Ilustrasi (Analisadaily/Qodrat Al-qadri)
Analisadaily.com, Sei Mangkei - Potensial, itulah kata-kata yang tepat untuk menggambarkan Sumatera Utara yang memiliki segudang potensi besar untuk menjadi provinsi maju dan dibanggakan oleh bangsa Indonesia.
Potensi ini juga didukung dengan lokasi geografis yang strategis yaitu berbatasan dengan selat Malaka di sebelah timur, dengan Provinsi Aceh di sebelah utara, Provinsi Riau di sebelah selatan dan Samudera Hindia di sebelah barat.
Berbekal luas daratan Provinsi Sumatera Utara sekitar 72.981,23 KM2 dan berada dekat garis khatulistiwa, provinsi ini memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar, terbukti dengan industri sawit, karet, kopi dan lain-lain yang mendominasi sektor industri yang tumbuh pesat di Sumatera Utara.
Selain sumber daya alam, Sumatera Utara juga memiliki potensi pengembangan lain yang dapat berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi seperti pembangunan infrastruktur jalan tol, kereta api, LRT, kawasan industri, pariwisata dan lain-lain. Dalam kondisi Covid-19 ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tetap berkomitmen untuk mengejar potensi pengembangan Sumatera Utara kedepannya.
Hal ini ditunjukkan dengan turut berpartisipasinya Sumatera Utara dapat kegiatan 3rd Indonesia Investment Day 2020 yang merupakan inisiasi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura bersama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Singapura dan BKPM di Singapura.
Sumatera Utara mengikuti rangkaian acara tersebut pada tanggal 25 Agustus 2020 dengan membawa tujuh proyek investasi yang siap ditawarkan kepada investor.
Tujuh proyek tersebut terdiri dari LRT Mebidang (Medan-Binjai-Deli Serdang), Kereta Api Siantar-Parapat, Sport Center Deli Serdang, Toba Caldera Resort, Rusunawa Terintegrasi di Sei Mangkei, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan Kawasan Industri Kuala Tanjung.
Dari tujuh proyek tersebut ada dua yang memiliki nilai investasi yang cukup fantastis, yaitu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan Kawasan Industri Kuala Tanjung.
Cita-cita Sumatera Utara untuk membangun dua kawasan ini memang bukan tanpa alasan, dengan adanya kawasan tersebut diharapkan dapat tercipta lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi masyarakat Sumatera Utara.
Dengan adanya kawasan ini diharapkan mampu menciptakan multiplier effect yang dapat meningkatkan daya saing perekonomian Sumatera Utara. Bukan tidak mungkin Sumatera Utara khususnya di daerah Sei Mangkei dan Kuala Tanjung dapat menjadi pusat aktivitas perekonomian di Pulau Sumatera seperti halnya DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian di Pulau Jawa.
Sebagai kawasan khusus, KIKT dan KEK memiliki peran penting dalam memajukan sektor industri di Sumatera Utara. Hingga saat ini, setidaknya ada 2 pabrik terkemuka yang sudah beroperasi di kawasan tersebut, yaitu PT Unilever Oleochemical Indonesia di Sei Mangkei dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum di Kuala Tanjung.
Unilever merupakan pabrik yang baru beroperasi sejak tahun 2015 dan memproduksi oleokimia beserta turunannya. Oleokimia banyak digunakan untuk bahan olahan seperti mentega, sabun, minyak goreng dan lain-lain serta merupakan salah satu alternatif energi terbarukan di masa depan, sedangkan Inalum sudah berdiri sejak tahun 1976 dan merupakan satu-satunya pabrik peleburan aluminium di Indonesia.
Inalum merupakan salah satu industri terbesar di Sumatera Utara yang saat ini sedang mengejar berbagai proyek pengembangan demi meningkatkan kapasitas produksinya dari yang sebelumnya 250.000 ton per tahun menjadi 500.000 ton aluminium per tahun.
