Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah senilai Rp5,5 miliar di Kota Medan, Sumatera Utara, yang diduga terkait dengan dugaan tindak pidana Korupsi dengan tersangka Bupati Labuhan Batu nonaktif Erik Adtrada Ritonga (EAR). (ANTARA/HO-KPK)
Analisadaily.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menyita rumah mewah senilai Rp 5,5 miliar di Kota Medan, Sumatera Utara, yang diduga terkait perkara tindak pidana Korupsi dengan tersangka Bupati Labuhan Batu nonaktif Erik Adtrada Ritonga (EAR).
"Aset berupa satu unit rumah ini diduga memiliki tautan erat dengan penerimaan suap yang dilakukan tersangka EAR," kata Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (26/4).
Dilansir dari Antara, Ali menerangkan penyitaan rumah mewah tersebut dilakukan tim penyidik KPK pada Kamis (25/4) dengan pemasangan plang sita oleh petugas.
"Langsung dilakukan penyitaan dan pemasangan plang sita. Estimasi rumah tersebut senilai Rp5,5 miliar," ujarnya.
Selain itu, tim penyidik KPK pada Kamis (26/2) juga memeriksa empat orang saksi terkait kepemilikan rumah tersebut. Pemeriksaan itu bertempat di Kantor BPKP Perwakilan Sumatera Utara.
Para saksi tersebut, yakni ibu rumah tangga Maya Hasmita, Notaris/PPAT Rosniaty Siregar, dosen Mona Hastuti, dan Kepala Lingkungan Kelurahan Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang, Kota Medan, Rizky Kemal.
"Para saksi ini hadir dan dikonfirmasi, antara lain soal dugaan kepemilikan aset-aset dari tersangka EAR," kata Ali.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat, 12 Januari 2024, mengumumkan penetapan tersangka dan penahanan Bupati Labuhan Batu Erik Adtrada Ritonga dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkup Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Selain Erik, penyidik KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka, yakni anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu Rudi Syahputra Ritonga (RSR) serta dua pihak swasta, yakni Efendy Sahputra alias Asiong (ES) dan Fazar Syahputra alias Abe (FS).
Penetapan tersangka itu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) sebagai tindak lanjut atas laporan dan informasi masyarakat soal dugaan korupsi oleh penyelenggara negara, berupa pengondisian pemenangan kontraktor yang mengerjakan proyek pengadaan di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Pada Kamis, 11 Januari 2024, tim penyidik KPK mendapatkan informasi telah terjadi penyerahan sejumlah uang secara tunai maupun melalui transfer rekening bank ke salah satu orang kepercayaan EAR.
Atas informasi tersebut, KPK langsung bergerak untuk mengamankan para pihak yang berada di Kabupaten Labuhan Batu. Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan uang tunai sekitar Rp551,5 juta sebagai bagian dari dugaan penerimaan sementara sekitar Rp1,7 miliar.
Tersangka FS dan ES, sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Sementara itu, tersangka EAR dan RSR sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
(CSP)