Pelaku Usaha Optimis, 2023 Industri Properti  Tumbuh Positif

Pelaku Usaha Optimis, 2023 Industri Properti  Tumbuh Positif
Diskusi Urban Forum Banking & Property Outlook 2023, Selasa (14/3). (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Jakarta - Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), Heliantopo, mengatakan meskipun dibayang - bayangi resesi ekonomi, para pelaku usaha di bidang properti optimis, di tahun 2023 industri properti nasional tetap tumbuh positif.

Kata dia, seluruh lembaga internasional memiliki konsensus, pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 akan melambat dibandingkan dengan tahun 2022. Hal menarik adalah entitas swasta memiliki proyeksi yang lebih pesimistis dibandingkan lembaga multilateral. Itu mengindikasikan, pasar lebih khawatir terhadap kondisi tahun 2023.

"Perlambatan pertumbuhan ekonomi global tidak mungkin dihindari. Akan tetapi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan kondisi berbagai negara lain. Indonesia masih mendapatkan manfaat dari kenaikan harga komoditas energi, dan pada saat yang sama sektor manufaktur masih dalam proses ekspansif walaupun menunjukkan tren penurunan," tutur Heliantopo dalam diskusi Urban Forum Banking & Property Outlook 2023, Selasa (14/3).

Sebagai negara yang sudah masuk ke dalam negara kelas menengah, rasio KPR terhadap PDB di Indonesia masih sangat kecil, hanya mencapai 2,99 persen di tahun 2022.

"Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 38,48 persen di tahun yang sama, atau India yang sudah mencapai 6,58 persen,” paparnya.

Walaupun demikian, kilahnya, tidak sedikit alokasi dana fiskal yang sudah disalurkan oleh pemerintah ke sektor perumahan. Untuk itu, Heliantopo memberikan lima pesan utama terkait kondisi makroekonomi dan pembiayaan perumahan.

Pertama, ketidakpastian global masih tinggi, dan saat ini diperparah dengan kemungkinan terjadinya bank run di Amerika. Kedua, di tengah ketidakpastian global, ekonomi Indonesia masih tetap tumbuh, tetapi akan mengalami perlambatan. Ketiga, Bank Indonesia akan tetap menjalankan kebijakan yang agresif demi menjaga inflasi inti dan nilai tukar.

Keempat, BPD dan BPR memiliki peran penting untuk memperluas jangkauan penyaluran KPR. Kelima, regulasi yang melindungi dan mendisiplinkan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan perlu ditingkatkan.

Ketua Umum Asosiasi Srikandi Developer dan Pengusaha Properti Indonesia (SRIDEPPI), Risma Gandhi, mengatakan untuk menjaga momentum pertumbuhan, di industri properti tentunya harus melihat apa yang harus dilakukan agar kondisi bisnis properti aman, terjaga, terkendali.

Kedepan, para developer akan mengalami kenaikan suku bunga, akan menghadapi susahnya user yang lolos di SLIK OJK, kemudian menghadapi rumah FLPP atau subsidi yang juga belum ada kenaikan harga, jadi masih mengacu pada harga lama. sedangkan harga membangun sebuah rumah itu sudah mengalami kenaikan yang signifikan.

“Ini tiga isu sensitif yang dihadapi bisnis properti terutama untuk meenjaga program rumah pemerintah berjalan dengan baik. Tiga isu ini butuh campur tangan pemerintah, karena menyangkut keberlangsungan program FLPP,” ujar Risma.

Menurutnya, semenjak pandemi banyak regulasi yang menurutsaya harus mengikuti masanya, yaitu sudah tidak relevan dengan kondisi sekarang. Salah satunya adalah mengenai SLIK OJK, yang tidak ada standar nilai nominal maupun jenis pinjamannya. Sehingga diperlukan cara baru, intrumen baru, juga regulasi baru untuk mengakomodir semua perubahan.

“Kalau menggunakan cara lama dipastikan KPR bersubsidi akan tumbang, karena tingkat kerentanan MBR milenial sangat rentan terhadap jebakan pinjaman online dan transaksi online kredit. Indikator kenapa kita harus mengasumsikan seperti itu, karena di 2022 FLPP tidak semua terserap,” ujarnya.

Tahun ini, kata Risma, serapan Januari-Februari juga tidak optimal. ini bukan karena tidak ada demand, tapi demand sudah rontok pada saat verfikasi SLIK OJK.

“Ini masalah kita bersama, baik perbankan, developer OJK. Sehingga perlu adanya regulasi relevan dan proses edukasi yang harus berjalan. OJK juga harus memitigasi jeratan pinjaman online yang menimpa kaum milenial. Kemudian ada juga permasalahan apakah rumah bersubsidi sudah tepat sasaran atau belum,” tuturnya.

Founder and CEO Epic Property, Gali Ade Nofrans, menjelaskan peluang industri properti di 2023. Antara lain, pembangunan infrastruktur transportasi masih menjadi faktor utama pendorong kenaikan harga properti di Jabodetabek. Kemudian, pencarian properti kelas menengah atas meningkat dan kebutuhan penerapan teknologi baru dalam bidang properti.

"Peluang lainnya adalah Respon terhadap kebijakan subsidi terkait properti dari pemerintah, hal ini didasarkan survey bahwa 43 persen responden berencana mempercepat rencana beli rumah karena subsidi PPN, 35 persen mengincar rumah dengan harga lebih tinggi karena subsidi PPN, dan baru 17 persen responden yang merasakan manfaat rumah subsidi," kata Nofrans.

Ia pun berharap pemerintah memberikan insentif Pajak berupa Pelonggaran uang muka kredit pemilikan properti hingga nol persen serta Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga sebesar 50 persen.

"Selain itu pemerintah pun diharapkan memberikan kemudahan Perijinan Proses Transaksi & Sosialisasi, serta dari sektor perbankan diharapkan ada promo bunga KPR dengan kemudahan skema bayar, khususnya promo bunga KPR, dapat memacu peningkatan transaksi yang terjadi di industri properti," kata Nofrans.
Sementara itu, Haryanto T. Budiman, Managing Director - Consumer Banking BCA mengatakan, pihaknya melakukan
akselerasi kinerja dengan memanfaatkan teknologi digital.

Upaya tersebut membuahkan hasil menggembirakan. Lihat saja, kinerja Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BCA mampu tumbuh sangat baik. Sejak optimalisasi layanan melalui digital, portofolio KPR BCA meningkat signifikan dari Rp52,949 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp87,901 triliun di tahun 2018.

Pada 2020 tercatat Rp90,150 triliun, di 2021 Rp97,530 triliun, dan di akhir 2022 sebesar Rp108,299 triliun. "Jadi, sejak pemanfaatan digitalisasi, portofolio KPR BCA tumbuh dengan sehat dan dengan cepat," kata Haryanto.

Menurutnya, pertumbuhan tersebut tidak lain adalah hasil dari proses digitaliasi yang terjadi. Dalam digitalisasi ini, ada tiga komponen yang terkait. Pertama, terkait dengan customer. Kedua adalah proses. Ketiga terkait dengan mitra-mitra penunjang.

(TRY/CSP)

Baca Juga

Rekomendasi