Konflik Lahan di Palas Mesti Ditangani Serius

Konflik Lahan di Palas Mesti Ditangani Serius
Suhut Hasibuan (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Barumun - Konflik lahan di Kabupaten Padang Lawas, mesti ditangani dengan serius. Apalagi konflik akibat tanah bukan persoalan baru di daerah ini.

Jauh sebelum mekar dari Kabupaten Tapanuli Selatan, gesekan terkait lahan sudah sering terjadi di Padang Lawas.

Seperti halnya konflik lahan yang berujung bentrok berdarah di Siornop Desa Sialiali, Kecamatan Aek Nabara Barumun, Kabupaten Padang Lawas, merupakan bukti bahwa persoalan ini tidak pernah ditangani dengan serius.

Suhut Hasibuan, warga Desa Parsombaan yang masih keturunan Raja Luat Parsombaan mengaku sudah tidak heran jika konflik berdarah bakal terjadi akibat sengketa lahan yang tidak ditangani dengan serius dan tuntas.

Sebagai putra asli daerah, Suhut menilai persoalan lahan sangat erat kaitannya dengan lemahnya ketegasan pihak pemerintah, baik kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat.

"Potensi konflik itu sangat besar jika pemerintah tidak tegas," kata Suhut, Rabu (3/11).

Jika dilihat sejarah awal penyerahan lahan tahun 1981, sambung Suhut, masyarakat Luat Pasombaan sekitar termasuk Desa Pasar Latong, Surodingin, Janjilobi Lima, Sangkilon Parsombaan, Pagaran Mompang, Sihiuk dan Sialiali Kecamatan Lubuk Barumun yang dulunya masih Kecamatan Barumun.

Menurutnya dalam surat penyerahan lahan kosong seluas 10.000 hektare yang berbatas dengan Kecamatan Barumun Tengah dan Kecamatan Sosa, ditandatangani perwakilan masyarakat, Mangaraja Paringgonan, Tongku Baleo dan Kari Ahmad.

"Penyerahan lahan yang dilakukan saat itu kepada pemerintah untuk dihutankan kembali. Dilanjutkan dengan masuknya PT Inhutani sebagai perusahaan pengelola hutan industri yang ditunjuk pemerintah," jelas Suhut.

Kemudian tahun 2009 dari PT Inhutani beralih ke PT Sumatera Silva Lestari (SSL) dan PT Sumatera Riang Lestari (SRL). Sebelum peralihan pengelolaan hutan itu juga sudah pernah terjadi konflik.

Ironisnya, setiap kali muncul konflik, pemerintah dengan cepat turun dan melakukan pertemuan, tetapi tidak ada penyelesaian yang jelas.

"Hanya menghasilkan kesepakatan-kesepakatan dan tidak ada ketegasan berupa sanksi ketika kesepakatan tidak ditepati," kata Suhut.

Begitu juga halnya yang terjadi di lokasi Sihornop. Diduga masyarakat telah menggarap sejak tahun 2009. Lahan itu masuk wilayah Desa Tobing Tinggi, Paran Julu dan Hadung-dung, Kecamatan Aek Nabara Barumun, tetapi penggarapnya bukanlah penduduk sekitar.

"Apalagi menurut informasi diantara penggarap ada yang memiliki luas lahan puluhan hingga ratusan hektar. Itu semua kan perlu ditelusuri," kata Suhut.

Saat konflik di lokasi Sihornop tahun 2012 antara masyarakat penggarap dengan PT SSL, penggarap diusir menggunakan alat berat, namun tetap tidak ada penyelesaian yang jelas.

"Maka sebagai warga Padang Lawas asli yang juga mantan kepala desa, saya minta perlu ketegasan pemerintah dalam persoalan konflik lahan di daerah ini. Berapa sebenarnya luas lahan konsesi yang diberikan pemerintah untuk dikelola perusahaan PT SSL," tukasnya.

(ATS/EAL)

Baca Juga

Rekomendasi