Perwakilan lembaga mahasiswa dan OKP di Aceh Tamiangsaat pertemuan di Karang Baru, Sabtu (31/10). (Analisadaily/Dede Harison)
Analisadaily.com, Kualasimpang - Sebanyak 13 lembaga mahasiswa dan organisasi pemuda merasa dilecehkan dengan pernyataan Bupati Aceh Tamiang yang menggeneralisir mahasiswa.
Pasalnya, mahasiswa dituding minta biaya tiket pergi ke Jakarta pasca-aksi menolak UU Omnibus Law di Aceh Tamiang.
"Terkait pernyataan dari bupati Aceh Tamiang kami dari "Gerakan Rakyat Tamiang Memanggil" merasa keberatan. Apalagi orang nomor satu di Aceh Tamiang mengutarakan hal itu dalam forum diskusi," kata Amiruddin selaku Koordinator FL2MI Wilayah Aceh, dalam pertemuan perwakilan 13 lembaga OKP dan mahasiswa di Karang Baru, Sabtu (31/10).
Ami menyatakan, beberapa hari setelah aksi demo digelar, pihaknya tidak pernah bertemu bupati, apalagi sampai minta dana bantuan. Sehingga pernyataan seorang Bupati di ruang publik dinilai telah mencoreng nama baik mahasiswa.
Ke 13 lembaga yang ikut serta dalam aksi demonstrasi telah dikonfrontir tidak ada meminta maupun menerima uang sepeser pun dari pejabat pemerintah.
"Karena aksi demontrasi yang kami lakukan murni dari buah pikir dan hati kami, setelah melakukan konsolidasi akbar pada tanggal 7 Oktober 2020," ungkap Ami.
Ia pun memastikan tidak ada pihak manapun yang diminta untuk mendanai pergerakan mahasiswa, termasuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang.
"Maka kami meminta Bupati Aceh Tamiang untuk melakukan klarifikasi terkait pernyataan yang telah disampaikan dalam forum diskusi di halaman Disparpora Aceh Tamiang," desak Amiruddin yang turut didampingi koordinator aksi Muhammad Fauzy, Ketua KNPI Kecamatan Bandar Pusaka, Abdul Robby dan Ketua PMII Cabang Aceh Tamiang Adi Syahputra.
Ketua KNPI Kota Kualasimpang, Hendra Cipta Darmawan memaparkan, pernyataan bupati tentang mahasiswa yang ikut demo Omnibus Law tapi minta uang tiket telah membuat mereka gerah.
Menurutnya, pernyataan itu disampaikan bupati pada tanggal 28 Oktober 2020 bertepatan dengan kegiatan upacara peringatan ke 92 tahun Hari Sumpah Pemuda yang di gelar di Disparpora Aceh Tamiang.
Acara ini dihadiri oleh organisasi pemuda terdiri atas, KNPI, Karang Taruna, FKPPI dan Pramuka. Usai upacara bendera dilanjutkan acara forum diskusi.
Hendra Darmawan mengaku dalam diskusi dua arah tersebut sempat memberikan saran agar Bupati Aceh Tamiang memberikan fasilitas sirkuit terhadap pemuda guna meminimalisir terjadinya kecelakaan di jalan raya. Bupati pun menyambut baik saran Ketua KNPI Kecamatan Kota Kualasimpang tersebut.
Namun, kata Hendra, tiba-tiba bupati mempertanyakan para pemuda tidak ikut aksi demo?. Karena terkait aksi demontrasi pada tanggal 9 Oktober 2020 yang dilakukan mahasiswa dan pemuda, setelah itu ada yang mengatasnamakan mahasiswa hadir menemui bupati meminta agar menandatangani petisi penolakan UU Omnibus Law. Dalam konteks itu bupati menolak dengan alasan karena belum membaca naskah UU Cipta Kerja tersebut.
"Cuma ujung-ujung-nya mereka meminta tiket keberangkatan ke Jakarta," terang Hendra menirukan perkataan bupati Mursil.
"Kalau memang mereka hanya meminta uang kenapa harus demo dulu, kalau memang mau uang langsung saja jumpai saya secara pribadi, gak perlu harus pakai aksi demo segala, karena banyak amplop kosong di ruangan saya," beber Hendra Darmawan mengutip pernyataan bupati.
Terkait desakan pemuda dan mahasiswa ini, Bupati Aceh Tamiang, H Mursil yang coba dikonfirmasi via WhatsApp belum memberi tanggapan hingga berita ini dikirim, Sabtu (31/10) malam.
(DHS/CSP)