Ditangkap KPK, Bupati Kolaka Timur Diduga Minta Rp 250 Juta Terkait 2 Proyek

Ditangkap KPK, Bupati Kolaka Timur Diduga Minta Rp 250 Juta Terkait 2 Proyek
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/9/2021) (ANTARA/HO-Humas KPK)

Analisadaily.com, Jakarta - Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) diduga meminta uang sejumlah Rp 250 juta atas 2 proyek pekerjaan di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Hal tersebut terungkap dalam konstruksi perkara yang menjerat Andi Merya bersama Kepala BPBD Kabupaten Kolaka Timur Anzarullah (AZR) sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sebagai realisasi kesepakatan, AMN diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan AZR tersebut," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/9).

Dilansir dari Antara, Kamis (23/9), Ghufron menjelaskan pada Maret-Agustus 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP).

"Kemudian awal September 2021, AMN dan AZR datang ke BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di mana Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB, yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 miliar," terangnya.

Tindak lanjut atas pemaparan tersebut, kata dia, Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut nantinya dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaan Anzarullah dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur.

Ia mengatakan khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta, dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah.

"AMN menyetujui permintaan AZR tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada AMN sebesar 30 persen," kata Ghufron.

Selanjutnya, Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP), agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

"Sehingga perusahaan milik AZR dan/atau grup AZR dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek dimaksud," kata Ghufron.

Ia mengatakan Andi Merya diduga meminta uang Rp 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah tersebut.

"AZR kemudian menyerahkan uang sebesar Rp25 juta lebih dahulu kepada AMN, dan sisanya sebesar Rp 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi AMN di Kendari," ujar dia.

Adapun sisa uang Rp 225 juta tersebut yang diamankan KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Andi Merya dan kawan-kawan.

Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Andi Merya selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi