Pengurus Nasional Karang Taruna Tolak SK Gubsu yang Ganti Dedi Dermawan

Pengurus Nasional Karang Taruna Tolak SK Gubsu yang Ganti Dedi Dermawan
Ketua Karang Taruna Sumut Dedi Dermawan dan lainnya (Analisa/istimewa)

Analisadaily.com, Medan- Pengurus Nasional Karang Taruna menolak SK Gubernur Sumatera Utara yang mengganti Dedi Dermawan Milaya sebagai Ketua Karang Taruna Sumut, dan menetapkan Samsir Pohan dan Nurul Yakin Sitorus sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua dan Sekretaris Karang Taruna Sumut masa bhakti 2018-2023.

Dikatakan pengurus Nasional Karang Taruna, Budi Setiawan bahwa keputusan Gubernur Sumut itu sangat tidak sesuai dengan ketentuan/aturan tentang Karang Taruna.

"Dedi Dermawan Milaya tetap sebagai Ketua Karang Taruna Sumut yang sah," katanya.

Sebelumnya Samsir Pohan dan Nurul Yakin Sitorus ditetapkan Edy Rahmayadi masing-masing sebagai Plt Ketua dan Plt Sekretaris Karang Taruna Sumut masa bhakti 2018-2023 berdasarkan SK Gubernur Sumut Nomor 188.44/969/KPTS/2022 tertanggal 30 November 2022 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Sumut Nomor 188.44/134/KPTS/2019, tanggal 18 Maret 2019 tentang Pengurus Karang Taruna Sumut masa bakti 2018-2023.

Revisi kepengurusan Karang Taruna Sumut itu disampaikan Kepala Dinas Sosial Sumut, Basarin Yunus Tanjung, kepada wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Rabu (30/11).

Dikatakan Budi bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Sosial RI nomor 25 tahun 2019 tentang Karang Taruna berbeda dengan peraturan menteri sosial sebelumnya (no. 77 / 2010) tentang Pedoman Dasar Karang Taruna. Selain dari judulnya yang berbeda, secara substansi permensos 25 / 2019 tidak lagi mengatur tentang kelembagaan dan rumah tangga Karang Taruna yang oleh karena itu pada pasal 21 dalam permensos tersebut ditegaskan bahwa “Ketentuan mengenai keorganisasian dan kepengurusan serta pengesahan dan pelantikan kepengurusan Karang Taruna diatur lebih lanjut dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Karang Taruna”. Permensos 25 / 2019 lebih mengatur terkait tata hubungan Karang Taruna dengan pemerintah, dimana posisi pemerintah sebagai pembina dalam dimensi pemberdayaan adalah lebih pada aspek fungsional dan pembinaan secara umum, bukan mengintervensi dan terlibat langsung dalam urusan internal, keorganisasian dan kelembagaan Karang Taruna. Karang Taruna adalah lembaga /organisasi yang independen dan mandiri dalam urusan rumah tangganya.

Kemudian sebagaimana diatur dalam pasal 18 Permensos nomor 25 tahun 2019, betul bahwa keanggotaan Karang Taruna menganut sistem stelsel pasif artinya bahwa setiap generasi muda berusia 13 sampai dengan 45 tahun adalah otomatis anggota atau Warga Karang Taruna. Tetapi pengaturan tentang keanggotaan (usia keanggotaan) tidak otomatis mengatur kepengurusan (usia kepengurusan) karena dalam pasal 20 ayat (1) butir b disebutkan bahwa usia pengurus paling rendah 17 tahun yang itu berarti tidak ada pengaturan batas atas di permensos karena diberikan kewenangan pengaturannya kepada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagaimana ketentuan pasal 21, dimana sesuai dengan Anggaran Rumah Tangga Karang Taruna pasal 24 ayat (1) butir j disebutkan bahwa batas atas usia Ketua Pengurus Karang Taruna Provinsi adalah 55 tahun. Secara filosofis berbedanya pengaturan usia keanggotaan dan usia kepengurusan Karang Taruna disebabkan oleh karena keanggotaan Karang Taruna sebagai organisasi sosial adalah sebagai warga layanan atau kelompok sasaran program, sedangkan usia kepengurusan diatur sedemikian rupa dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga untuk kepentingan kaderisasi dan pemberdayaan Karang Taruna di desa/kelurahan oleh kepengurusan tingkat kecamatan hingga nasional yang dianggap efektif untuk melakukannya. Perlu juga dipahami bahwa keanggotaan Karang Taruna hanya berada di desa/ kelurahan, ditingkat kecamatan hingga nasional hanya ada kepengurusan yang bertugas memberdayakan Karang Taruna desa/kelurahan.

