Unjuk Rasa Tutup TPL, Pemerintah Berpihak Pada Masyarakat

Unjuk Rasa Tutup TPL, Pemerintah Berpihak Pada Masyarakat
Bupati Toba, Poltak Sitorus dan Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL duduk bersama di lantai parkiran kantor Bupati untuk berdialog tentang tuntutan massa aksi. (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Toba - Massa Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL berunjuk rasa ke kantor Bupati dan Kantor DPRD Toba, untuk menyerukan agar menerbitkan surat rekomendasi pencabutan izin konsesi perusahaan bubur kertas itu kepada Pemerintah Pusat.

Dalam aksi itu, pengunjuk rasa menyerukan pengembalian tanah adat yang 30-an tahun dikuasai TPL, yang sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama, sebelum ditutup Presiden BJ Habibie pada 19 Maret 1999.

Ratusan massa yang terdiri dari kaum perempuan dan laki-laki mengenakan kain selendang khas Batak, Ulos, yang dililitkan di leher atau menggantung di bahu.

Saat tiba di kantor Bupati Toba, pimpinan aksi dan beberapa perwakilan masyarakat bergantian orasi menyampaikan tuntutan, dan awalnya, massa disambut wakil Bupati Toba, Tony Simanjuntak.

Pada kesempatan itu, Tony janji menerima semua tuntutan dan akan menyampaikannya kepada Bupati Toba, Poltak Sitorus, yang sejak pagi sampai siang disebut mengikuti pertemuan di Parapat, Selasa (29/6).

Akan tetapi, massa tetap mendesak Tony agar segera memberitahukan kepada Bupati untuk hadir, menerima aspirasi pengunjukrasa. Setelah proses negosiasi, diputuskan menunggu bupati hadir dalam 3 jam berikutnya.

Sembari menunggu bupati, massa bergeser menyambangi kantor DPRD Toba. Di kantor DPRD Toba, massa disambut Sekretaris Dewan, A Sitorus, seorang birokrat dan Pegawai Negeri Sipil.

Massa merasa berdalih kehadiran Aliansi Gerakan rakyat (Gerak) Tutup TPL untuk bertemu langsung dengan DPRD Toba, bukan dengan Sekretaris Dewan.

Setelah menunggu satu jam lebih, tidak seorang pun anggota DRRD Toba hadir, demonstran kesal dan menyatakan sikap dengan menyegel kantor DPRD Toba. Kemudian, massa kembali ke halaman kantor bupati toba dan akhirnya Bupati Toba menemui massa.

Tuntutan Aliansi Gerak Tutup TPL berisi enam butir yakni, pertama, cabut izin konsesi PTTPL dari Tano Batak. Kedua, wujudkan Reforma Agraria sejati. Ketiga, hentikan kriminalisasi dan intimidasi kepada masyarakat adat Tano Batak. Keempat, selamatkan Tano Batak dari limbah PT TPL.

Selanjutnya, selamatkan hutan Tano Batak dari aktivitas penggundulan oleh PT TPL. Keenam, Aquafarm, PT TPL, Japfa segera angkat kaki dari Tano Batak.

"Kita sampaikan, sebagai pemerintahan selalu berpihak kepada masyarakat. Hati kami, pikiran kami harus pada rakyat. Tentunya seperti bapak kepada anak, tetap juga mengayomi," kata Poltak Sitorus menanggapi tuntutan massa.

Ia lalu mengajak demonstran duduk bersila di lantai parkiran kantor Bupati, di lantai dasar, dekat tangga. Bupati mengajak massa berdialog secara adat, yaitu “Martonggo Raja” atau musyawarah mufakat.

Bupati dan pengunjuk rasa duduk bersila di lantai, tanpa alas, berhadap-hadapan. Poltak Sitorus didampingi antara lain Sekda Pemkab Toba, Audi Murphy Sitorus, dan Asisten II, Sahat Manullang.

Massa aksi menyampaikan berbagai tuntutan, agar bupati menerbitkan surat rekomendasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar untuk mencabut konsesi TPL dari Kabupaten Toba.

Hanya dengan menutup operasional PT TPL, masyarakat mampu bekerja di tanah adatnya dan lingkungan bisa diselamatkan dari kerusakan ekosistem lingkungan, sebagaimana konsep Poltak saat kampanye Pilkada 2019, “Batak Na Raja”.

Surat Dukungan

Orator aksi Aliansi Gerakan Rakyat (Gerak) Tutup TPL, Sammas Sitorus, di penghujung unjuk rasa mendesak pemerintah daerah, yakni bupati Toba dan DPRD Toba untuk menandatangani selembar surat pernyataan sikap Bupati dan DPRD mendukung aksi dan tuntutan Aliansi Gerak Tutup TPL.

Namun Bupati melalui sekertaris daerah menolak untuk menandatangani dengan alasan administrasi surat menyalahi aturan. Namun bupati dan sekda menjamin, dan bertanggung jawab, bahwa Rabu (30/6) akan memberikan surat pernyataan sikap terkait Aliansi Gerak Tutup TPL dan langsung mengantar ke posko Gerak Tutup TPL di Balige atau Porsea.

“Ketika janji yang dilontarkan oleh bupati dan sekda tidak ditepati, maka akan lebih membakar semangat masyarakat untuk bergerak, sekaligus ini bukan akhir dari perjuangan melainkan awal dari gerakan besar yang akan lahir,” tegas Sammas.

Saat aksi massa membawa poster dan spanduk bertulis antara lain, “Ibu Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Jangan tutup Mata, Tutup TPL", "NKRI Harga Mati, TPL Warga Mati", "Tutup TPL", "Palao TPL, Save Tano Batak", "Cabut Konsensi TPL dari Tanah Adat".

Ada juga "Hentikan Kriminalisasi dan Intimidasi terhadap Masyarakat Adat di tano Batak", "Wujudkan reforma Agraria Sejati", "Selamatkan Tano batak dari Limbah TPL", "Selamatkan Hutan Tano Batak dari Aktivitas Penggundulan oleh PT TPL”.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi