AJI Medan Minta DPR dan Pemerintah Tunda Pengesahan RKUHP

AJI Medan Minta DPR dan Pemerintah Tunda Pengesahan RKUHP
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan saat unjuk rasa di Bundaran SIB di Jalan Gatot Subroto, Kota Medan, Senin (5/12). (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Medan - Penolakan pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) terus dilakukan organisasi masyarakat sipil, termasuk Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Medan, karena terdapat 17 pasal bermasalah, yang berpotensi menghambat kerja-kerja jurnalis dan kemajuan kebebasan pers di Indonesia.

Ketua AJI Kota Medan, Cristison Sondang Pane, mengatakan pasal yang bermasalah itu termasuk di antaranya pasal 263 RKUHP tentang Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong.

Di sana disebutkan, setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Lalu, setiap orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.l.

Pasal lain yang turut menjadi permasalahan yakni, pasal Pasal 264 berbunyi setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

AJI menilai pasal ini harus diuji dengan mekanisme khusus hukum pers, terutama dengan memanfaatkan hak jawab dan hak koreksi, sesuai dengan standar dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"Karena bila ini diterapkan oleh penegak hukum justru akan berdampak pada kebebasan pers," kata Cristison saat unjuk rasa di Bundaran SIB di Jalan Gatot Subroto, Kota Medan, Senin (5/12).

Selain itu pasal 280 tentang tindak pidana terhadap proses peradilan. Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, setiap orang yang pada saat sidang pengadilan berlangsung.

Libatkan Partisipasi Publik

Adapun poin yang disoroti yakni, tidak mematuhi perintah pengadilan yang dikeluarkan untuk kepentingan proses peradilan, bersikap tidak hormat terhadap aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan padahal telah diperingatkan oleh hakim.

Menyerang integritas aparat penegak hukum, petugas pengadilan, atau persidangan dalam sidang pengadilan; atau tanpa izin pengadilan memublikasikan proses persidangan secara langsung.

"Pada prakteknya, kerja jurnalistik seringkali dibatasi untuk melakukan liputan-liputan kasus yang seharusnya terbuka untuk umum atau publik. Upaya mengambil gambar, atau merekam, justru mendapat pengusiran-pengusiran, tanpa dasar yang jelas," ucap Cristison.

Selain terhadap jurnalis, pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP berpotensi berdampak pada masyarakat luas.

"Karena itu, kami meminta DPR dan Pemerintah mencabut 17 pasal bermasalah di dalam Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berpotensi mengekang kerja-kerja jurnalistik dan mengkriminalisasi jurnalis. Tunda pengesahan Rancangan Kitab Undang Hukum Pidana (RKUHP) karena DPR dan Pemerintah tidak memberikan ruang partisipasi yang bermakna bagi publik, termasuk komunitas pers," tegas Cristison.

(JW/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi