Masyarakat Adat Simantik Kute Tolak Penggusuran oleh Pemkab Karo

Masyarakat Adat Simantik Kute Tolak Penggusuran oleh Pemkab Karo
Masyarakat Simantek Kuta Mbal-mbal Petarum, Kecamatan Lau Baleng, Kabupaten Karo, menolak upaya Pemerintah Karo melakukan penggusuran, Senin (13/3). (Analisadaily/Didik Sastra)

Analisadaily.com, Karo - Penggusuran Lahan Masyarakat Adat Desa Mbal-Mbal Petarum (Simantik Kute) di Kecamatan Lau Baleng, Kabupaten Karo, oleh Pemerintah Kabupaten Karo terjadi pada Senin, 13 Maret 2023 pukul 11:50 WIB.

Upaya penggusuran oleh Pemkab Karo dilakukan karena lahan itu sudah ditetapkan sebagai wilayah penggembalaan umum seluas 682 hektar, dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Karo nomor 3 tahun 2021 tentang penggembalaan umum.

Koordinator KontraS Sumatera Utara, Rahmat Muhammad, sangat menyayangkan tindakan tegesa-gesa Pemkab Karo dalam mengeksekusi lahan. Ada ratusan rumah warga yang akan terdampak eksekusi, ada rumah ibadah seperti Gereja dan Masjid, sekolah, Puskesmas dan ratusan hektar perladangan masyarakat yang terdampak perampasan lahan.

“Selama ini tidak adanya upaya dialog antara masyarakat dan Pemkab, seolah mereka memang berniat merampas tanah masyarakat, padahal masyarakat sudah meminta ruang dialog dari dulu namun pihak Pemkab Karo tidak pernah hadir, begitupun soal perda yang tiba-tiba disahkan tanpa ada dialog secara partisipatif," ucap Rahmat.

Rahmat juga menerangkan, sejak lahirnya Keputusan Kepala Daerah Kabupaten Karo Nomor 6/III/973 tentang penetapan Mbal-Mbal Nodi sebagai Perjalangan Umum, lahir keputusan Bupati Karo nomor 520/444/Pertanian/2018 tentang penetapan Luas tanah, hingga pengesahan perda Penggembalaan umum Kecamatan Lau Baleng, seluas 682 hektar tanah adat, sama sekali tidak melibatkan masyarakat adat.

“Ada hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, yang diakui dalam Pasal 3, UU nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, yang sayangnya dalam pekara ini tanah adat Mbal-Mbal Petarum justeru tidak pernah mendapatkan pengakuan," paparnya.

Ketua masyarakat adat Mbal-Mbal, Petarum Ngamanken Sembiring, mengatakan lahan itu sudah di kelola sejak nenek moyang masyarakat, jauh sejak 1973 ketika

pertama kali Pemkab menetapkan wilayah Mbal-Mbal Petarum sebagai wilayah penggembalaan umum orang tua kami sudah mengelola lahan dan membentuk

perkampungan.

"Lahan itu sudah dikelola sejak dulu, kami masih anak-anak sudah menempati wilayah ini, kenapa justeru di klaim sebagai asset Pemkab, anehnya dalam proses pembuatan Perda masyarakat terdampak tidak pernah dilibatkan, artinya Pembkab memang berniat meampas tanah adat kami," kata dia.

Ngamanken menambahkan bahwa akan ada banyak kerugian yg dialami masyarakat, padahal masyarakat hanya menyambung hidup dengan bertani. sejak tahun

1973 hingga saat ini, masyarakat Mbal-Mbal Petarum tetap mengelola tanah Nodi sebagai lahan pertanian produktif. Sebagian masyarakat lain juga mengusahakannya untuk pengembalaan ternak. Masing-masing pihak saling menjaga satu sama lain demi menghindari konflik.

Dalam hal merespon penggusuran yang tertagi KontraS Sumut sebagai lembaga yang mendampingi masyarakat dan memberikan perlindungan kepada masyarakat adat, kontraS akan segera melakukan konsolidasi untuk membentuk tim koalisi masyarakat sipil Sumatera Utara, untuk melakukan berbagai upaya hukum dalam menggagalkan Perda tersebut.

"Pertama, kami akan meminta Pemkab Karo menyelesaikan polemik yang terjadi secara arif dan bijaksana. Salah satunya dengan memfasilitasi forum dialog secara intensif, khususnya dengan Lembaga Masyarakat Hukum Adat (Simantek Kuta) Mbal-Mbal Petarum. Satu jam sebelum penggusuran dilakukan KontraS Sumut, Perwakilan Masyarakat adat dan Perwakilan PA GMNI sempat melakukan mediasi dengan Bupati, sayangnya Bupati Cory S Sebayang menyatakan akan tetap mengeksekusi lahan," katanya.

"Walaupun demikian kami akan tetap melakukan upaya dialog secara intensif dengan pihak pemlkab untuk mencari solusi dalam perkara ini. Kedua, kami akan mendorong untuk mengkaji ulang atau merevisi peraturan daerah yang menetapkan Mbal-Mbal Nodi sebagai kawasan Pengembalaan Umum. Panduan penetapan kawasan pengembalaan umum haruslah mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No 17 Tahun 2021," ujarnya.

Ketiga, KontraS sebagai lembaga yang mendapingi Masyarakat Hukum Mbal-Mbal Petarum juga berupaya meminta atensi berbagai pihak seperti Komnas HAM,

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, DPRD Provinsi, atau bahkan gugatan hukum agar Perda dibatalkan.

(DIK/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi