HAPSARI Ajak Pemda Sumut Kolaborasi Program Ketahanan Iklim dan Pangan

HAPSARI Ajak Pemda Sumut Kolaborasi  Program Ketahanan Iklim dan Pangan
Ketua Dewan Pengurus Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI) Sumatera Utara, Lely Zailani dalam diskusi dan konsultasi kolaborasi program (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Perubahan iklim akan menjadi pemicu krisis sosial ekologis yang luas. Masyarakat berpenghasilan rendah atau miskin lebih rentan dibanding yang berpenghasilan menengah atau kaya, terlebih kaum perempuan dan anak-anak.

Contoh jelasnya adalah bencana alam dan kelaparan. Ini merupakan salah satu dampak perubahan iklim yang berakibat pada penurunan kualitas hidup anak, perempuan, dan memperbesar kesenjangan gender dalam masyarakat.

Anak-anak terancam gagal tumbuh (stunting) dan perempuan harus memikul tanggungjawab lebih berat dibanding laki-laki, sehingga meningkatkan (lagi) angka kemiskinan perempuan dan semakin terbukanya jurang ketidaksetaraan gender. Begitu seriusnya dampak perubahan iklim, namun selama ini belum begitu disadari oleh masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Ketua Dewan Pengurus Himpunan Serikat Perempuan Indonesia (HAPSARI) Sumatera Utara, Lely Zailani dalam diskusi dan konsultasi kolaborasi program, dengan Plt Bappeda Sumut, Hasmirizal Lubis, dan Kepala Sub Bidang Kemaritiman dan Sumberdaya Alam, Sry Puspa Sari.

Diskusi itu dilakukan terkait dengan program HAPSARI tahun 2022-2023, 'Membangun strategi pencegahan perubahan iklim dan ketahanan pangan keluarga untuk mengatasi ketimpangan akses sumber daya di Sumatera Utara' yang diimplementasikan dilima kabupaten di Sumatera Utara, meliputi; Karo, Deliserdang, Serdang Bedagai, Tebingtinggi dan Labuhanbatu, berkolaborasi dengan Sources of Indonesia (SoI).

"Sedangkan dukungan pendanaan dari Ford Foundation dengan persetujuan Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri," ucap Lely, Sabtu (14/5).

Melalui program ini akan dikembangkan konsep Kampung Nusa dan Rumah Nusa (Nutrisi Keluarga), dengan kegiatan menanam mulai dari halaman hingga kebun.

Dalam konteks pencegahan perubahan iklim ini, ketahanan pangan bukan hanya soal beras, tetapi justru mengubah mindset (pola fikir) bahwa 'kenyang tak harus beras'. Sekaligus pengorganisasian komunitas untuk menumbuhkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang 'menanam untuk meredam perubahan iklim'.

"Jadi, program ini berupaya mengatasi ancaman krisis pangan sekaligus menjadi gerakan internalisasi sensitive iklim dan pemberdayaan perempuan. Sebab, semakin aman pangan, masyarakat (dan perempuan) akan semakin mandiri," terang Lely.

Plt Bappeda Sumut, Hasmirizal Lubis, menyambut baik ajakan kolaborasi dari HAPSARI tersebut. Menurutnya, kolaborasi multi pihak termasuk kobalorasi antara Organisasi Non Pemerintah (Ornop) dengan Pemerintah justru sangat dibutuhkan saat ini.

"Selain mendukung misi prioritas Gubernur Sumut dalam membangun desa dan menata kota, juga membantu upaya pemerintah daerah Provsu dalam penurunan emisi GRK pada sektor mitigasi dan adaptasi yang saat ini menjadi prioritas, yaitu Ketahanan Ekonomi melalui Ketahanan Pangan," ucapnya.

Hasmirizal mengatakan, diskusi-diskui kordinasi semacam ini bagus dilakukan secara regular. Bahkan perlu dirumuskan bersama semacam matriks pembagian peran dalam kolaborasi antara Ornop dengan Pemerintah Daerah.

"Dan, Bappeda siap memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan terkait administrasi, penyusunan rencana program bersama, serta pertemuan-pertemuan kordinasi dengan organisasi pemerintah daerah lainnya di Sumatera Utara," tambahnya.

(JW/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi