Mengukur Hasil Belajar Siswa

Oleh: Supri Harahap. Guru tak bisa semaunya menilai atau tak menilai siswa. Ada aturan yang mengi­kat secara regulasi. Peraturan Menteri Pendidikan dan Ke­budayaan RI Nomor 23 Tahun 2016 mengatur kriteria mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, meka­nisme, prosedur dan in­strumen penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian. Permendikbud itulah regulasi penilaian di sekolah yaitu Standar Penilaian Pendidikan.

Karena regulasi sudah ada, sekali lagi, guru tak bisa semaunya menilai atau sebaliknya tak menilai peserta didiknya. Apalagi kalau menilai atau tak menilai karena alasan suka atau tak suka. Permendikbud tadi sangat rinci dipaparkan pada peraturan turu­nannya yakni Panduan Penilaian oleh Pendidik dan Satuan Pendi­dikan.

Panduan ini ditandatangani Dir­jen Pendidikan Dasardan Mene­ngah. Semua guru mestinya memedomani aturan ini. Satuan pendidikan jangan mengharapkan panduan ini akan dikirim ke sekolah sebab direktorat terkait tidak mencetak bukunya. Tapi menguploadnya di web direktorat seperti di ditpsmp.kemdikbud.go. id/erapor.

Beberapa prinsip

Dijelaskan bahwa prinsip penilaian antara lain adalah objek­tif, penilaian tak boleh subjektif. Jelas apa dan bagaimana bentuk dan jenis penilaiannya. Lalu, adil. Maksudnya, tak membedakan latar belakang agama, suku, latar ekono­mi,bahkan gender peserta didik yang dinilai. Reliabel yaikni menilai apa yang sesungguhnya harus dinilai sesui kompetensi yang hen­dak dikuasai. Tidak boleh bias. Oleh karena itu perlu instrumen dan rubrik penilaian yang jelas dan detail.

Kurikulum 2013 menggunakan sistem penilaian acuan kriteria (PAK), bukan penilaian acuan norma. Artinya, kompeten atau tidak­nya peserta didik menguasai kompetensi bukan berdasarkan hasil capaian yang diperolehnya diban­dingkan dengan capaian peserta di­dik yang lain, melainkan didasarkan atas kriteria minimal yang ditentukan.

Kriteria minimal itu disebut KKM (kriteri ketuntasan minimal), setelah revisi disebut KBM (kriteria belajar minimal). Adapun penetapan KBM dibuat atas tiga aspek penting yaitu karakteristik peserta didik (intake), karakteristik mata pelajarannya (kompleksitas kompetensi) dan kondisi satuan pendidikan termasuk tingkat profesional pendidiknya (daya dukung).

Filosofi ketuntasan belajar ada­lah peserta didik mampu menguasai kompetensi apa saja asalkan diberi waktu yang cukup. Siswa yang belum mencapai ketun­tasan belajar (sesuai KBM), mereka mengikuti program remedial supaya dapat mengikuti pem­belajaran pada kompetensi berikutnya. Paradigma inilah yang kemu­dian disebut sebagai ketun­tasan belajar (mastery learning).

Tupoksi

Diingatkan kembali bahwa tugas pokokdan fungsi pendidik (guru) tak berhenti sebatas merencanakan dan menyampaikan pembelajaran di kelas. Tenaga profesional ini lebih lanjut juga memberikan pengukuran atau penilaian penca­paian kompetensi peserta di­dik secara komprehensif.

Karena kompetensi itu ada pada tiga ranah yakni sikap (afektif), penegtahuan (kognitif) dan kete­rampilan (psikomotor) maka tenaga pen­didik mesti mengumpul­kan semua informasi terkait ketiga ranah tersebut untuk dapat dilaporkan kepada orangtua pesrta didik sebagai prinsip akuntabilitas penilaian. Kumpulan informasi itulah yang akan dimanfaatkan untuk mengambil keputusan atas hasil belajar peserta didik di sekolah.

Mengenai sikap (spritual dan sosial) dilaporkan dalam bentuk deskripsi (penjelasan). Adapun ranah pengetahuan dan keteram­pilan disampaikan dalam bentuk capaian angka (rentang 0-100), dibuat predikatnya (amat baik, baik, cukup dan kurang yang kemudian ditulis dengan A, B, C dan D).

