mendukung etika oknum apoteker tersebut," sesalnya.

"Ini harus menjadi perhatian serius bagi Pemko Medan yg mengeluarkan izin apotek tersebut agar segera melakukan evaluasi dan audit supaya tidak jatuh korban lagi," tegas Iqbal.

"Kami sangat mengapresiasi atensi dan kepedulian Bapak Wagubsu dalam memberikan perlindungan dan perhatian serius atas perkara ini dengan memanggil pihak-pihak terkait yang menangani kefarmasian. Beliau saja prihatin dan dengan tegas agar kasus ini ditangani serius," tandasnya.

Seperti diketahui, Fitri Octavia Pulungan Noya membuat laporan ke Polresrabes Medan tanggal 21 Desember 2018 dengan Nomor: STTLP/2817/K/XII/YAN: 2.5/2018/SPKT Restabes Medan.

Dia melaporkan sebuah apotik yang berada di Jalan Iskandar Muda Medan karena diduga salah memberikan obat yang mengakibatkan ibunya, Hj. Yusmaniar, mengalami kelumpuhan dan tidak bisa bicara.

Hingga kini kondisi Yusmaniar sangat memprihatinkan. Dia kerap mengalami kejang dan tak sadarkan diri.

(EAL)

Baca Juga

Rekomendasi