Putusan 3 Hakim PN Bekasi Tolak Gugatan Cerai Dinilai Ngawur

Putusan 3 Hakim PN Bekasi Tolak Gugatan Cerai Dinilai Ngawur
Dekan Fakultas Hukum Unika Santo Thomas, Prof Maidin Gultom (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Terkait viralnya di media sosial (medsos) soal putusan 3 hakim PN Bekasi yang menolak gugatan perceraian lantaran tanpa melibatkan dalihan na tolu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik (Unika) Santo Thomas menyampaikan pandangan.

Hal ini bermula dari Law Office Raja Tahan Panjaitan dan Partners melaporkan 3 hakim PN Bekasi ke Komisi Yudisial, Ketua Mahkamah Agung, dan ke Badan Pengawasan MARI.

Dalam keterangannya, Dekan Fakultas Hukum Unika Santo Thomas, Prof Maidin Gultom mengatakan, perkawinan dan perceraian dapat digunakan hukum adat atau hukum perdata/undang-undang No. 1 tahun 1974, atau menurut hukum islam (Syari'at Islam).

"Namun Kalau gugat cerai diajukan ke pengadilan negeri pakailah hukum perdata atau undang-undang perkawinan," kata Maidin Gultom, Senin (29/11).

Penegasan Maidin ini pasca diberitahu terkait dugaan 3 majelis hakim yang memeriksa dan menangani perkara a qou dalam putusannya terkesan menunjukkan dan melakukan perbuatan “Abuse Of Power” (penyalahgunaan kekuasaan, dalam bentuk penyimpangan jabatan atau pelanggaran resmi); yang dilaporkan oleh LAW OFFICE RAJA TAHAN PANJAITAN & PARTNERS kepada KY dan Mahkamah Agung.

Adapun “Abuse Of Power” menurut yang dilakukan oleh majelis hakim, menurut hemat penasehat hukum 'JS' selaku principal yakni sebagai berikut: sebelum pemeriksaan pokok dilakukan, upaya mediasi sesuai aturan PERMA Nomor: 01 Tahun 2016 sudah terlebih dahulu ditempuh, namun mengalami jalan buntu atau tidak berhasil (deadlock);

Kemudian seiring berjalan pemeriksaan pokok perkara, majelis hakim masih berusaha dan berupaya untuk mendamaikan dengan berbagai cara, namun tetap gagal dan mengalami kebuntuan;

Selanjutnya, selama pemeriksaan perkara, majelis hakim mengabaikan azas peradilan yang baik (azas pemeriksaan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan, sebagaimana amanat pasal 2 (dua) ayat 4 (empat) UU RI No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) karena mengikuti permintaan Tergugat untuk menunda-nunda pemeriksaan saksi Penggugat yang diketahui keberadaannya datang dari luar Bekasi (Pekan Baru, Sumatera);

Lalu dalam putusannya, majelis hakim terkesan tidak berdasar hukum dan cenderung mengada-ada karena menyebut, gugatan Penggugat premature dan tidak dapat diterima dengan alasan pertimbangan hukum bahwa Penggugat dan Tergugat adalah orang Batak, dimana menurut adat batak perceraian adalah cacat besar bagi keluarga besar sehingga harus terlebih dahulu melibatkan lembaga adat batak yang bernama DALIHAN NATOLU untuk menyelesaikan masalahnya.

Saat disinggung mengenai putusan 3 hakim itu dan berdasarkan hal di atas, Prof Maidin Gultom menyatakan secara tegas bahwa itu ngawur. “Putusan itu menurut saya ngawur dan mengada-ada,” tandas Prof Maidi Gultom.

(RZD)

Baca Juga

Rekomendasi