Setelah itu, dibuat lagi gambaran atau deskripsi tentang kekuatan dan kelemahan capaian kompetensi peserta didik. Agar deskripsi itu bisa lengkap maka setiap KD Kompetensi Inti (KD KI.3 tentang ranah penngetahuan dan KD KI.4 di ranah keterampilan) mesti dilakukan.

Penilaian KD pada ranah pengetahuan dilakukan dengan jenis tes tertulis (boleh tes lisan asal dilengkapi panduan yang lengkap, namun jenis ini jarang dipakai pendidik karena membu­tuh­kan waktu yang panjang menyelenggarakannya). Tes tertulis pilihan ganda, esai, jika ada tugas (pekerjaan rumah/PR) maka diakumulasikan hasilnya dan dibagi sesui porsi yang pas. Selain jenis tadi dapat pula dengan portofolio.

Yang ranah kognitif ini mengikuti prosedur penilaian harian (PH). Artinya semua KD KI.3 dinilai agar saat mendes­kripsikan kelemahan dan kekuatan capaian KD-KDnya dapat dilakukan dengan rinci.

Setelah pendidik mengajar 8 atau 9 minggu maka dilakukan pula penilaian tengah semester (PTS) atas indikator-indikator ca­paian KD yang dianggap esensial untuk diteskan kembali. Pada akhir semester kemudian dilakukan tes melalui penilaian akhir semester (PAS). Jika pada PH dan PTS dilakukan oleh pendidik maka PAS diselenggarakan satuan pendidikan.

Semua penilaian tersebut dina­makan ulangan (bukan ujian). Term ujian dipakai untuk akhir jenjang pembelajaran yakni Ujian Sekolah (Berstandar Nasional) dan Ujian Nasional (Berbasis Komputer).

Adapun pembobotan pada ulangan yakni penilaian harian diberi bobot 2 karena penilaian itu menggambarkan secara khas penguasaan peserta didik dalam kesehariannya. PTS diberi bobot 1 karena dianggap mengulang menilai pada PH. Adapun PAS diberi bobot 1 tapi boleh 2 (sesui keputusan di satuan pendidikan). Kalau memakai 1 maka pembagi akumulasi PH tambah PTS dan PAS dibagi 4. Tapi kalau memakai bobot 2 pada PAS maka pembagi dibuat 5.

 Pada ranah keterampilan (psikomor) berbeda jenis peni­laian­nya. Beda pula cara menghitung hasil capaiannya. Penilaian aspek kete­rampilan dilakukan melalui jenis kinerja (praktik), proyek dan portofolio. Inilah sistem penilaian versi kurikulum yang berlaku di sekolah kita saat ini setelah mengalami beberapa kali revisi: Kurikulum 2013 (K.13).

Laporan hasil belajar yang tertuang pada buku rapor peserta didik saat ini tampak lebih komprehensif dibandingkan sistem laporan penilaian kurikulum yang manapun sebelum K.13. Kom­prehensif karena keleng­kapan ranah kompetensi­nya, pencan­tuman angka pencapaian dan predikat serta deskripsi­nya. Karena kelengkapannya itulah maka kemampuan guru (pendidik) memberikan pengukuran hasil belajar peserta didik dituntut lebih tinggi.

Karena kelengkapan laporan itu pula maka satuan pendidikan lebih efektif dan praktis menggunakan aplikasi komputer dalam penyusu­nannya. Lagi-lagi di sinilah pendidik kita dituntut terampil menggunakan komputer. Buku rapor peserta didik kita tampak lebih lebar yang dicetak dalam bentuk album. Laporan hasil belajar peserta didik tak lagi kering informasi seperti rapor sebe­lumnya yang hanya melaporkan nilai pengetahuan (1-10) tanpa kita tahu kekuatan dan kelemahan anak menguasai pengetahuan.

Konsep penilaian

 Konsep penilaian yang perlu dipahami bahwa penilaian meru­pakan pengumpulan dan pengo­lahan informasi untuk mengu­kur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pengumpulan informasi tersebut ditempuh melalui berbagai teknik penilaian, menggunakan berbagai instrumen dan berasal dari berbagai sumber. Penilaian dilakukan secara efekttif. Meskipun informasi dikumpulkan sebanyak-banyaknya dengan berbagai upaya, kumpulan infor­masi tersebut tidak hanya lengkap dalam pemberian gam­baran, tetapi juga harus akurat untuk meng­hasilkan keputusan. ***

Penulis adalah Kasi Kurikulum dan Kesiswaan SMP, Disdik Kota Medan.

()

Baca Juga

Rekomendasi