Seleksi Komisioner KIA Harus Bebas Intervensi

Seleksi Komisioner KIA Harus Bebas Intervensi
Komisi Informasi Aceh (KIA) (Analisadaily/Istimewa)

Analisadaily.com, Banda Aceh - Masa bakti komisioner Komisi Informasi Aceh (KIA) periode 2016-2020 akan segera berakhir. Pemerintah Aceh juga telah membentuk Panitia Seleksi (Pansel) untuk menjaring calon komisioner baru KIA.

Pansel pada 24 Juni 2020 telah membuat pengumuman pendaftaran seleksi calon anggota KIA periode 2020-2024. Pengumuman tersebut menandai dimulainya tahapan perekrutan calon komisioner KIA periode 2020-2024.

Untuk itu, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) bersama LBH Banda Aceh dan Flower tergabung dalam ‘Pokja untuk Integritas Rekrutmen Komisi Informasi Aceh’ mengingatkan agar seleksi pemilihan calon komisioner KIA yang baru harus bebas intervensi politik.

Pokja untuk Integritas Rekrutmen Komisi Informasi Aceh memandang pentingnya keberadaan KIA memiliki posisi strategis dalam mewujudkan pelaksanaan keterbukaan informasi di Aceh.

“Selanjutnya, menjadi sangat penting bagi publik untuk peduli dan terlibat aktif dalam mengawal proses perekrutan calon komisioner KIA yang saat ini sedang berlangsung. Kami berharap Tim Seleksi Anggota KIA yang telah terbentuk tersebut mampu menjaga independensi dan menolak segala intevensi dari pihak manapun. Hal ini penting untuk melahirkan komisioner KIA memiliki kualitas dan kapabilitas yang baik untuk diuji kelayakan dan kepatutannya oleh DPR Aceh,” kata Juru Bicara (Jubir) Pokja untuk Integritas Rekrutmen Komisi Informasi Aceh, Hafidh, dalam keterangannya, Jumat (3/7).

Menurut Hafidh, jika Pansel mengabaikan integritas dan kapabilitas kandidat, maka nama-nama kandidat yang diluluskan Pansel kelak akan dipilih oleh DPRA sebagai komisioner yang bermasalah.

“Dengan demikian, Pansel harus bebas dari intervensi politik, jika berharap komisioner KIA ke depan yang berna-benar mampu menjalankan tugasnya dengan baik pula,” sebutnya.

“Di samping itu kami berharap, Pansel membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk memantau, terlibat aktif pada setiap tahapan seleksi ini,” sambungnya.

Menurut Hafidh, hal ini cukup dimungkinkan sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Pasal 30 ayat (4) menyatakan bahwa 'Setiap orang berhak mengajukan pendapat dan penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai alasan.

Oleh sebab itu, lanjut Hafidh, Pokja ini akan melakukan rekam jejak para kandidat komisioner. Hasil rekam jejak ini nantinya akan disampaikan kepada Tim Seleksi dan DPRA, sehingga menjadi bahan pertimbangan dalam proses seleksi sebagai bagian dari partisipasi masyarakat.

“Kami juga berharap agar publik di Aceh, baik secara kelompok maupun perorangan berpartisipasi memberikan masukan kepada Pokja atau langsung ke Tim Seleksi jika menemukan pada diri calon anggota KIA tentang hal-hal yang tidak patut,” sebutnya.

“Misalnya, pelanggaran hukum baik pidana atau perdata, korupsi, pelanggaran HAM, perusakan lingkungan, kasus KDRT, pelecehan seksual, relasi kepentingan dengan pihak-pihak tertentu, serta perilaku negatif lainnya yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik,” tandasnya.

(MHD/RZD)

Baca Juga

Rekomendasi