Mekanisme pembentukan kepengurusan dalam Karang Taruna harus selalu melalui forum pengambilan keputusan tertinggi organisasi yang disebut Temu Karya. Temu Karya Provinsi yang telah berhasil menyusun dan membentuk kepengurusan provinsi melalui mekanisme formatur kemudian legalitas pengesahannya secara kelembagaan dikeluarkan oleh Pengurus Nasional Karang Taruna kepada kepengurusan provinsi dalam bentuk Surat Keputusan. Barulah kemudian berdasarkan SK Pengesahan dari Pengurus Nasional Karang Taruna dikeluarkan Surat Keputusan Pengukuhan oleh Gubernur sebagai Pembina Umum Karang Taruna di provinsi. Surat Pengukuhan dari Gubernur bukanlah surat pengesahan terhadap suatu kepengurusan tetapi lebih merupakan pengakuan sebagai mitra pemerintah dan legalitas terkait kebijakan dan penganggaran. Sehingga adalah keliru jika SK Gubernur dapat menentukan kepengurusan Karang Taruna provinsi sah/berlaku atau tidak, dan tentu itu merupakan bentuk dari intervensi pemerintah yang sama sekali tidak membina dan memberdayakan bahkan berpotensi membuat gaduh baik diinternal maupun eksternal Karang Taruna.

Selanjutnya sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Karang Taruna pasal 25 disebutkan bahwa “Seorang Ketua dinyatakan berhenti jika, meninggal dunia, karena habis masa baktinya, meletakkan jabatan (mengundurkan diri), diberhentikan untuk sementara (non aktif) oleh RPP karena keterlibatannya dalam kasus-kasus pidana kemudian diberhentikan oleh RPP jika ternyata terbukti bersalah didepan pengadilan dalam kasus pidana yang merusak nama baik organisasi dan dirinya serta diberhentikan dengan hormat oleh RPP diperluas jika ternyata dalam kurun waktu sekurang-kurangnya 1 tahun tidak dapat menunjukkan keaktifan dan tanggung jawabnya sebagai ketua," ujarnya.

Selanjutnya bahwa seorang ketua baru digantikan oleh seorang Plt melalui keputusan rapat pleno Pengurus Nasional Karang Taruna (PNKP), jika memenuhi ketentuan butir d atau jika sedang bertugas ditempat lain dalam waktu lama atau sedang dalam perjalanan ibadah. Diluar ketentuan butir d, maka ditetapkan Pejabat sementara (Pjs) oleh RPP. Sehingga dengan demikian sama sekali tidak ada dasar yang kuat jika Pembina Umum (gubernur) mengeluarkan SK pengangkatan Plt Ketua karena hal tersebut merupakan domain kepengurusan nasional. Apalagi SK Plt oleh pembina karena didasarkan oleh ketentuan usia yang sudah dijelaskan diatas.

"Mencermati penjelasan kami di atas yang didasarkan pada Peraturan Menteri Sosial RI nomor 25 tahun 2019 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Karang Taruna (hasil Temu Karya Nasional VIII Karang Taruna tahun 2020), maka kami mengimbau agar kiranya Bapak Gubernur dapat lebih cermat dalam memahami aturan-aturan terkait Karang Taruna serta dapat secara bijak memfasilitasi dalam konteks pembinaan kepada kepengurusan Karang Taruna agar dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri secara keorganisasian Karang Taruna, apalagi secara fungsional juga dapat difasilitasi dan di supervisi langsung oleh Dinas Sosial sebagaimana ketentuan dalam Permensos no 25 tahun 2019 pasal 39. Karena dengan diterbitkannya SK penetapan Plt Kepengurusan Karang Taruna Provinsi Sumatera Utara sebagaimana tertuang dalam SK Nomor: 188.44/969/KPTS/2022 tentu sangat tidak sesuai dengan ketentuan/aturan tentang Karang Taruna dan berpotensi untuk memunculkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara yang pasti akan merugikan Gubernur sebagai pembina umum," ujarnya.

Pihaknya juga mengimbau kepada semua pemangku kepentingan Karang Taruna di Tanah Air untuk tetap menegakkan aturan dan ketentuan tentang Karang Taruna secara bijak serta menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai murni dalam Karang Taruna sebagai organisasi sosial yakni non-konflik, non-partisan, nirlaba, kesetiakawanan sosial, kebersamaan, dan kejuangan.

(NS/BR)

Baca Juga

Rekomendasi