Membangun Nilai Pancasila di Ruang Digital Lewat Pendekatan Budaya

Membangun Nilai Pancasila di Ruang Digital Lewat Pendekatan Budaya
Webinar “Budaya Digital: Membangun Nilai Pancasila di Ruang Digital” (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Jakarta - Pancasila merupakan pedoman bangsa Indonesia dan merupakan elemen penting untuk mewujudkan cita-cita nasional. Anggota Komisi I DPR RI, Teuku Riefky Harsya, mengatakan, Pancasila merupakan kristalisasi nilai-nilai hidup yang telah dianut oleh bangsa Indonesia sejak lama.

“Dia mencakup bagaimana pedoman hidup yang berketuhanan yang menjadi sumber moralitas dan spiritualitas bangsa, nilai kemanusiaan dan keadilan yang dijunjung tinggi, keberagaman sebagai modal utama yang wajib dijaga keutuhannya, musyawarah sebagai jalan pengambilan keputusan, serta prinsip-prinsip keadilan yang terus dikedepankan,” kata Teuku Riefky Harsya pada webinar Rabu (1/6).

Maka dari itu, ia menekankan bagi masyarakat Indonesia untuk terus menjaga dan melestarikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

“Pancasila harus ada tidak hanya dalam perkataan, tapi juga dalam perbuatan. Terwujudnya sumber daya manusia yang unggul hanya akan dapat tercapai jika nilai-nilai luhur Pancasila terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Kita adalah masyarakat majemuk sehingga keunggulan apapun yang kita punya tidak akan menjadi keunggulan yang kolektif apabila persatuan tidak terwujud dan persatuan itu adalah nilai-nilai luhur dari Pancasila itu sendiri,” terangnya.

Riefky kemudian mengatakan jika saat ini teknologi informasi telah menjadi kebutuhan vital bagi seluruh aktifitas sehari-sehari. Menurut hasil survei dari We Are Social, jumlah pengguna internet di Indonesia telah meningkat menjadi 204,7 juta pengguna pada tahun 2022. Perubahan ini menandakan telah masuknya era baru yaitu era teknologi digital.

Namun, internet sendiri dilihat seperti dua mata pisau, dimana disatu sisi memiliki dampak positif yaitu sebagai percepatan informasi dan di sisi lain memiliki dampak negatif yaitu memberikan tantangan dalam kehidupan berbangsa.

“Internet dengan leluasa memberikan kesempatan bagi informasi destruktif untuk dikonsumsi oleh masyarakat tanpa adanya saringan. Apalagi, jika mengutip hasil survei The Inclusive Internet Index, posisi literasi digital Indonesia masih berada di peringkat ke-66 dunia. Artinya, kemajuan teknologi yang pesat menjadi tantangan yang serius dalam penerapan nilai luhur Pancasila,” sebutnya.

Maka dari itu, ia mengatakan bahwa menghadapi tantangan tersebut merupakan tugas bersama masyarakat Indonesia, yaitu untuk menjadi kritis dan inovatif, agar dapat mengkombinasikan teknologi internet dengan nilai-nilai Pancasila.

Setuju dengan Teuku Riefky Harsya, Dirjen Aptika Kominfo, Samuel Abrijani Pangerapan, mengatakan jika peningkatan literasi digital sangat dibutuhkan di era digital.

“Masifnya penggunaan internet membawa serta resiko seperti penipuan online, hoax, cyberbullying, dan konten-konten negatif lainnya. Maka dari itu peningkatan penggunaan internet harus disertai dengan kemampuan literasi digital yang mumpuni agar tetap dapat memanfaatkan teknologi digital dengan produktif, bijak, dan tepat guna,” ucap Samuel Abrijani Pangerapan dalam webinar kali ini.

Agar dapat mencapai tujuan tersebut, Kominfo bersama mitra dan jaringannya menyelenggarakan pelatihan digital untuk menanamkan literasi digital di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2021, program tersebut mampu menjangkau lebih dari 515 kota di 34 provinsi di seluruh Indonesia.

Namun, peningkatan literasi digital merupakan tantangan besar sehingga membutuhkan dukungan semua pihak agar dapat meningkatkan literasi digital dan mengembangkan sumber daya manusia digital untuk mewujudkan Indonesia Digital Asian.

Tokoh Pemuda Pidie, Imam Nuddin, sebagai pemateri dalam webinar kali ini mengatakan jika peningkatan teknologi yang tinggi harus dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai cara untuk melestarikan Pancasila.

“Dari sekarang, kita harus bisa membentuk nilai-nilai pancasila dalam kehidupan digital karena itu akan menjadi contoh bagi anak cucu kita. Karena jika kita menerapkan pancasila dalam kehidupan berdigital, anak kita akan melihat ‘Oh… begini loh kehidupan bermedia sosial,” tuturnya.

Ia menjelaskan, dalam berinteraksi di dunia digital, pengguna harus selalu bersikap sopan dan menjaga perasaan orang lain.

“Ketika bapak dan ibu memposting status di media sosial, itu sudah menjadi konsumsi publik dan akan dilihat oleh orang lain. Jadi ketika bapak dan ibu itu menyakiti orang lain, body shaming, atau menghina orang lain, bapak ibu bisa dikenakan hukuman menurut UU ITE. Hukumannya itu tidak main-main, itu 6-8 tahun dan denda 1 miliar,” jelasnya.

Imam kemudian menekankan pada perkataan “Jarimu adalah harimaumu” dimana disaat pengguna salah menulis atau menyebarkan informasi, hal tersebut akan berdampak buruk bagi pengguna tersebut. Maka itu diharapkan kebijaksanaan pengguna dalam menggunakan internet agar tidak menyebarkan informasi yang salah dan menyinggung orang lain.

Selain kebijaksanaan dalam menggunakan internet, masyarakat Indonesia juga diharapkan mampu melestarikan nilai-nilai pancasila dalam menggunakan internet. Terutama dengan munculnya isu-isu seperti penyebaran paham radikal, intoleransi, dan hoaks, perlu sekali bagi masyarakat Indonesia untuk menerapkan pancasila di dunia digital.

Imam kemudian menjelaskan terdapat empat cara penanaman nilai Pancasila di media digital, yaitu menghargai orang lain, beretika dan berakhlak, harus berpikir logis dalam menangkal ancaman kejahatan digital, dan mengedepankan rasa empati.

“Bagaimana caranya di dunia digital? Misalnya ada orang lain ngetweet, lalu kita balas ‘Halah itu gak bener tuh, yang bener cuma agama saya’. Nah itu namanya tidak menghargai agama orang lain. Bagaimana caranya menghormati? Ya kita tidak usah komentar apa-apa. Ya kita like lah sekali-sekali. Terus selanjutnya, misalnya ada kawan kita buat tweet dia punya masalah, itu jangan kita bully dia. Apa yang bisa kita lakukan? Kita support dia dengan bahasa-bahasa motivasi agar dia bisa tetap semangat. Lalu selanjutnya, jika kita lihat sila ketiga. Misalnya sama-sama tiktokers atau sama-sama youtuber, itu tidak usah merasa tersaingi. Apa yang bisa kita lakukan adalah kita saling mendukung, saling support, sharing, bagaimana sesuai dengan yang diajarkan nilai-nilai Pancasila, jelas Imam.

Selain penanaman nilai tersebut, perlu juga bagi para pengguna untuk menghasilkan konten-konten positif yang sesuai dengan nilai Pancasila. Beberapa konten positif tersebut misalnya kontek yang tidak mengandung provokasi, konten yang tidak mengandung hoax, dan konten yang tidak mengantuk radikalisme dan intoleransi.

Lalu, ia menekankan jika penanaman nilai ini, harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Apabila penanaman nilai dalam diri sendiri tersebut sudah kuat, makan setiap individu akan mampu menangkal segala kejahatan di media digital. Apabila budaya Pancasila sudah diterapkan di ruang digital, masyarakat nantinya akan bisa berinteraksi dengan lebih baik dan berfokus pada hal yang positif sehingga dapat muncul kreatifitas dan produktifitas dalam menggunakan media digital.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi