Kadis PPPA Sumut: Kelompok Rentan Dalam TPPO IRT yang Hidup Dalam Kemiskinan

Kadis PPPA Sumut: Kelompok Rentan Dalam TPPO IRT yang Hidup Dalam Kemiskinan
Kadis Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumatera Utara, Nurlela, saat memberikan meteri kepada para peserta (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Untuk mengantisipasi terjadinya tindak perdagangan orang, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melakukan pelatihan kepada setiap perwakilan steakholder di Sumatera Utara, khususnya di wilayah perbatasan. Hal tersebut guna mencegah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Pelatihan yang dilaksanakan di Kota Medan selama tiga hari mulai Selasa (7/12) hingga Kamis (9/12) diikuti oleh puluhan peserta dari Kota Medan, Kabupaten Langkat dan Asahan.

Salah satu narasumber dalam pelatihan tersebut adalah kepala dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumatera Utara, Nurlela.

Nurlela mengatakan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan pemangku kebijakan dan tokoh masyarakat dalam mengadakan peningkatan kesadaran terhadap TPPO dan penyelundupan pekerja migran di wilayah perbatasan.

"Dengan pelatihan ini, kita berharap masyarakat mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari," katanya, Rabu (8/12).

Menurut Nurlela kelompok yang paling rentan menjadi korban TPPO adalah para ibu rumah tangga (IRT) yang hidup dalam kemiskinan.

"Jadi, dalam upaya pencegahan TPPO, kami fokus untuk memberdayakan perempuan para ibu rumah tangga ini," ucapnya.

Untuk diketahui, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan penyelundupan pekerja migran merupakan kejahatan lintas batas negara yang mencederai harkat dan martabat manusia. Pemerintah Indonesia terus berupaya dan berkomitmen untuk memberantas kasus kejahatan ini.

Pemberlakuan Undang-Undang 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO dan pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT-PPTPPO) merupakan dua langkah signifikan yang akan membantu proses penanganan kasus mulai dari identifikasi hingga pemenuhan hak-hak saksi dan korban TPPO.

Berdasarkan laporan IOM, dalam kurun waktu 2005 hingga 2020, sebanyak 9.352 korban TPPO telah menerima bantuan. Kemudian sebanyak 85% dari kasus TPPO tersebut terjadi di wilayah perbatasan. Daerah perbatasan merupakan daerah yang sangat rentan terhadap kasus TPPO dan penyelundupan pekerja migran indonesia (PMI). Tidak sedikit para migran melewati batas wilayah negara secara illegal baik melalui jalur darat dan air.

Berdasarkan laporan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), sebanyak 568 warga negara Indonesia telah melewati batas negara secara illegal. Hal ini disebabkan oleh minimnya pemahaman masyarakat terkait migrasi aman termasuk di dalamnya praktik TPPO dan penyelundupan pekerja migran. Selain itu, penjagaan yang kurang ketat di wilayah perbatasan juga turut menjadi faktor sehingga para pelaku dengan mudah menjerat korbannya.

Maka dari itu, peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya TPPO dan penyelundupan pekerja migran harus terus diupayakan bagi masyarakat di wilayah perbatasan. Dalam upaya penanganan dan pencegahan, perlu ada sinergi antar aktor untuk mencegah dan menangani kasus TPPO dan penyelundupan pekerja migran.

Pelibatan para pemangku kebijakan dan para tokoh masyarakat atau anggota komunitas lainnya seperti tokoh adat, tokoh agama, pemuda, dan individu-individu lainnya menjadi sangat penting. Peran serta pengaruh para aktor tersebut mampu membawa dampak positif bagi masyarakat terutama dalam membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya TPPO dan penyelundupan pekerja migran.

(JW/EAL)

Baca Juga

Rekomendasi