Intimidasi Jurnalis, Oknum ASN dan Sekuriti Diminta Dievaluasi

Intimidasi Jurnalis, Oknum ASN dan Sekuriti Diminta Dievaluasi
Seorang oknum Aparatus Sipil Negara (ASN) di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof Dr Muhammad Ildrem Medan tampak ingin menarik telepon seluler milik salah satu jurnalis. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan – Tindakan oknum Aparatur Sipil Negara dan sekuriti Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof Dr Muhammad Ildrem Medan, sangat disayangkan karena melakukan intimidasi dan mengajak jurnalis untuk berduel.

Peristiwa ini terjadi setelah para awak media melakukan peliputan vaksinasi Covid-19 terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), Selasa (29/6) pagi kemarin.

Tidak lama berselang, ulah dua oknum itu pun mendapat kecaman dari organisasi Gerakan Perjuangan Pers Sehat dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan.

Ketua Gerakan Perjuangan Pers Sehat, Sutrisno Pangaribuan mengatakan, semua aktivitas jurnalistik, wawancara dengan narasumber, pengambilan video atau gambar adalah tindakan yang berhubungan dengan profesi wartawan. Maka tidak ada hak siapapun untuk melarang aktivitas jurnalistik tersebut.

“Meminta menghapus foto, video atau rekaman audio visual lainnya tidak dibenarkan. Produk jurnalistik dapat diuji oleh dewan pers, sehingga jika ada keberatan dengan produk jurnalistik dapat mengajukan permohonan pengujian terhadap dewan pers,” kata Sutrisno, Rabu (30/6).

Kata dia, tindakan kekerasan, baik fisik maupun verbal, yang dilakukan oleh oknum ASN, dan tenaga pengamanan di RSJ Prof Ildrem adalah tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghambat tugas jurnalistik.

Oleh karena itu pimpinan unit kerjanya di RSJ Prof Ildrem harus melakukan klarifikasi untuk memastikan, tindakan itu adalah tindakan pribadi, bukan mewakili unit kerjanya.

Tidak hanya itu, Sutrisno meminta Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi menugaskan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemprovsu untuk segera memanggil dan memeriksa oknum ASN, WK atas tindakan intimidasi yang dilakukannya terhadap para wartawan yang melakukan tugas jurnalistik di RSJ Prof Ildrem Medan.

Masih kata Sutrisno, Edy memanggil Direktur RSJ Prof Ildrem untuk menjelaskan tindakan intimidasi yang terjadi. Ia juga meminta perusahaan mitra penyedia jasa keamanan perlu menarik oknum tenaga pengamanan, karena pengamanan bergaya preman tidak layak bekerja di RSJ Prof Ildrem.

Bukan saja, Sutrisno juga meminta Gubernur Sumatera Utara untuk peka terhadap "kelakuan" anak buahnya. Pers pilar demokrasi yang keberadaannya dijamin dan dilindungi UU, maka ia harus memberi jaminan terhadap kehidupan pers yang baik.

Dia menambahkan, kekerasan dan intimidasi terhadap wartawan yang bertujuan menghambat kebebasan pers ternyata tidak hanya dilakukan secara tertutup, tapi juga terbuka, bahkan oleh oknum ASN yang pakaian seragam dan gajinya dibayar oleh rakyat.

“Intimidasi, kekerasan itu nyata. Oleh karena itu, Gubsu diminta proaktif melakukan pembinaan bagi seluruh ASN agar memahami dan menerima keberadaan pers yang sehat,” pintanya.

Disayangkan

Ketua PFI Medan, Rahmad Suryadi, menuntut agar manajemen RSJ memberikan sikap tegas kepada para oknum tersebut. Sehingga kejadian itu tidak terulang lagi kepada para jurnalis yang tengah melakukan tugasnya.

“Sungguh ini perbuatan yang memalukan. ASN tersebut telah mencoreng citra dari RSJ. Peristiwa ini harus disikapi dengan bijak oleh manajemen. Harus ada tindakan tegas supaya ada efek jera terhadap oknum tersebut,” kata Rahmad.

Harusnya, kata dia, ASN selaku abdi negara bisa memberikan contoh yang baik kepada masyarakat. Apalagi ASN dan sekuriti itu bertugas pada instansi pelayanan publik.

“Kita menyangkan kejadian ini. Kami menilai ini adalah bentuk pelanggaran terhadap jurnalis yang sedang bertugas,” sambungnya.

Ia pun mendesak supaya manajemen RSJ melakukan evaluasi terkait ulah oknum pegawainya. Kejadian ini sesungguhnya malah membuat citra RSJ Muhammad Ildrem menjadi buruk sebagai lembaga pelayanan publik.

“Oknum ASN dan sekuriti ini harus dievaluasi kinerjanya. Manajemen juga harus memahami jika para jurnalis dilindungi undang-undang dalam menjalankan tugasnya,” tegasnya.

Kronologi

Informasi yang dihimpun, kejadian itu bermula saat para jurnalis melakukan tugas jurnalistik di RSJ tersebut. Mereka meliput proses vaksinasi Covid-19 ODGJ. Selesai melakukan peliputan, para jurnalis berniat untuk pulang. Namun tiba-tiba mereka didatangi oleh ASN bernama Wahyu A Kaban dan sekuriti.

Peristiwa ini juga sempat terekam oleh lensa sejumlah jurnalis lainnya. Bahkan, video intimidasi itu kini viral di linimasa media sosial. Risky Cahyadi, jurnalis Tribun Medan menjadi salah satu korban intimidasi dan upaya perampasan kamera. Saat itu dia bersama sejumlah jurnalis lainnya di sana.

Wahyu mempertanyakan soal izin peliputan kepada mereka. Para jurnalis pun sudah menjelaskan jika mereka sudah mendapatkan izin dari Direktur RSJ Ria Novida Telaumbanua.

“Saat keluar dari gedung, kami diadang sama ASN itu. Dia malah mempertanyakan izin kami. Sudah kami jelaskan, tapi ASN itu malah bertindak arogan,” ujar Kiki, sapaan akrabnya.

Setelah mendengar jawaban dari para jurnalis, ASN itu malah bertindak arogan. Nada bicaranya pun meninggi. Bahkan Wahyu berupaya merampas ponsel yang digunakan Kikiuntuk merekam video.

“Gak usah kau liput-liput,” ujar Wahyu sambil berupaya menarik kamera milik Kiki.

Jurnalis lainnya pada saat itu ikut membela Kiki.

“Kamera saya beberapa kali berupaya untuk dirampas. Saya terus mempertahankannya. File gambar saya liputan juga diminta untuk dihapus. Yah karena kami sudah dapat izin,” ujarnya.

Wahyu pun malah menantang jurnalis untuk berduel. Tindakannya pun semakin arogan. Tiba-tiba, seorang pegawai perempuan keluar dari dalam rumah sakit. Dia menjelaskan kepada Wahyu, jika para jurnalis sudah mendapatkan izin dari Direktur RSJ. Wahyu kemudian masuk ke dalam rumah sakit.

Setelah Wahyu masuk, giliran seorang sekuriti yang bikin ulah. Sekuriti arogan itu malah menantang jurnalis untuk berduel.

“Ayok lepas baju dinas kita yok,” ujar Sekuriti bernama Rahmat itu sambil membuka seragamnya.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi