Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki bersama Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki meresmikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nelayan, di Gampong Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Minggu (14/5) (Analisadaily/Muhammad Saman)
Analisadaily.com, Lhoknga – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI Teten Masduki meresmikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nelayan, di Gampong Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, Minggu (14/5).
Teten menjelaskan jika seluruh Gampong Nelayan memiliki SPBUN, maka biaya operasional para nelayan bisa ditekan. Dengan demikian, pendapatan nelayan akan semakin meningkat.
“Pendirian SPBUN hanya membutuhkan dana sebesar Rp 250 juta. Jika setiap gampong nelayan memiliki SPBUN, maka akan semakin memudahkan para nelayan mendapatkan BBM dengan harga murah, sehingga bisa memberi nilai tambah bagi para nelayan,” kata Teten.
Kata dia, selama ini 60 persen biaya operasional para nelayan itu dihabiskan untuk BBM karena mereka membeli secara eceran dengan harga yang tentu saja jauh lebih mahal dari harga SPBU.
“Oleh karena itu, Kemenkop UKM mendorong kerjasama para nelayan dengan SPBU mini. Kita sudah menjalin kerjasama dengan Himbara untuk pendirian SPBU mini bagi nelayan, yang bisa diajukan oleh koperasi-koperasi nelayan,” ujar Teten.
Saat ini, optimisme Kemenkop UKM dan para pelaku UMkM juga bangkit, karena Presiden Jokowi memberi mandat kepada perbankan, untuk segera menyalurkan pembiayaan bagi nelayan dan UMKM sebesar 30 persen.
“Harus diakui, Indonesia berutang kepada para pelaku UMKM, karena 90 persen lapangan kerja yang ada di Tanah Air kita disediakan oleh sektor ini. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan fakta bahwa 80 persen pembiayaan perbankan justru mengalir ke industri besar. Untuk itu, kita tentu mengapresiasi kebijakan Bapak Presiden,” kata Teten.
Ia mengajak para pelaku UMKM untuk tertib administrasi dan mencatat pembukuan usaha dengan baik, karena ini menjadi syarat pengajuan pembiayaan di perbankan.
“Banyak UMKM yang bagus dan sehat, namun karena lemah di administrasi dan pembukuan, maka perbankan kesulitan membantu pembiayaan. Dinas terkait tentu memiliki kewajiban untuk pendampingan, agar UMKM kita bisa mendapatkan bantuan pembiayaan dari perbankan dan benar-benar naik kelas,” imbuh Teten Masduki.
Pada Rakernas Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Teten menjelaskan, saat ini semua negara sedang fokus mengembangkan komoditi lokal untuk dipasarkan secara global dan memberi contoh sukses Norwegia dalam hal budidaya ikan salmon.
“Norwegia menjadikan budidaya salmon sebagai sumber pendapatan negaranya. Nah, kita punya potensi alam, potensi kelautan seperti tuna dan berbagai jenis ikan serta potensi kekayaan laut lainnya. Ini tentu menjadi sumberdaya ekonomi yang sangat besar bagi Indonesia,” kata dia.
“Dalam konteks Aceh, kita sudah punya nilam dan kopi Gayo yang sudah menjadi produk yang dikenal dunia. Aceh, selain memiliki potensi budaya ikan tangkap juga memiliki budidaya rumput laut. Namun saat ini kita masih fokus pada ekspor rumput laut kering,” imbuh Teten.
Padahal, Industri turunan dari rumput laut memiliki nilai ekonomi yang jauh lebih tinggi. Nah, inilah yang saat ini terus dipacu, agar masyarakat nelayan mendapatkan manfaat ekonomi yang jauh lebih besar
(MHD/CSP)