Dampak dari peningkatan kapasitas produksi ini mampu menekan laju impor aluminium yang selama ini memang belum mampu disupply dari dalam negeri.
Sebagai gambaran, kondisi kebutuhan Aluminium domestik saat ini berkisar di angka 800.000 ton per tahun, sedangkan Inalum baru mampu mensupply hanya sekitar 250.000 ton per tahun, itu berarti ada sekitar 550.000 ton yang harus diimpor dari luar negeri.
Inalum dengan segala potensinya diharapkan mampu memajukan Kawasan Industri Kuala Tanjung. Begitu juga Unilever, kesuksesannya dalam mengoperasikan pabrik diharapkan mampu menarik minat investor untuk berinvestasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei.
Untuk itu, guna mengoptimalkan hal tersebut, diperlukan dukungan dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan insentif-insentif khusus yang dapat menarik investor seperti tax holiday, pengurangan retribusi dan PPHTB (Pajak Penghasilan atas Penjualan Tanah atau Bangunan), penerangan jalan dan lain-lain. Proyek infrastruktur pendukung seperti jalan tol dan rel kereta api juga harus dibangun untuk mempermudah akses dan mempermurah biaya transportasi dari dan menuju Sei Mangkei dan Kuala Tanjung.
Dengan adanya dukungan dari seluruh pihak, bukan tidak mungkin cita-cita untuk menjadikan Sumatera Utara khususnya Sei Mangkei dan Kuala Tanjung menjadi pusat aktivitas perekonomian di Pulau Sumatera dapat tercapai
Potensi Terpendam
Provinsi Sumatera Utara (Sumut) punya kawasan industri yang memiliki peran penting sebagai pilar ekonomi di daerah tersebut, salah satunya adalah Kawasan Industri Medan (KIM). Namun, Sumut juga masih memiliki daerah kawasan industri dan perkebunan yang memendam potensi luar biasa di Kabupaten Batubara.
Kawasan tersebut merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei yang ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2012 pada 27 Februari 2012. Kawasan Ekonomi Khusus ini merupakan pertama di Indonesia yang telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 27 Januari 2015.
KEK Sei Mangkei memiliki bisnis utama berupa industri kelapa sawit dan karet dan difokuskan untuk menjadi pusat pengembangan industri kelapa sawit dan karet hilir berskala besar dan berkualitas internasional.
Dengan total luas lahan sebesar 2.002,7 ha, KEK Sei Mangkei terbuka akan potensi industri lainnya terutama di sektor hilir dengan nilai tambah yang tinggi.
KEK Sei Mangkei ini akan menjadi semakin berkembang, karena didukung dengan Pelabuhan Kuala Tanjung yang juga dikembangkan menjadi Kawasan Industri Kuala Tanjung (KIKT) oleh Pelindo I.
Tidak hanya sebagai Hub Indonesia Bagian Barat, tetapi kawasan ini akan diharapkan akan menciptakan hinterland baru dengan mengoptimalkan pengembangan lahan dan pertumbuhan industri di sekitar Kuala Tanjung.
Pengamat Ekonomi Sumut, Prof. Aldwin Surya mengatakan, secara historis Kawasan Industri Kuala Tanjung, diawali oleh proyek aluminium pada awal pemeritah Orde Baru dan menjadi salah satu industri unggulan Sumatera Utara. Proyek aluminium kemudian menjadi Inalum (Indonesia Aluminium).
Era pemeritahan pasca Orde Baru ditandai dengan diverifikasi industri di Sumatera Utara yang menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya. Sektor ekonomi pun semakin bergerak laju dengan dukungan luas lahan di kabupaten di Sumatera Utara.
Selain kawasan industri Kuala Tanjung, Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei disiapkan untuk menjadi unggulan Sumatera Utara guna mendukung terwujudnya pembangunan ekonomi yang maju dan berdaya saing tinggi di Sumatera Utara.
Di kawasan ini banyak terdapat perusahaan perkebunan besar seperti Perkebunan PT Wilmar, Perkebunan PT Lonsum dan perkebunan PTPN dan lainnya, yang menyediakan bahan baku untuk industri PT Unilever yang ada di Sei Mangkei.
Untuk itu, Prof. Aldwin Surya menegaskan, untuk mengangkat potensi yang ada di daerah tersebut, Era pemeritahan pasca Orde Baru ditandai dengan diversifikasi industri di Sumatera Utara yang menarik bagi investor untuk menanamkan modalnya.
Sektor ekonomi pun semakin bergerak laju dengan dukungan luas lahan di kabupaten di Sumatera Utara, dukungan dari pemerintah pusat, provinsi dan kota/kabupaten sangat diperlukan. Misalnya dengan keringanan pajak, namun masih memiliki kendala, salah satu adalah penerapan peraturan berlaku di pemerintah pusat, provinsi dan kota/kabupaten yang cenderung berbeda.
"Oleh karena itu, pemeritah pusat patut harus memastikan peraturan dan ketetapan (rules and regulation) berlaku berjalan seirama di tingkat pemeritah provinsi dan kota/kabupaten," tegas mantan Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sari Mutiara (USM) Indonesia ini.
Menurutnya, hal tersebut yang membuat kawasan tersebut sejauh ini seperti jalan di tempat. Dan ini dibutuhkan komitmen pemerintah daerah, baik kabupaten/provinsi serta pemerintah pusat.
"Kawasan ini memiliki potensi yang besar. Kalau berkembang bisa menyerupai industri pesat di Batam, dan akan menjadi pusat sumber-sumber alam yang penting untuk industri. Tetapi kalau dikelola dengan benar. Kalau tidak, maka akan begitu-begitu saja. Tidak tergali dengan benar dan tidak dioperasikan dengan benar, sehingga tidak akan nampak kontribusinya terhadap perekonomian nasional," ujarnya.
Prof. Aldwin Surya berharap, Indonesia bisa menjadi salah satu negara dengan perekonomian yang pesat, karena memiliki sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang cukup.
"Untuk itu komitmen kepala daerah dan pemerintah musti bergandengan tangan bersama-sama. Tidak ada lagi yang namanya proyek pusat, sehingga provinsi kabupaten tidak mau ikut campur, dan begitu juga sebaliknya. Jangan terpecah-pecah. Kalau itu terwujud, Indonesia akan menjadi sector of income, pusat pendapatan ekonomi yang baik," pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat Milenial Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin mengatakan, memang Provinsi Sumatera Utara memendam potensi yang sangat luar biasa. Seperti Kawasan industri KEK Sei Mangkei dan Kawasan Industri Kuala Tanjung yang didukung dengan Pelabuhan Kuala Tanjung, terletak di wilayah Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara.
Hanya saja, kata Gunawan, sampai saat ini peminat pengusaha untuk membangun industri di wilayah tersebut terbilang sangat lamban. Padahal infrastrukturnya sudah dibangun dengan sangat baik.
Ada pelabuhan, akses jalan tol yang sudah mulai dibangun, akses jalan yang terhubung dengan kualitas bagus. Tetapi memang dari luas total kawasan tersebut, hanya sedikit sekali perusahaan yang mendirikan bisnis di kawasan tersebut. Seperti PT Unilever, ditambah industri-industri yang memang sudah ada sejak lama, seperti PT Inalum, PTPN, PT Wilmar, PT Lonsum dan lainnya.
Kalau membandingkan Medan, dimana memiliki kawasan industrinya sendiri. Tentunya Sei Mangkei meskipun unggul karena kawasan industri ini merupakan proyek baru. Yang jelas diposisikan sebagai kawasan lebih unggul dibandingkan kawasan lain sebelumnya.
"Tetapi, meskipun memiliki banyak keunggulan, mengapa Sei Mangkei tak kunjung mendapat respon positif dari investor. Ada banyak faktor atau alasan yang membuat Sei Mangke terlalu lamban dalam menyerap investasi," ujar dosen Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) ini.
Menurutnya, dari sisi persaingan kawasan industri lain di tanah air saja, banyak investor asing yang lebih melirik wilayah Jawa sebagai basis industrinya. Pemicunya pun cukup banyak, mulai dari ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM), Inflasi, Infrastruktur, Birokrasi serta letak strategis kawasan industri tersebut.
"Kita tahu bahwa uang banyak beredar di Pulau Jawa. Jumlah populasi Jawa juga terbilang sangat banyak. Sehingga wajar banyak industri yang berkembang di wilayah Jawa ketimbang Sumut. Di Jawa pusat industri dibangun sekaligus menjadi pusat basis pemasaran," sebutnya.
Selanjutnya, jika membandingkan Sei Mangkei dengan Belawan, Gunawan menyebutkan, di sini juga jelas, Medan menjadi episentrum ekonomi Sumut yang tentunya tidak akan semudah itu ditinggalkan pengusaha. Tidak segampang itu pengusaha memindahkan bisnisnya di kawasan Sei Mangkei. Meskipun Sei Mangkei memiliki banyak keunggulan dibandingkan Kawasan Industri Medan di Belawan.
"Asalannya juga tidak jauh berbeda, yakni pusat ekonomi sekaligus pusat belanja dan perputaran uang di Sumut masih dikuasai oleh Medan," katanya.
Selanjutnya, memperhitungkan letak strategis Sei Mangkei di Regional atau ASEAN, memang ke depan Sei Mangkei memiliki prospek cukup bagus. Terlebih Thailand akan membangun terusan KRA, yang nantinya akan mengubah peta distribusi perdagangan. Hal ini tentunya akan sangat menguntungkan Sei Mangkei karena jalur distribusi berpotensi akan melewati wilayah Kuala Tanjung - Sei Mangke baru ke Singapura atau Jakarta.
"Tetapi tetap saja, Belawan akan menjadi wilayah yang dilewati terlebih dahulu. Terlebih jika Belawan nantinya akan revitalisasi. Bukan tidak mungkin Belawan akan lebih diuntungkan dibandingkan dengan Pelabuhan Sei Mangkei," ujarnya lagi.
Gunawan menyebutkan, dari sisi kajian ekonomi makro, investasi global belakangan melambat. Banyak negara yang berjuang melawan resesi dan ini tentunya akan memberikan dampak buruk bagi penanaman modal di negara manapun. Nah ini juga menjadi salah satu penghambat minimnya investasi yang juga dirasakan oleh kawasan industri Sei Mangkei.
"Akan tetapi, jangan berkecil hati. Kuala Tanjung dan Sei Mangkei memiliki basis industri yang dekat dengannya. Saat ini ada Inalum dan banyak perusahaan perkebunan seperti PT Wilmar, PTPN, PT Lonsum, serta beberapa industri lainnya. Jadi itu dulu yang perlu digarap maksimal, sehingga kawasan tersebut bisa menjadi modal menarik investor masuk ke kawasan tersebut," tegasnya.
Menurutnya, kehadiran Sei Mangkei jelas akan memberikan dampak positif bagi perekonomian di Kabupaten Batubara dan Provinsi Sumatera Utara secara keseluruhan.
"Ada diversifikasi kekayaan yang tidak terpusat di Medan saja. Mendekatkan sejumlah pelabuhan dengan sejumlah perusahaan di sekitarnya. Ada potensi perbaikan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Jadi buatlah KI Kuala Tanjung dan KEK Sei Mangkei untuk terus memiliki nilai strategis bagi perekonomian Sumut. Penuhi segala kebutuhan infrastruktur serta dukungan layanan birokrasi dan penyediaan SDM yang prima," tandas Gunawan.
(HERS/EAL)