Kebijakan Impor Beras Jangan Korbankan Petani

Kebijakan Impor Beras Jangan Korbankan Petani
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021) (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Analisadaily.com, Jakarta - Kebijakan impor beras memang dapat memenuhi kebutuhan kualitas maupun harga, tetapi jangan sampai mengorbankan petani di dalam negeri. Hal ini disampaikan Anggota Komisi II DPR-RI, Mardani Ali Sera.

"Kedua kepentingan tersebut harus diakomodasi secara adil. Pemerintah harus bisa menyeimbangkan antara ekonomi, efisiensi teknis, hingga aspek sosial," kata Mardani, dilansir dari Antara, Kamis (25/3).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, pertanian padi di Indonesia sebenarnya sudah menghasilkan alur yang nisbi tetap, yaitu panen raya pada Februari hingga Mei, panen gadu saat kemarau pada Juni hingga September dan paceklik pada Oktober hingga Januari.

Sementara data produksi beras memperlihatkan angka surplus. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi beras Januari hingga April 2021 akan mencapai 14,54 juta ton, naik 26,84 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020 yang mencapai 11,46 juta ton.

Menurut Mardani pada 2018 pemerintah mengimpor beras 1,785 juta ton yang masih tersisa 106.642 ton yang oleh Bulog dinyatakan sudah turun mutunya.

"Impor bukan solusi mengatasi persoalan kesenjangan stok beras antardaerah. Saat panen, seharusnya distribusi diperkuat sehingga stok bisa disalurkan ke daerah yang defisit," tutur-nya.

Mardani mengatakan dalam kebijakan impor beras diperlukan audit produksi, konsumsi, hingga kebutuhan yang dilakukan secara transparan setiap tahun diiringi dengan evaluasi kebijakan. Berdasarkan data audit, strategi perdagangan bisa disusun untuk menghasilkan surplus di kemudian hari.

"Dengan APBN yang semakin berat di saat pandemik, bagaimana menyediakan dana untuk impor? Bila bukan hal utama, untuk apa dilakukan?" katanya.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi