President Afghanistan Ashraf Ghani berpidato dari tempat pengasingannya Uni Emirat Arab. (Facebook/Ashraf Ghani/via Reuters)
Analisadaily.com, Kabul - Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, bersumpah untuk kembali ke negaranya melanjutkan perjuangannya demi hak dan nilai-nilai rakyat.
Pada Minggu (15/8), Ghani meninggalkan Afghanistan ketika Taliban menguasai Ibu Kota Kabul setelah pasukan pemerintah Afghanistan melarikan diri atau menyerah.
Dalam pernyataan video perdananya setelah muncul di Uni Emirat Arab (UAE), Ghani menyatakan bahwa dia meninggalkan negara itu untuk menghindari pertumpahan darah di Kabul, di tengah kemajuan Taliban.
"Saya sedang berkonsultasi untuk kepulangan saya ke Afghanistan sehingga saya dapat melanjutkan upaya untuk keadilan, nilai-nilai Islam, dan nasional yang sejati," kata dia dilansir dari Antara, Kamis (19/8).
Ghani mengatakan, dia tidak berniat untuk melarikan diri dari Afghanistan atau hidup di pengasingan.
"Saya ingin mengalihkan kekuasaan ke Taliban secara damai. Tetapi saya diusir dari Afghanistan di luar keinginan saya," ujar Ghani.
“Saya diberitahu bahwa Taliban ada di Kabul. Ada kesepakatan bahwa Taliban tidak akan memasuki Kabul. Tetapi mereka melakukannya. Saya tidak ingin digantung karena, sebagai presiden, saya adalah kehormatan Afghanistan. Saya tidak takut mati," sambungnya.
Dia juga membantah tuduhan melarikan diri dengan sejumlah besar uang tunai. Menurut dia, tudingan tersebut adalah upaya pembunuhan karakter.
“Anda dapat memverifikasi ini dengan Bea Cukai UEA. Saya tidak punya waktu untuk mengganti sepatu saya. Keamanan saya meminta saya untuk pergi karena ada ancaman yang akan segera terjadi kepada saya sebagai kepala negara,” kata Ghani.
Dalam pernyataannya, Ghani memberikan dukungan untuk pembicaraan yang sedang berlangsung oleh mantan presiden Hamid Karzai dan perunding perdamaian terkemuka Abdullah Abdullah, dengan Taliban.
Dia juga menyampaikan rasa bangganya kepada pasukan keamanan Afghanistan, yang disebutnya "belum dikalahkan" tetapi kalah secara politik.
"Itu adalah kegagalan kepemimpinan pemerintah, kepemimpinan Taliban, dan masyarakat internasional. Itu adalah kegagalan proses perdamaian," kata Ghani.
(CSP)