Ekonomi Indonesia Dinilai Lebih Tangguh, Ini 6 Sektor Menjanjikan di Pasar Modal 2023

Ekonomi Indonesia Dinilai Lebih Tangguh, Ini 6 Sektor Menjanjikan di Pasar Modal 2023
Investment Talk bertema Menentukan Arah Investasi 2023 (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Jakarta - Tahun depan kondisi perekonomian dinilai akan sangat menantang. Kendati demikian, setidaknya ada enam sektor di pasar modal memiliki potensi yang menjanjikan karena ekonomi Indonesia dinilai lebih tangguh menghadapi kemungkinan krisis.

Tantangan ekonomi hadir karena tingkat inflasi global yang sangat tinggi dan direspon oleh berbagai bank sentral di banyak negara dengan cara neningkatkan suku bunga. Selain itu, tantangan dari krisis geopolitik antara Ukraina dan Rusia yang berimbas pada krisis pangan dan energi.

Vice President sekaligus Senior Analis Teknikal PT Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Alfatih mengatakan, berkaca dari sejarah ketika ekonomi Indonesia dihadapkan pada kondisi yang menantang, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selalu memiliki peluang bertumbuh lebih baik 2 hingga 3 kali lipat.

“Indeks kita itu (dalam menghadapi tantangan ekonomi) nggak sampai lama dalam 1-2 tahun itu sudah balik. Bahkan bisa 2-3 kali lipat. Kita tidak mendoakan ingin ada terjadinya krisis namun di setiap krisis kita selalu ada peluang. Saya cukup optimis bahwa ada suatu pergerakan yang besar di market kita dalam beberapa tahun ke depan,” ujarnya dalam acara Investment Talk bertema Menentukan Arah Investasi 2023 yang diselenggarakan oleh D’Origin Financial & Business Advisory bersama Igico Advisory, Senin (7/11).

Alfatih pun memproyeksikan enam sektor yang memiliki tren positif dan menguat yaitu cyclical, non-cyclical, basic, energy, financial dan health. Di cyclical sector, Alfatif menilai saham emiten bersandi CARS, MAPI, SMSM, LPPF, dan SCMA berprospek positif.

Adapun di non-cyclical sector pihaknya menilai saham AMRT, MYOR, ICBP, HMSP, AALI, GGRM, dan INDF akan bersinar. Untuk basic sector investor bisa melirik saham dari TKIM, SMGR, TPIA, INTP, INCO, dan ANTM.

Kemudian di energy sector ada MEDC, AKRA, INDY, ADRO, PGAS, TCPI, DOID, ADMR, ENRG, dan ITMG yang menjadi sorotan pihaknya. Sementara itu, untuk financial sector ada PNLF, BMRI, BBCA, BBNI, BBRI, SMMA, dan MEGA. Untuk health sector investor bisa memilih KLBF, CARE, hingga SIDO.

Bahkan Alfatih menyebut target harga dari beberapa emiten tersebut. KLBF dengan target teoritis di level 2.330, CARS dengan target hingga level 120, MAPI di level 1.570-1.830, LPPF bisa hingga level 10.000, SCMA di level 310, AMRT target fibonaci 3.000-3.050.

Kemudian MYOR dengan target di level 2.570-2.800, ICBP target 10.500-11.250, AALI dengan target 9.450-10.000, INDF target 6.600, TKIM target di level 9.200-9.675, SMGR target 9.850-10,550, INTP target 11.625, INCO di level 8.150-8.750.

ANTM dengan target di level 2.580-2.775, MEDC target 1.290-1.530, AKRA target 2.000, PGAS target 2.190-2.350, ENRG 405, ITMG target sekitar 54.250. Selanjutnya adalah BBCA dengan target 10.200, BMRI dengan resistance 11.700, BBRI 5.000-5.500.

“Jadi logikanya adalah saham-saham yang out perform ada tren dan momentum itu tentu didorong dengan dana yang masuk. Jadi yang perform tentu itu dipilih oleh big fund sedangkan yang underperform cenderung ditinggalkan oleh big fund,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama hadir pula financial planner dari Finansialku, Gembong Suwito. Menurutnya, dengan tantangan ekonomi yang ada, isu resesi itu menjadi yang menonjol. Namun, kata dia, berbicara data pertumbuhan ekonomi Indonesia masih robust di kisaran 5%, sehingga secara fundamental ekonomi Indonesia tidak akan mengalami resesi.

Saat ini, menurutnya sektor yang sangat popular karena memiliki tren positif adalah komoditas, energi, logistik, transportasi juga industri. Hal itu menjadi daya tarik bagi investor asing di pasar modal.

“Ini menjadi kabar baik, di saat investor global sedang mencari mana yang baik, mana yang aman, mana yang nyaman di tempat investasinya, Indonesia salah satunya. Saat 2021 inflow-nya luar biasa dan tahun ini color full, year to date sampai mencapai Rp80,52 triliun dana dari investor asing masuk. Makanya strong banget, terutama banking,” ujarnya penuh optimisme.

Adapun untuk berinvestasi, pihaknya menggunakan konsep 4 pilar. Pilar pertama adalah Likuiditas. Investasi tersebut menurutnya untuk dana darurat, penempatan di deposito dan pasar uang dengan rerata return 3%-5%. Pilar kedua adalah Stabilitas di mana isntrumen investasi bisa memberikan cash flow.

Seperti obligasi negara, ORI, SBR, SR, RD Proteksi, dan P2P. Ketiga adalah Hedging atau Lindung Nilai seperti US Dolar dan emas. Keempat adalah Pertumbuhan melalui saham, RD Saham, ETF, RD Indeks, ECF, dan Derivatif.

“Konsep ini yang kami bangun dan kami aplikasikan secara investasinya bertahap kepada client. Jadi masuk dulu di Likuiditas, berjenjang setelah itu Stabilitas, sudah ngerti, Hedging dan Growth,” lanjutnya.

Dia pun memberikan tips dalam berinvestasi pada 2023. Pertama, tetap tenang berinvestasi sesuai tujuan keuangan. Kedua, amankan dana darurat minimal 6 kali pengeluaran rutin. Ketiga jangan lupa aspek proteksi seperti Kesehatan.

Keempat efisiensi pengeluaran dengan hutang terjaga rasio cicilannya. Kelima melalui strategi alokasi aset dan pembelian secara bertahap. Dan terakhir adalah monitoring dan review produk investasi secara berkala.

Aspek Makro Terjaga

Hadir dalam diskusi tersebut Research Assistant-Institute for Economic and Social Research LPEM-FEBUI Syahda Sabrina. Dia menyebut kendati 2023 dihadapkan pada tantangan yang berpotensi mendorong resesi, World Bank masih memproyeksikan perekonomian Indonesia tumbuh 5,1% secara keseluruhan pada 2022 dan tahun depan.

Proyeksi yang tetap 5,1% itu cukup berbeda dengan negara berkembang lainnya di kawasan Asia tenggara semisal Malaysia, Filipina, dan Thailand, yang diproyeksikan pada 2023 akan terkoreksi dibandingkan dengan 2022. “Indonesia itu diestimasi akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil pada 2022 dan 2023,” ujarnya menekankan.

Persentase pertumbuhan itu pun lebih besar dari rerata estimasi pertumbuhan secara global. Di mana IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global hanya 3,3% sepanjang 2022. Sementara pada 2023 lebih terkoreksi menjadi hanya 2,7%.

Sementara untuk rerata pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang pada 2023, IMF memangkas proyeksinya menjadi hanya 3,7% dari sebelumnya mencapai 4,4% yang diprediksi pada April lalu.

(REL/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi