Howard Schultz, Mantan Loper Koran yang Sukses Besarkan Starbucks (detikcom)
Analisadaily.com, Jakarta - Kesuksesan Starbucks tak lepas dari tangan dingin Howard Schultz. Siapa sangka ia adalah mantan loper koran yang kehidupan kecilnya sederhana. Starbucks merupakan jaringan kedai kopi asal Seattle, Amerika Serikat yang kini mendunia. Perkembangannya begitu masif hingga kini memiliki lebih dari 35.000 kedai kopi di berbagai negara.
Di balik popularitas Starbucks, ada sosok bernama Howard Schultz yang sukses membesarkan kedai kopi ini. Jabatan CEO Starbucks pernah diemban oleh Schultz selama dua kali, yaitu sejak 1987 hingga 2000, dan 2008 hingga tahun 2018.
Schultz juga pernah menjabat CEO interim Starbucks pada April 2022, sebelum digantikan Laxman Narasimhan pada Oktober 2022.
Forbes mencatat total kekayaan Schultz mencapai US$ 3,8 miliar atau Rp57 triliun (kurs Rp 15.000). Dia masuk ke dalam list 1.000 orang paling kaya di dunia, menempati posisi 789.
Namun, siapa yang menduga Schultz ternyata berasal dari keluarga yang sederhana dan dibesarkan di perumahan subsidi. Ayahnya tidak pernah lulus dari sekolah menengah, dan mencari nafkah secara serabutan (menjadi sopir truk, buruh pabrik, hingga sopir taksi).
Dalam catatan detikcom, yang dilansir pada Sabtu (29/7/2023), penghasilan Schultz tidak pernah lebih dari US$ 20.000 per tahun namun ia harus menghidupi tiga anak. Hal itu juga lah yang melatarbelakangi Schultz harus tinggal di perumahan subsidi.
Kehidupan masa kecil yang sederhana justru membuat Schultz termotivasi untuk mengejar kesuksesan. Ia pun mengagumi sosok ayahnya yang disebutnya sebagai pekerja keras dan jujur dalam bekerja.
"Keluarga kami tidak memiliki penghasilan, tidak ada asuransi kesehatan, tidak ada uang kompensasi," tulis Schultz dalam buku 'Pour Your Heart Into It: How Starbucks Built a Company One Cup at a Time'.
Ia harus merasakan pahitnya hidup sejak berusia 12 tahun dengan melakoni beberapa pekerjaan, termasuk menjadi loper koran. Berkat kemahirannya dalam berolahraga dirinya mendapatkan beasiswa di Northern Michigan University dan lulus sebagai sarjana komunikasi pada 1975.
Dengan modal pendidikan yang didapatkannya, Schultz mulai menata karier sebagai sales dan marketing di Xerox selama tiga tahun. Setelah itu, ia menjadi vice president and general manager di Hammarplast, sebuah perusahaan peralatan rumah tangga asal Swedia.
Pada 1982, Schultz pindah ke Seattle untuk bergabung dengan Starbucks sebagai direktur operasi dan marketing. Saat itu, Starbucks baru memiliki beberapa kedai kopi.
Schultz memutuskan pergi ke Italia pada 1983 lantaran kagum dengan salah satu toko kopi di Milan yang menjadi tempat orang-orang bertemu dan berbagi waktu bersama di luar rumah dan kantor. Pada saat itu juga, dia resmi meninggalkan Starbucks dan mulai merintis usaha kedainya II Giornale.
Beselang empat tahun atau pada 1987, dirinya pun mengambil alih Starbucks sebagai CEO. Schultz membeli kedai kopi itu dengan bantuan beberapa investor. Di bawah kepemimpinannya, Starbucks menjadi perusahaan dengan pertumbuhan luar biasa.
Dari awalnya hanya 11 kedai, kini Starbucks memiliki lebih dari 30 ribu kedai di seluruh dunia. Schultz juga menawarkan asuransi kesehatan kepada karyawannya, baik yang paruh waktu atau karyawan tetap. Bahkan, dirinya pun mencari mitra dengan menawarkan saham perusahaannya kepada publik.
Berkat kecerdasannya, Schultz membawa Starbucks menjadi merek yang mendunia. Kesuksesan yang didapatkan seperti sekarang ini merupakan hasil dari tekad yang kuat dan ketekunan yang teguh. "Saya masih merasa seperti anak kecil dari Brooklyn yang dibesarkan di perumahan umum," kata Schultz.
Hasil dari kerja kerasnya membuatnya banyak menerima penghargaan. Salah satunya adalah The Horatio Alger Award bagi mereka yang telah mengatasi kesulitan untuk mencapai kesuksesan.
(DEL)