AJI Mendesak Otoritas Hong Kong Lindungi Kebebasan Pers

AJI Mendesak Otoritas Hong Kong Lindungi Kebebasan Pers
Seorang pendukung Apple Daily membaca edisi terakhir surat kabar tersebut di sebuah pusat perbelanjaan di Hong Kong, Cina, 24 Juni 2021. (Reuters/Tyrone Siu)

Analisadaily.com, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersolidaritas terhadap seluruh jurnalis independen di Hong Kong yang tetap gigih berjuang membela kebebasan pers di tengah tekanan luar biasa sejak UU Keamanan Nasional disahkan pada 30 Juni 2020.

Undang-undang tersebut diduga telah digunakan otoritas Hong Kong untuk memberangus kebebasan pers dengan menangkap jurnalis dan menutup paksa beberapa media independen.

Terbaru, situs berita online independen CitizenNews Hong Kong memutuskan untuk berhenti beroperasi per Selasa (4/1/2022) guna memastikan keselamatan jurnalisnya. CitizenNews didirikan sekelompok jurnalis pada 2017 dan memiliki lebih dari 800 ribu pengikut di media sosial.

Keputusan CitizenNews ini disampaikan pada Minggu (2/1/2022) tiga hari setelah polisi menggerebek dan menangkap setidaknya enam pekerja media online independen lainnya yaitu Stand News. Para pekerja media Stand News dijerat dengan pasal penghasutan. Mereka yang dihukum dapat menghadapi hukuman dua tahun penjara dan denda hingga 5.000 dolar Hong Kong ($640).

Dilansir dari AP, penggerebekan tersebut melibatkan lebih dari 200 petugas untuk mencari dan menyita materi jurnalistik dengan surat perintah berdasarkan UU Keamanan Nasional Hong Kong. Stand News kemudian menyatakan website dan media sosialnya akan dihapus. Selain itu, semua pekerja Stand News juga telah diberhentikan.

Tahun lalu, Apple Daily juga ditutup operasionalnya setelah pemiliknya ditahan dan asetnya dibekukan dengan tuduhan pasal penghasutan. Penutupan sejumlah media independen ini membuktikan lingkungan fisik dan hukum di Hong Kong tidak bersahabat dengan kebebasan pers. Pasal penghasutan digunakan untuk menjerat jurnalis dan media yang berujung kepada ketakutan dan penutupan media.

Tekanan otoritas Hong Kong terhadap komunitas jurnalis yang independen juga ditunjukkan lewat tindakan polisi Hong Kong mendatangi dan menahan Ronson Chan di rumahnya. Ketua Hong Kong Kong Journalist Association (HKJA) dan Deputi Editor Stand News ini baru dibebaskan setelah memberikan pernyataan tertulis dan polisi menahan semua kartu ATM, kartu pers serta memeriksa alat-alat komunikasi elektronik miliknya.

Penutupan paksa media independen ini juga bertentangan dengan Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang menjamin kebebasan berpendapat, berekspresi, menyampaikan dan menerima informasi.

Otoritas Hong Kong sebagai bagian dari komunitas internasional sudah sepatutnya menjalankan ICCPR yang menjadi bagian dari hukum internasional tentang HAM PBB. Untuk itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyampaikan sikap.

Ketua AJI Indonesia, Sasmito Madrim, mendorong otoritas Hong Kong untuk membebaskan para jurnalis yang ditahan dengan tuduhan pasal penghasutan dan menghentikan kriminalisasi jurnalis dengan pasal tersebut. Tindakan ini secara nyata telah membuat jurnalis dan media menjadi takut dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik.

"Kita mendorong PBB untuk segera mengambil tindakan guna memastikan kebebasan pers di Hong Kong dan melepaskan seluruh jurnalis yang ditahan. Bantahan otoritas Hong Kong yang mengklaim tidak melakukan penindasan dan media menutup atas kemauan sendiri tidak berdasar. Sebab tanpa ada penggerebekan dan kriminalisasi tersebut, tidak mungkin tiga media independen di Hong Kong akan menghentikan operasional mereka," kata Sasmito dalam siaran persnya, Jumat (7/1).

Kemudian, kata dia, mendorong pemerintah Indonesia untuk menyerukan kepada otoritas Hong Kong berkomitmen dalam menjamin kebebasan pers.

"Indonesia yang menjadi mitra strategis Hong Kong memiliki peluang dalam memberikan saran perbaikan terkait praktik hak-hak sipil dan politik yang baik di Hong Kong," tambahnya.

(CSP)

Baca Juga

Rekomendasi