Setelah hilang selama 11 tahun, Ervan Wahyu Anjasmoro kembali bertemu dengan keluarganya (Detik.com)
Analisadaily.com, Sragen - Seorang remaja asal Sragen, Jawa Tengah, berhasil pulang ke rumahnya setelah menghilang selama 11 tahun di Jakarta.
Ervan Wahyu Anjasworo (16) kembali bertemu dengan keluarganya usai dinyatakan hilang saat diajak ayahnya liburan di Jakarta tahun 2009 lalu.
Ervan dan ayahnya, Suparno (37), warga Dusun Gabus Wetan, Desa Gabus, Kecamatan Ngrampal, Kabupaten Sragen, dipertemukan atas kerja sama Dinas Sosial Kota Bogor dan Dinas Sosial Kabupaten Sragen. Untuk pertama kalinya setelah 11 tahun Ervan kembali ke kampung halamannya, Selasa (6/10).
Ayah Ervan memang bekerja di Jakarta sebagai sopir metromini. Tahun 2009 lalu, Suparno mengajak Ervan yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak untuk berlibur ke Jakarta.
"Biasanya Ervan saya titipkan di rumah kakeknya. Karena sedang liburan, saya ajak ke Jakarta. Waktu itu kontrakan saya di daerah Kemayoran," ujar Suparno, dilansir dari
detikcom, Jumat (20/8).
Hampir tiga pekan di Jakarta, lanjutnya, Ervan minta untuk dipulangkan ke Sragen. Saat itu Suparno menyanggupi akan memulangkan anaknya dua hari kemudian.
"Saya bilang ke Ervan menyanggupi hari Minggu pulang ke Sragen. Tapi Jumat sekitar jam 3 sore, (Ervan) sudah tidak ada," kenang Suparno.
Suparno mengatakan, saat itu Ervan berpamitan untuk mengembalikan game watch yang disewanya dari tetangga. Namun hingga malam hari, bocah yang saat itu berumur 5 tahun tak kunjung pulang.
"Saya masih ingat waktu itu makanan dan minumannya saja belum sempat dihabiskan. Saya cari ke sana ke mari, akhirnya tengah malam saya lapor ke polisi," paparnya.
Suparno bahkan sempat tidak bekerja selama dua bulan agar lebih fokus mencari anaknya. Hari-hari dia habiskan menyusuri gang demi gang di seantero Jakarta, namun anaknya tidak bisa diketemukan.
"Karena waktu itu marak penculikan, pikiran saya anak saya diculik orang. Tapi saya yakin anak saya masih hidup, makanya saya tetap bekerja di Jakarta agar bisa terus mencari anak saya," terangnya.
Sementara ditanya seputar momen hilangnya, Ervan mengaku masih ingat betul apa yang dialaminya. Ervan yang waktu itu masih polos, dibujuk oleh empat orang pengamen untuk mengikuti mereka.
"Saya selesai ngembaliin game watch, baru mau pulang. Di jalan ada empat pengamen minta saya ikut, katanya nanti mau diantar pulang," kata Ervan yang kini sudah tidak bisa berbicara bahasa Jawa itu.
Karena masih bocah, Ervan menuruti rayuan keempat pengamen tersebut. Bersama keempat pengamen tersebut, Ervan pun hidup di jalanan.
"Saya disuruh mengamen. Hasilnya dibagi dua, separuh untuk Ervan makan, separuh disetor ke mereka. Kalau tidurnya sembarangan, kadang di kolong kadang di trotoar," terangnya.
Hidup di jalanan, Ervan mengaku kerap mendapat kekerasan dari para pengamen jika setorannya tidak memenuhi target. Ervan menjalani hidup seperti itu selama 2,5 tahun.
"Sering dipukul kalau tidak dapat uang. Lari juga percuma, nanti ketangkep lagi malah dipukuli," paparnya.
Para pengamen tersebut ternyata menepati janji untuk memulangkan Ervan. Dengan menumpang kereta api, Ervan sempat diantar sampai Kota Solo. Namun karena tak ingat alamat rumahnya, Ervan terpaksa kembali ke Jakarta.
"Ada sebulan muter-muter di Solo sambil ngamen tapi saya bener-bener nggak ingat. Akhirnya balik lagi ke Jakarta tapi berhenti di Parung Bogor," lanjutnya.
Di Parung, jalan hidup Ervan berubah. Dirinya terpisah dari rombongan pengamen saat lari menghindari petugas Satpol PP. Ervan beristirahat di masjid daerah Kemang Bogor dan bertemu dengan orang baik yang mau mengangkatnya sebagai anak.
"Di masjid ketemu pak RT, saya ditanya-tanya terus diangkat anak. Namun hanya empat bulan karena pak RT meninggal, saya lalu diangkat anak oleh orang lain bernama Mbah Eli," sambungnya.
Tujuh bulan setelahnya, Ervan dikirim ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan diasuh oleh salah seorang pegawainya bernama Wiwid. Saat itulah Ervan disekolahkan hingga jenjang SMP.
"Sempat dipesantrenin juga selama tiga tahun. Setelah itu ditarik sama panti di Bogor untuk dilatih kerja," ungkapnya.
Sampai September lalu, Ervan yang semakin rindu untuk pulang, berusaha mencari keterangan tentang kampung halamannya di internet. Berbekal kata kunci yang tepat, Ervan berhasil menemukan titik terang.
"Yang saya inget Pak Parno (ayah), Bu Tanti (ibu) dan Mbak Ajeng (kakak). Sama saya ingat rumah saya dekat Pasar Gonggang. Saya ingat sekali namanya karena nenek dulu sering ajak saya ke pasar," katanya.
Ervan semakin yakin setelah menelusuri Pasar Gonggang melalui aplikasi Google Street View. Menurutnya, bangunan Pasar Gonggang masih persis seperti waktu dirinya masih kecil dulu.
"Saya lapor kepada kepala panti yang kemudian menghubungi Dinas Sosial Solo dan sekitarnya, termasuk Sragen. Selang beberapa hari petugas panti datang membawakan saya foto. Benar itu foto keluarga saya," ujarnya haru.
Ternyata, lanjut Ervan, informasi dari panti sosial Kota Bogor tersebut ditindaklanjuti oleh Dinas Sosial Sragen yang langsung mendatangi rumah Suparno untuk memastikan informasi tersebut.
"Lalu ayah saya bersama petugas Dinsos Sragen datang ke Bogor untuk menjemput. Setelah merampungkan proses, hari ini saya bisa sampai rumah lagi," ujar Ervan.
Suparno mengaku bersyukur bisa kembali dipertemukan dengan anaknya. Dirinya berterima kasih kepada seluruh pihak, termasuk orang-orang yang berbaik hati mengasuh anaknya.
"Terima kasih kepada seluruh pihak. Saya berharap ini jadi pengalaman bagi orang tua yang lain untuk lebih mengawasi anaknya dengan baik," pungkasnya.
(EAL)